KUHP 2023 dan Paradigma Baru Pemidanaan: Pengadilan Negeri Sungailiat Siapkan Putusan Berkeadilan

Putusan-putusan pidana ke depan diharapkan tidak sekadar menghukum, tetapi juga memulihkan, menyeimbangkan, dan memberi harapan bagi masyarakat pencari keadilan.
Gedung PN Sungailiat. Foto pn-sungailiat.go.id/
Gedung PN Sungailiat. Foto pn-sungailiat.go.id/

MARINews, Bangka-Sistem peradilan pidana Indonesia sedang menyongsong era baru pada 2026, ketika Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP 2023) resmi menggantikan KUHP lama peninggalan kolonial Belanda.

Perubahan besar ini, menandai lahirnya hukum pidana nasional karya anak bangsa sekaligus menuntut adanya pergeseran paradigma dalam praktik peradilan, khususnya bagi para hakim.

Selama ini, KUHP lama tidak mengatur falsafah maupun tujuan pemidanaan. Paradigma hakim dalam memutus perkara lebih banyak dipengaruhi praktik peradilan dan teori-teori pemidanaan klasik, mulai dari teori pembalasan (retributif), teori tujuan, teori gabungan, hingga perkembangan ke arah restorative justice.

Berbeda dengan itu, Pasal 51 KUHP 2023 secara tegas menetapkan empat tujuan pemidanaan, yaitu:

- Mencegah tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi perlindungan masyarakat.

- Memasyarakatkan terpidana melalui pembinaan agar menjadi pribadi yang berguna.

- Menyelesaikan konflik akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai.

- Menumbuhkan penyesalan serta membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Ketentuan tersebut, menegaskan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia kini diarahkan pada pemulihan dan rekonsiliasi sosial, bukan semata penghukuman.

Persiapan Menuju Penerapan KUHP 2023

Sebenarnya, prinsip keadilan restoratif bukan hal baru. Berbagai regulasi di luar KUHP lama sudah memperkenalkannya. Misalnya:

- UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang memperkenalkan diversi.

- PERMA No.4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi.

- PERMA No.1 Tahun 2022 tentang Restitusi dan Kompensasi Korban Tindak Pidana.

- PERMA No.1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Mahkamah Agung juga gencar mendorong penerapan keadilan restoratif agar lebih terintegrasi dalam proses peradilan.

Menjelang pemberlakuan KUHP 2023, Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat terus mempersiapkan diri. Para hakim mulai membiasakan diri dengan paradigma baru, terutama dengan mengutamakan penyelesaian konflik dalam perkara pidana.

Data semester I-2025 mencatat, PN Sungailiat telah menjatuhkan 44 putusan pidana berbasis keadilan restoratif. Angka ini setara 16,5% dari total perkara pidana yang ditangani dalam periode tersebut.

Perkara anak mendapat perhatian khusus. Beberapa contoh kasus di PN Sungailiat menunjukkan konsistensi penerapan aturan:

- Diversi berhasil dalam perkara Nomor 3/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl dan Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl.

- Restitusi korban dikabulkan dalam perkara Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl, sesuai PERMA No. 1 Tahun 2022.

- Pidana pelayanan masyarakat dijatuhkan dalam perkara Nomor 12/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl, demi kepentingan terbaik anak (best interest of the child).

Ketua PN Sungailiat, Melinda Aritonang, S.H., menegaskan, aparatur pengadilan sudah harus membiasakan diri dengan penerapan keadilan restoratif.

"Jangan menunggu 2026. Hakim wajib mulai mengupayakan penyelesaian damai sejak sekarang,” papar dia.

Langkah pembiasaan ini penting agar saat KUHP 2023 resmi berlaku, PN Sungailiat siap menghadirkan putusan pidana yang benar-benar berkeadilan dan sesuai semangat zaman.

Tugas menghadirkan keadilan di pengadilan memang tidak mudah. Namun dengan paradigma baru KUHP 2023 dan komitmen menerapkan keadilan restoratif, PN Sungailiat optimis dapat menjawab tantangan.

Putusan-putusan pidana ke depan diharapkan tidak sekadar menghukum, tetapi juga memulihkan, menyeimbangkan, dan memberi harapan bagi masyarakat pencari keadilan.

Hal ini sejalan dengan visi PN Sungailiat: “Terwujudnya Pengadilan Negeri Sungailiat yang Agung.”