MARINews, Cilegon - Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten menggelar Diskusi Hukum Tenaga Teknis Zona I dengan tema “Penerapan E-Court dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah” di Pengadilan Agama (PA) Cilegon.
Kegiatan ini menjadi forum penting untuk menyamakan persepsi dan memperkuat pemahaman hakim serta tenaga teknis terkait penerapan sistem digital dalam perkara ekonomi syariah.
Acara yang diikuti sekitar 50 peserta ini dihadiri oleh jajaran pimpinan, hakim tinggi, panitera, dan tenaga teknis dari PTA Banten, serta pimpinan dan hakim dari tiga wilayah hukum: PA Serang, PA Pandeglang, dan PA Cilegon.
Ketua Panitia, Pahrurrozi, S.H., M.H., yang juga Panitera PTA Banten, menjelaskan kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan pemahaman teknis dan hukum dalam implementasi e-court.
“Diskusi ini diharapkan menghasilkan panduan bersama agar penerapan e-court dalam perkara ekonomi syariah berjalan efektif dan sesuai prinsip hukum acara peradilan agama,” ujarnya.
Ketua PTA Banten, Dr. Drs. H. Yusuf Buchori, S.H., M.S.I., membuka kegiatan secara resmi sekaligus memberikan arahan.
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa diskusi hukum ini merupakan bagian dari program Badilag untuk memperkuat kemampuan tenaga teknis peradilan agama.
“Kegiatan ini kita laksanakan dengan format anotasi bedah berkas perkara ekonomi syariah, agar bisa dikaji bersama, ditemukan solusi, dan menjadi acuan peningkatan kualitas putusan di masa mendatang,” ujar Yusuf Buchori.
Beliau juga menekankan pentingnya ketelitian hakim dalam memeriksa subjek hukum para pihak, terutama jika melibatkan badan hukum syariah.
Menurutnya, majelis hakim perlu memastikan keabsahan kedudukan hukum penggugat dan tergugat sesuai undang-undang yang mengatur bentuk badan hukum seperti koperasi, PT, atau yayasan.
“Penentuan pihak yang berhak mewakili badan hukum di persidangan harus sesuai ketentuan hukum agar putusan memiliki kekuatan hukum yang sah,” tegasnya.
Diskusi dilanjutkan dengan paparan Hakim Tinggi PTA Banten, Drs. H. Zulkifli Siregar, S.H., M.H., yang menyoroti pentingnya kepatuhan majelis hakim terhadap hukum formil dalam proses persidangan perkara ekonomi syariah.
“Dalam perkara yang meminta sita jaminan, misalnya, penetapan hari sidang harus disertai tanggapan jelas atas permohonan tersebut—apakah dikabulkan, ditolak, atau ditangguhkan,” jelas Zulkifli.
Ia juga menegaskan perlunya pemeriksaan cermat terhadap surat kuasa khusus dan keabsahan wakil badan hukum, termasuk kesesuaian kompetensi relatif pengadilan dan jenis perkara yang digugat.
Selain aspek hukum formil, hakim juga diingatkan untuk menelaah akad atau perjanjian yang disengketakan, memastikan bahwa setiap akad telah sesuai dengan prinsip ekonomi syariah dan tidak semata menilai unsur wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.
Tiga pengadilan agama di wilayah Zona I turut berperan aktif dalam diskusi tersebut.
PA Cilegon memaparkan temuan seputar penerapan hukum formil dalam penyusunan berita acara sidang dan hukum materiil dalam amar putusan.
PA Serang menyoroti aspek teknis penyusunan amar putusan dan validitas surat kuasa khusus.
PA Pandeglang menambahkan perspektif menarik terkait penafsiran wanprestasi dalam akad musyarakah yang dikaitkan dengan force majeure akibat pandemi Covid-19.
Temuan-temuan dari masing-masing pengadilan ini menjadi bahan refleksi untuk memperkuat keseragaman pemahaman dan memperbaiki kualitas praktik peradilan di bidang ekonomi syariah.