Keterangan Saksi atau Ahli Dalam Peradilan Administrasi Diperiksa Secara Virtual, Apakah Mungkin?

Dalam aturan teknis tersebut disebutkan persidangan pembuktian dengan acara pemeriksaan keterangan saksi dan/atau ahli dapat dilaksanakan secara jarak jauh melalui media komunikasi audio visual
Ilustrasi peradilan jarak jauh. Foto : freepik
Ilustrasi peradilan jarak jauh. Foto : freepik

Hakim peradilan administrasi memegang peran penting dalam menjaga dinamika persidangan. Tentu hal ini haruslah dipedomani oleh hakim agar penyelesaian perkara tidak melebihi waktu 5 bulan sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Tingkat Pertama Dan Tingkat Banding Pada 4 (Empat) Lingkungan Peradilan (SEMA No. 2 Tahun 2014). 

Namun demikian, dalam proses pembuktian sering kali ditemukan kompleksitas bukti yang diajukan oleh pihak, salah satunya ialah ahli. Lantas, bagaimana sejatinya kedudukan seorang ahli dalam persidangan peradilan administrasi?

Secara normatif, peradilan administrasi melalui Pasal 100 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU Peratun) telah mengatur keberadaan alat bukti. Hal ini antara lain a. surat atau tulisan; b. keterangan ahli; c. keterangan saksi; pengakuan para pihak; e. pengetahuan Hakim.

Definisi keterangan ahli telah disebutkan dalam Pasal 102 ayat (1) UU Peratun yang menjelaskan bahwa ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Konteks pengalaman dan pengetahuan ini sejatinya telah dikonkritkan kembali melalui norma Pasal 22 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Sengketa Lingkungan Hidup (Perma Lingkungan Hidup) yang menjabarkan kriteria penilaian ahli berdasarkan disiplin ilmu ahli yang dibuktikan melalui pendidikan formal, ijazah akademis minimal sarjana strata 2 (dua), sertifikat mengikuti pelatihan, pendidikan khusus dan/atau pengalaman, karya ilmiah atau penelitian relevan, dan/atau keaktifannya dalam seminar atau lokakarya dan tercantum dalam daftar riwayat hidup.

Namun demikian, Pasal 22 ayat (4) Perma Lingkungan Hidup memberikan ruang bagi seorang ahli kearifan lokal. Seperti contoh tokoh masyarakat adat atau tokoh keagamaan.

Lantas, apakah kehadiran mereka (saksi/ahli, red) secara fisik dalam persidangan menjadi hal yang mutlak? 

Dirjen Badilmiltun telah menjawab kegelisahan ini melalui Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Militer Dan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor : 200/DJMT/SK.OT.1.2/XI/2024 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Perkara Dan Persidangan Secara Elektronik Di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam aturan teknis tersebut disebutkan persidangan pembuktian dengan acara pemeriksaan keterangan saksi dan/atau ahli dapat dilaksanakan secara jarak jauh melalui media komunikasi audio visual sehingga semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam persidangan. 

Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang harus dicermati agar persidangan berjalan dengan efektif. 

Secara garis besar persidangan dilaksanakan dengan sarana dan prasarana pada pengadilan tempat ahli memberikan keterangan di bawah sumpah.

Alur pemeriksaan secara jarak jauh diawali dari permohonan pihak yang mengajukan saksi/ahli. Karena dalam aturan teknis tersebut menjelaskan penyediaan sarana dan prasarana komunikasi jarak jauh seperti biaya platform komunikasi virtual seperti Zoom, Microsoft Teams, maupun aplikasi sejenis lain ditanggung oleh pihak yang mengajukan dan disetor melalui penambahan biaya panjar dengan catatan petugas (admin) aplikasi tetap dari petugas pengadilan.

Dari titik awal ini saja, sudah terlihat penerapan asas keaktifan bagi hakim administrasi untuk menginformasikan kepada pihak dalam persidangan atas hal tersebut.

Dalam praktik majelis hakim dapat menginformasikan kepada pihak baik saat Pemeriksaan Persiapan terakhir maupun pada saat sidang pembuktian, hingga pada persidangan elektronik melalui catatan persidangan. 

Jadi jangan sampai kemudian pihak baru memberitahukan kepada majelis hakim bahwa saksi/ahli tidak dapat hadir dan meminta untuk hadir secara virtual pada hari yang sama.

Setelah pihak menyetujui penambahan biaya panjar, Majelis hakim harus melaporkan rencana pemeriksaan secara jarak jauh pada Ketua Pengadilan untuk dilakukan koordinasi lebih lanjut pada pimpinan Pengadilan tempat saksi/ahli akan diperiksa. 

Dalam praktik, hal ini dapat dilakukan dengan menskors sidang atau setelah ditundanya persidangan.

Setelah persiapan sarana dan prasarana dilengkapi, pada hari persidangan saksi/ahli dihadirkan pada pengadilan tempat dimana saksi/ahli berada dan wajib disumpah. Sumpah dipandu oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara dengan dibantu oleh juru sumpah yang berada di pengadilan tempat saksi/ahli memberikan keterangan. 

Jalannya persidangan pun juga harus diawasi oleh baik Panitera Pengganti tempat saksi/ahli diperiksa atau petugas pengadilan dalam hal terbatasnya SDM. 

Rangkaian ketentuan teknis ini berlaku sama terhadap saksi/ahli yang berada di luar negeri pada kantor perwakilan Indonesia di luar negeri.

Bentuk aturan teknis ini tentu merupakan komitmen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara untuk mengimbangi dinamika dan perkembangan teknologi sehingga kebutuhan dan pelayanan bagi pencari keadilan tetap terselenggara. 

Tentu bagi pengadilan, ini adalah sebuah tantangan untuk meningkatkan kompetensi diri hingga sarana dan prasarana satuan kerja.

Penulis: Ahmad Hizam Fajri
Editor: Tim MariNews