Unpopular Opinion Terkait Gaji Hakim dan Konsekuensi yang Mengintainya

Selain melayani masyarakat, hakim juga harus tegas menolak berbagai "tawaran" yang skala nilainya tidak lagi berkutat juta-jutaan, melainkan miliar, hingga triliunan.
Ilustrasi hakim. Foto Fixabay.com
Ilustrasi hakim. Foto Fixabay.com

Peristiwa hakim turun ke jalan yang menuntut kenaikan haknya pada beberapa waktu lalu, memicu respons dari berbagai kalangan, baik yang well-educated hingga yang unwell-educated. Hal ini membuat warganet penasaran dan beramai-ramai memanfaatkan Google atau bahkan ChatGPT untuk mengetahui berapa sebenarnya jumlah total income seorang hakim dalam satu bulan.

Ya! Bukan gaji pokok saja yang dikejar informasinya, melainkan hingga tunjangan-tunjangan lainnya.

Untuk detailnya, gaji pokok hakim beserta tunjangan-tunjangan lainnya termuat dalam PP No. 44 Tahun 2024 yang telah disahkan Oktober 2024 oleh Presiden RI periode 2019-2024, Joko Widodo. Dalam PP tersebut, dengan pangkat dan golongan yang paling rendah, seorang hakim memperoleh gaji sebesar Rp2.785.700, dengan tunjangan jabatan Rp11.900.000.

Sebelumnya, gaji dan tunjangan hakim diatur dalam PP No. 94 Tahun 2012 yang disahkan oleh Presiden periode itu, yakni SBY. Rincian gaji dan tunjangan hakim saat itu, serendahnya-rendahnya ialah gaji sejumlah Rp2.064.100 dan tunjangan sejumlah Rp8.500.000. 

Dengan jumlah tersebut, banyak respons dari masyarakat yang cenderung sinis terhadap aksi hakim menuntut haknya. Pasalnya, sebagian orang awam yang turut berkomentar menilai bahwa jumlah tersebut sudah lebih dari cukup bagi hakim. 

"Gaji sudah segitu, tetapi masih banyak tuh hakim yang korupsi" 

Setidaknya, komentar senada banyak yang berseliweran di lini masa berbagai platform, baik Instagram, Facebook, hingga X. Lalu, berdasarkan uraian tersebut, kita patut bertanya. Apakah layak seorang hakim mendapatkan income sejumlah tersebut? Lalu, apa relevansinya membahas hal tersebut saat ini?

Sebelum memberikan justifikasi terhadap profesi hakim, ada baiknya kita memahami seberat apa tugas seorang hakim. Profesi seorang hakim tidak hanya profesi yang memiliki konsekuensi duniawi, akan tetapi juga memiliki konsekuensi hingga ke alam akhirat.

Dari perspektif Islam, hal ini dikuatkan dengan hadis yang masyhur dan di sahikan oleh ulama-ulama terkini. Hadis tersebut ialah HR. Ibnu Majah, no. 2315; Tirmizi, no. 1322; Abu Dawud, no. 3573; lafaz hadis ini bagi Ibnu Majah. Disahikan oleh Syaikh Albani, Ahmad Syakir, Syu’aib al-Arnauth yang berbunyi: 

"Hakim-hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga: Seorang hakim yang mengetahui kebenaran, lalu dia memutuskan hukum dengan kebenaran, maka dia di surga; Seseorang (hakim)  yang memutuskan hukum dengan kebodohan, maka dia di neraka; Dan seorang (hakim) yang menyimpang di dalam keputusan, maka dia di neraka”

Dalam hadis lain, Dari Abdullah bin Abi Aufa, Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda Sesungguhnya Allâh bersama hakim selama dia tidak menyimpang, jika dia menyimpang Allâh meninggalkannya, dan syaitan pun menemaninya.” (HR. Tirmizi, no. 1330. Dihasankan oleh Syaikh Albani)

Selain konsekuensi-konsekuensi tersebut, hakim masih harus berhadapan dengan berbagai potensi-potensi gratifikasi yang mengintai setiap saat di ruang sidang. Terkini, mulai ramai lagi pemberitaan mengenai tiga hakim yang terjerat kasus suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam kasus tersebut, disebut-sebut suap yang dilayangkan mencapai Rp60 miliar. Angka yang fantastis jika dibandingkan dengan income seorang hakim. Hal ini menjadi bukti nyata, bahwa selain melayani masyarakat, hakim juga harus tegas menolak berbagai "tawaran" yang skala nilainya tidak lagi berkutat juta-jutaan, melainkan miliar, hingga triliunan. Tidak semua orang bisa menolak tawaran dengan jumlah yang fantastis itu!

Oleh karena itu, sudah selayaknya hakim digaji dengan layak dan disejahterakan mengingat peran pentingnya dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat. Belum lagi, beratnya tugas seorang hakim dengan berbagai godaan dan tawaran yang datang mengintai di setiap persidangan yang digelar.

Masih dalam nuansa memperingati HUT ke-72 IKAHI tahun ini, mari dukung hakim untuk senantiasa loyal terhadap masyarakat dalam rangka menegakkan keadilan dan melawan segala bentuk ancaman-ancaman yang koruptif yang berpotensi mencederai asas-asas keadilan. Hakim Berintegritas, Peradilan Berkualitas!

Penulis: Kukuh Pambudi
Editor: Tim MariNews