Perubahan besar dalam tubuh peradilan Indonesia kini semakin nyata. Salah satunya adalah gerakan reformasi birokrasi yang terus digalakkan, dengan tujuan menghadirkan peradilan yang bersih, transparan, dan berintegritas.
Publik tentu ingin percaya bahwa pengadilan adalah tempat terakhir mencari keadilan, dan kepercayaan itu hanya bisa terjaga bila aparatur peradilan benar-benar menjalankan tugasnya dengan penuh integritas.
Salah satu langkah nyata yang diambil adalah penerapan Zona Integritas (ZI) menuju predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Konsep ini pada dasarnya merupakan bentuk komitmen lembaga peradilan untuk menutup ruang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sekaligus memastikan pelayanan publik yang cepat, sederhana, dan ramah bagi masyarakat pencari keadilan.
Dasar hukum dari upaya ini sejalan dengan kebijakan nasional mengenai reformasi birokrasi, yang juga diadopsi oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga yudikatif tertinggi.
Melalui berbagai regulasi dan surat keputusan, MA mendorong seluruh pengadilan di bawahnya untuk berkompetisi sehat dalam meraih predikat WBK/WBBM. Hal ini tidak hanya sekadar pencapaian administratif, tetapi juga ukuran konkret bagaimana pelayanan hukum dapat dilakukan dengan lebih transparan.
Peran MA dalam hal ini sangat penting. Sebagai pengambil kebijakan teknis yudisial, MA tidak hanya memberi arahan, tetapi juga melakukan pembinaan dan pengawasan.
Dengan adanya evaluasi berkala, MA memastikan bahwa program ZI tidak berhenti sebagai formalitas, melainkan menjadi budaya kerja yang hidup di setiap satuan kerja pengadilan.
Hakim dan aparatur peradilan berada di garda terdepan dalam mewujudkan komitmen ini. Mereka dituntut bukan hanya profesional, tetapi juga mampu menjaga integritas pribadi.
Sebab, sekali kepercayaan publik runtuh, sulit bagi pengadilan untuk memperbaikinya. Karena itu, pembangunan ZI dan predikat WBK/WBBM menjadi penting sebagai simbol sekaligus alat ukur keberhasilan reformasi birokrasi di bidang hukum.
Harapan ke depan, masyarakat dapat merasakan langsung dampak positif dari perubahan ini. Pengadilan diharapkan semakin transparan, akuntabel, dan mudah diakses.
Lebih dari itu, terciptanya pengadilan yang berintegritas akan memperkuat sendi demokrasi serta menjaga marwah hukum di Indonesia.
Reformasi birokrasi di peradilan bukan hanya soal administrasi, tetapi menyangkut masa depan kepercayaan publik terhadap hukum. Dan di sinilah Mahkamah Agung memegang peran sentral sebagai motor penggerak perubahan.