Setiap kesempatan Presiden berbicara di panggung PBB menjadi sorotan dunia. Di momen itulah Indonesia tak hanya menyampaikan suara diplomatik, tetapi juga menegaskan kedaulatan, posisi strategis di dunia internasional, dan komitmen terhadap hukum serta hak asasi manusia.
Pidato di PBB bukan sekadar pidato; ia menjadi refleksi betapa Indonesia ingin didengar di pentas global.
Dalam beberapa tahun terakhir, tema yang diangkat Presiden Indonesia sering mencakup isu perdamaian, perubahan iklim, keadilan global, serta penegakan hukum yang adil. Presiden berbicara atas nama rakyat Indonesia, menyampaikan pengalaman, tantangan, dan harapan bangsa.
Pidato tersebut juga memposisikan Indonesia sebagai negara besar yang hendak berkontribusi terhadap tata dunia yang lebih adil dan beradab.
Dari sudut hukum & peradilan, pidato di PBB turut menjadi simbol bahwa negara Indonesia memegang teguh prinsip supremasi hukum (rule of law).
Ketika Presiden menyebut komitmen terhadap pemberantasan korupsi, transparansi, dan penegakan HAM, maka seolah dikirimkan pesan ke dalam negeri: bahwa negara harus konsisten di jalur hukum dalam sikap dan tindakan. Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan lainnya secara tak langsung ikut tercermin dalam citra hukum nasional yang diproyeksikan ke dunia.
Namun, tantangan nyata di dalam negeri tidak boleh terlewat. Publik bisa saja menanyakan: apakah pidato dan janji itu benar-benar diikuti dengan tindakan? Apakah sistem peradilan mampu menjalankan putusan sesuai norma?
Oleh karena itu, pidato Presiden di PBB harus dibarengi dengan kerja nyata. Lembaga-lembaga seperti MA sebagai ujung tombak peradilan perlu semakin profesional, transparan, dan bebas dari intervensi agar suara negara tidak hanya indah di atas kertas, tapi juga berbunyi nyata di ruang sidang.
Pidato Presiden tersebut diharapkan juga dapat memperkuat posisi Indonesia di dunia Internasional guna mendorong optimalisasi upaya penegakan hukum nasional sebagai salah satu isu strategis.
Misalnya, pemulihan aset internasional, kerja sama antar negara dalam penanganan kejahatan lintas negara, atau masalah keadilan iklim yang berdampak terhadap warga negara.
Dengan demikian pidato Presiden selain menjadi upaya diplomatik yang membangun citra Indonesia tetapi juga dapat menjadi bagian dari upaya penguatan ekosistem hukum nasional.
Pidato Presiden di PBB adalah panggung dunia. Namun panggilan besar bagi Indonesia adalah agar di dalam negeri, lembaga peradilan, termasuk Mahkamah Agung, menjawab panggilan itu—mewujudkan hukum yang adil, profesional, dan dipercaya.