Kesiapan Pengadilan dalam Menangani Perkara Ekonomi Syariah

Kesiapan Pengadilan Agama menangani perkara ekonomi syariah merupakan perwujudan dari harmoni antara hukum positif dan hukum ilahi.
Ilustrasi hukum ekonomi syariah. Foto indonesialegalnetwork.co.id/
Ilustrasi hukum ekonomi syariah. Foto indonesialegalnetwork.co.id/

Perubahan besar dalam dinamika ekonomi global dan nasional menuntut adanya lembaga peradilan yang siap menghadapi ragam persoalan baru, termasuk perkara ekonomi syariah.

Di tengah perkembangan lembaga keuangan syariah, bank syariah, hingga instrumen investasi berbasis syariah, potensi sengketa tidak dapat dihindarkan. Pertanyaannya, apakah pengadilan benar-benar siap menampung dan menyelesaikan perkara ekonomi syariah dengan adil, cepat, dan tepat?

Kesiapan sebuah lembaga peradilan tidak hanya diukur dari seberapa lengkap perangkat hukumnya, tetapi juga dari kesiapan mentalitas, keilmuan, dan visi keadilan yang dibangun di atas fondasi filosofis. Sengketa ekonomi syariah bukan sekadar konflik angka dan akad, melainkan juga menyangkut nilai moral, etika bisnis, dan kesucian transaksi yang berlandaskan prinsip syariah. Karena itu, menangani perkara ini membutuhkan kepekaan yang melampaui teknis yuridis belaka.

Pengadilan Agama hadir bukan hanya sebagai institusi formal, melainkan sebagai penjaga nilai yang mengakar pada hukum Islam sekaligus hukum nasional. Di sini, peradilan tidak lagi sekadar menjadi mesin penyelesai sengketa, melainkan institusi yang berperan aktif menjaga ekosistem ekonomi syariah tetap bersih, jujur, dan transparan.

Filosofi ini, meneguhkan bahwa hukum syariah tidak boleh dipandang sebagai instrumen sempit, tetapi sebagai landasan moral yang mampu memberi keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan sosial.

Ketika ekonomi syariah berkembang, mekanisme penyelesaiannya pun harus berevolusi. Pengadilan Agama telah diberi mandat untuk memutus perkara-perkara yang berakar pada hukum Islam, termasuk yang menyangkut ekonomi syariah. 

Melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, dibangun kerangka hukum yang kokoh bagi praktik penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Kompilasi ini menyajikan panduan komprehensif tentang akad-akad syariah, prinsip-prinsip transaksi, dan dasar-dasar hukum yang menjadi acuan bagi hakim dalam menegakkan keadilan di ranah ekonomi syariah.

Tidak berhenti di situ, hadir pula Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah. Aturan ini mempertegas prosedur formal dan mekanisme teknis penyelesaian perkara di pengadilan. Dengan kombinasi antara KHES sebagai substansi hukum dan PERMA 14/2016 sebagai instrumen prosedural, pengadilan memiliki bekal yang memadai untuk menangani sengketa dengan profesionalisme tinggi.

Kedua aturan ini, menjadi pilar yang saling melengkapi. KHES menyediakan dimensi normatif yang merujuk pada prinsip-prinsip syariah, sementara PERMA 14/2016 mengatur jalannya perkara agar sesuai dengan standar modern peradilan. Kolaborasi keduanya menunjukkan bahwa pengadilan tidak hanya siap secara ideologis, tetapi juga siap secara praktis untuk menjawab tantangan zaman.

Kesiapan itu semakin kuat ketika disandingkan dengan meningkatnya kompetensi hakim dan aparatur peradilan. Pendidikan berkelanjutan, pelatihan khusus, dan integrasi teknologi peradilan memperlihatkan arah yang jelas menuju pengadilan agama yang modern dan responsif. Kehadiran e-court, misalnya, menambah efisiensi tanpa meninggalkan substansi keadilan. Semua ini menguatkan keyakinan bahwa sengketa ekonomi syariah akan diselesaikan dengan cepat dan transparan.

Lebih jauh, Pengadilan Agama dalam ranah ekonomi syariah membawa nilai filosofis yang amat penting, yaitu menjaga keberlangsungan ekonomi yang beretika. Di tengah arus kapitalisme global yang sering kali mengabaikan nilai moral, ekonomi syariah hadir sebagai antitesis yang menekankan kejujuran, keadilan, dan larangan eksploitasi. Pengadilan, dengan kewenangan dan perangkat hukumnya, menjadi penjaga terakhir agar nilai-nilai luhur itu tidak runtuh di tengah kepentingan pragmatis.

Kesiapan Pengadilan Agama menangani perkara ekonomi syariah merupakan perwujudan dari harmoni antara hukum positif dan hukum ilahi. Peraturan perundang-undangan memberi legitimasi formal, sementara prinsip syariah memberi ruh moral. Keduanya berpadu dalam ruang pengadilan untuk menghasilkan putusan yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga bernilai secara etika.

Pada akhirnya, kesiapan Pengadilan Agama dalam perkara ekonomi syariah tidak dapat diragukan lagi. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, maka kerangka hukum dan prosedural telah terbangun secara kokoh. Peradilan telah sangat siap dan kini tampil sebagai garda depan dalam menjaga keadilan ekonomi syariah di Indonesia.

Penulis: M. Khusnul Khuluq
Editor: Tim MariNews