Di balik jubah dan palu, seorang hakim memegang peran krusial sebagai cerminan citra peradilan. Jika hakimnya baik, maka citra pengadilan akan terangkat. Sebaliknya, jika integritasnya goyah, nama baik peradilan menjadi taruhannya.
Namun, menjaga marwah lembaga hukum tidak cukup hanya dengan mematuhi kode etik. Diperlukan sebuah fondasi batin yang kuat, dan salah satu sifat terpenting yang harus dimiliki seorang hakim adalah cinta dan kasih sayang.
Tulisan ini akan mengupas tuntas mengapa rasa cinta dan kasih sayang begitu fundamental bagi seorang hakim, menggunakan pendekatan reflektif filosofis sufistik yang penulis sebut sebagai konsep “Hakim Cinta”. Ini adalah tentang hakim yang dipenuhi cinta, menjalankan tugas dengan ikhlas, hati yang bersih, adil, jujur, dan selalu mengaktifkan hati nuraninya.
Mendefinisikan cinta adalah upaya yang sia-sia, karena esensi cinta hidup di dalam hati dan melampaui batas kata-kata. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jalaluddin Rumi, sang guru sufi, "Apa pun yang aku jelaskan dan tafsirkan tentang cinta, ketika aku mulai jatuh cinta (sendiri), membuatku malu dengan (penjelasan) itu." Cinta harus dialami, bukan dijelaskan.
Dalam konteks filosofis Islam, cinta adalah energi yang menggerakkan alam semesta. Ibn Qayyim al-Jauziyyah menyatakan, "Karena cinta dan demi cinta langit dan bumi diciptakan, dan atas dasarnya makhluk diwujudkan." Dalam pandangan ini, hati yang dipenuhi cinta adalah hati yang memancarkan kasih sayang kepada sesama makhluk, dan dalam puncaknya, mengorientasikan cintanya hanya kepada Allah.
Konsep ini sejalan dengan sifat dominan Allah dalam Al-Qur'an: Maha Pengasih (Ar-Rahman) dan Maha Penyayang (Ar-Rahim). Rasulullah Muhammad SAW, sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), adalah teladan sempurna dari sifat ini.
Dengan demikian, seorang "Hakim Cinta" adalah individu yang hatinya dipenuhi kebahagiaan, mudah menolong, berlapang dada, dan menebarkan energi positif kepada lingkungan sekitarnya.
“Hakim Cinta”: Implementasi Filosofi dalam Keadilan
Mungkin istilah “Hakim Cinta” terdengar tidak biasa, namun ini adalah upaya untuk merajut makna mendalam pada profesi mulia ini. "Hakim Cinta" adalah hakim yang hatinya dipenuhi dengan cinta, yang darinya muncul sifat-sifat baik dan terhindar dari sifat-sifat negatif, memiliki kasih sayang kepada semua makhluk, serta menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran.
Konsep ini memiliki landasan kuat dalam praktik Peradilan Agama di Indonesia. Hal ini tercermin dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang mewajibkan setiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat "Bismillahirrahmanirrahim".
Pencantuman lafaz basmalah ini bukan sekadar formalitas, melainkan pengingat bahwa di balik setiap keputusan, ada kehadiran sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dengan mengaktifkan kecerdasan emosional dan spiritualnya, seorang "Hakim Cinta" tidak hanya berargumen secara rasional, tetapi juga mengedepankan hati nurani. Ketika berhadapan dengan para pihak yang berperkara, ia melihat mereka sebagai sesama hamba Allah yang membutuhkan kasih sayang dan solusi yang adil. Sidangnya akan dipenuhi suasana ikhlas, fokus, dan penuh keceriaan, jauh dari kesan angker dan menakutkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, "Hakim Cinta" juga mengedepankan kerendahan hati, menghindari kesombongan, kebencian, dan permusuhan. Ia sadar bahwa semua manusia sama di mata Tuhan, yang membedakan hanyalah tugas dan ketakwaannya. Ia akan bersikap santun namun tegas dalam menegakkan kebenaran, serta menghindari segala bentuk kezaliman.
"Hakim Cinta" adalah sosok yang hadir dengan membawa kebahagiaan, kasih sayang, dan penghormatan. Ia adalah pemberi solusi, penyejuk, pengayom, dan pembuat keputusan yang santun namun tegas.
Oleh karena itu, untuk mewujudkan hakim yang berintegritas dan bermartabat, tidak cukup hanya mengandalkan kecerdasan intelektual. Seorang hakim juga harus terus mengasah kecerdasan emosional dan spiritualnya.
Dengan membersihkan hati dari energi negatif dan mengaktifkan hati nuraninya, cita-cita untuk mewujudkan "Hakim Cinta" di setiap Pengadilan Agama dapat terwujud, demi terciptanya peradilan yang benar-benar melayani masyarakat dengan adil dan manusiawi.