Keseharian aktivitas manusia, tidak terlepas dari hubungan keperdataan. Bahkan hubungan antar individu di segala aspek, acapkali diikat lewat perjanjian baik tertulis atau lisan. Tidak sedikit subjek hukum, yang melakukan perikatan untuk berikan sesuatu, termasuk salah satunya perjanjian utang piutang.
Dalam perjanjian utang piutang, salah satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu benda, kepada pihak lain yang habis karena pemakaian, dengan syarat pihak yang meminjam benda, akan mengembalikannya seperti keadaan semula, sesuai Pasal 1754 KUHPerdata.
Bahwa pihak yang menerima suatu pinjaman, diwajibkan mengembalikan utang dalam jumlah dan pada keadaan yang sama, sesuai dengan waktu yang ditentukan, sebagaimana Pasal 1763 KUHPerdata. Perjanjian utang piutang, diperbolehkan mengenakan bunga atas peminjaman uang dan barang, yang habis karena pemakaian, sesuai Pasal 1765 KUHPerdata.
Adapun ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata, juga menjelaskan seluruh benda milik pihak yang berutang, baik benda bergerak atau tidak bergerak, termasuk benda yang sudah ada atau akan terdapat kemudian, menjadi tanggungan atau agunan utangnya.
Bilamana pihak yang meminjamkan suatu uang atau benda (kreditur), menilai pihak peminjam (debitur) tidak melaksanakan kewajiban atau prestasi, sebagaimana perikatan yang telah dibuat dan selanjutnya mengajukan gugatan keperdataan, di mana untuk jamin debitur melaksanakan prestasinya dan tidak menggelapkan harta bendanya, yang merupakan bagian dari jaminan atas utang, sesuai Pasal 1131 KUHPerdata, di mana kreditur yang bertindak sebagai penggugat dapat mengajukan sita jaminan (conservatoir beslag).
Proses penyitaan, selama putusan belum dijatuhkan dalam perkara gugatan yang diajukan kreditur, dengan tujuan agar debitur tidak menggelapkan, menjauhkan atau memindahtangankan kepada pihak ketiga, sehingga saat eksekusi putusan. Di mana, pelunasan pembayaran utang dapat dilakukan, sebagaimana ketentuan Pasal 227 Ayat 1 HIR/Pasal 261 Ayat 1 Rbg/Pasal 720 Rv.
Namun dalam pengajuan sita jaminan, wajib memperhatikan ketentuan hukum yang melarang benda yang disita, seperti hewan dan benda yang secara sungguh-sungguh, dipergunakan mencari nafkah, sebagaimana ketentuan Pasal 197 Ayat 8 HIR/Pasal 211 Rbg.
Pihak ketiga yang merasa bendanya diletakan conservatoir beslag, dapat mengajukan derden verzet atau perlawanan pihak ketiga, terhadap conservatoir beslag atau disebut dengan (verzet door derden tegen beslag), sebagaimana ketentuan Pasal 724 Rv. Perlawanan yang diajukan pihak ketiga (derden verzet) atas sita jaminan tersebut, dipertegas berbagai kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
Salah satunya, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 735 K/Sip/1970 yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, pada 19 Februari 1972, menjelaskan pihak ketiga yang benda miliknya diletakan sita jaminan dan dirinya tidak sebagai pihak dalam perkara perdata, saat sita jaminan diletakan. Maka, dapat dibenarkan pihak ketiga mengajukan verzet. Di mana, verzet dinyatakan benar, sita jaminan dicabut dari perkara dimaksud.
Demikian juga, kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 996 K/Pdt/1989 yang diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum, tanggal 30 Mei 1991 menjelaskan gugatan perlawanan (verzet) yang diajukan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yang telah diletakan Pengadilan Negeri dalam suatu gugatan perdata. Maka, perlawanan dapat dibenarkan dan diterima, selama putusan atas gugatan pokok, belum berkekuatan hukum tetap dan diangkat oleh pengadilan yang meletakan conservatoir beslag.
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 2769 K/Pdt/1995 pada 24 Juli 1996, kaidah hukumnya menjelaskan tanah milik (benda tidak bergerak) milik pihak ketiga, yang tidak diikutsertakan sebagai salah satu pihak tergugat, dalam suatu gugatan, sita jaminan tidak dapat dijatuhkan dalam perkara gugatan dimaksud.
Pihak ketiga pemilik benda, dibenarkan mengajukan derden verzet, dengan petitum agar pihak ketiga dinyatakan sebagai pemilik tanah yang terkena sita jaminan dan sita jaminan hendaknya dinyatakan tidak sah secara hukum dan selanjutnya diangkat oleh hakim.
Demikianlah artikel yang membahas kaidah hukum berbagai Yurisprudensi MA RI, yang melarang penyitaan benda milik pihak ketiga dan dapat diajukan perlawanan oleh pihak ketiga, atas sita jaminan yang dikenakan terhadap benda miliknya, semoga dapat menambah referensi bagi para hakim dalam mengadili perkara serupa dan menambah referensi bagi para pembacanya.