Ricuh di Persidangan, Etika Dipertanyakan

MA melalui berbagai aturan, termasuk Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, menegaskan bahwa ruang sidang adalah tempat mencari keadilan, bukan arena pertunjukan.
Ilustrasi pengacara dalam persidangan. Foto elgar.blog/
Ilustrasi pengacara dalam persidangan. Foto elgar.blog/

Belakangan ini, publik kembali dibuat heboh dengan kabar kericuhan di ruang sidang. Kejadian yang melibatkan figur publik tersebut tidak hanya menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial, tetapi juga memunculkan pertanyaan serius: di mana batas etika dalam persidangan?

Persidangan adalah forum resmi yang memiliki aturan ketat, baik untuk hakim, jaksa, pengacara, maupun pihak yang bersengketa. Etika di ruang sidang bukan hanya soal kesopanan, tetapi juga mencerminkan penghormatan terhadap proses hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan internal Mahkamah Agung (MA) mengatur tata tertib persidangan guna memastikan jalannya sidang yang tertib dan berwibawa.

Hakim sebagai pemimpin sidang memiliki wewenang untuk menjaga ketertiban, termasuk menegur atau bahkan mengeluarkan pihak yang dianggap mengganggu jalannya persidangan. MA melalui berbagai aturan, termasuk Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, menegaskan bahwa ruang sidang adalah tempat mencari keadilan, bukan arena pertunjukan.

Kericuhan yang terjadi, apalagi jika terekam dan tersebar luas di media sosial, dapat menurunkan wibawa peradilan di mata masyarakat. Di sinilah tantangan besar bagi hakim: menjaga proses persidangan tetap fokus pada substansi perkara, meski sorotan publik begitu tajam.

MA telah memiliki beberapa pedoman teknis terkait bagi hakim dan aparat peradilan untuk mengantisipasi potensi gangguan di persidangan dan juga pelatihan terkait manajemen persidangan, komunikasi efektif, dan pengendalian situasi genting menjadi penting. Selain itu, edukasi kepada masyarakat, khususnya pihak yang akan beracara, mengenai tata tertib sidang juga perlu lebih digencarkan.

Persidangan yang tertib adalah kunci terciptanya keadilan. Semua pihak, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat yang hadir, memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi etika di ruang sidang. Hanya dengan begitu, peradilan dapat bekerja secara maksimal dan kepercayaan publik terhadap hukum tetap terjaga.
 

Penulis: Nur Amalia Abbas
Editor: Tim MariNews