Seorang hakim berdiri di tengah-tengah masyarakat untuk menjaga ketahanan sosial (social defence) dengan tujuan menciptakan masyarakat madani yang sejahtera (social welfare). Memang benar, dunia peradilan tak luput dari intrik dan tekanan, terutama ketika dihadapkan pada hakim yang berintegritas. Mari kita selami lebih dalam bagaimana hal ini berkaitan dengan kepentingan banyak orang dan kesehatan mental hakim.
Ketika Integritas Hakim Bertemu Intrik Pihak Berkepentingan
Pengadilan adalah medan pertempuran hukum di mana berbagai pihak, masing-masing dengan kepentingannya sendiri, berusaha memenangkan perkara. Banyak orang hingga para kriminal dan organisasi kriminal yang tentunya akan berhadapan dengan hakim.
Ketika seorang hakim teguh pada integritasnya, bertekad untuk memutuskan berdasarkan fakta dan hukum semata, tekanan dari pihak-pihak berkepentingan yang mencoba mengintervensi justru akan semakin besar. Mereka yang terbiasa bermain di balik layar, mengandalkan koneksi atau kekuatan finansial, akan merasa terancam dengan keberadaan hakim yang lurus.
Intervensi terhadap hakim tidak selalu dimulai dengan cara yang kasar. Seringkali, pendekatan diawali dengan penawaran "kebaikan" atau bentuk gratifikasi terselubung. Ini bisa berupa ajakan makan malam, tawaran hadiah, bantuan pribadi, atau bahkan janji-janji kemudahan di masa depan.
Tujuannya jelas, untuk menciptakan hutang budi yang nantinya bisa ditagih dalam bentuk putusan yang diinginkan. Oleh karena itu, prinsip bahwa hakim tidak boleh memiliki hutang budi kepada siapa pun adalah fundamental untuk menjaga Integritas.
Tantangan Jauh dari Rumah dan Upaya Intervensi yang meningkat (Escalated)
Penempatan hakim di daerah yang jauh, mungkin berhadapan dengan lingkungan dan masyarakat yang benar-benar asing, seringkali dimaksudkan untuk memutus mata rantai kedekatan dan potensi konflik kepentingan. Namun, ironisnya, hal ini juga bisa menjadi celah bagi pihak-pihak yang ingin mengintervensi. Hakim yang merasa terasing atau minim dukungan sosial bisa lebih rentan terhadap pendekatan "persahabatan" dari pihak berkepentingan, yang sebenarnya adalah upaya awal untuk menjerat mereka.
Apabila upaya pendekatan dan penawaran kebaikan, bahkan hingga percobaan suap, ditolak mentah-mentah oleh hakim yang berintegritas, intrik akan semakin meningkat. Ancaman bukan lagi sebatas halus, melainkan bisa berubah menjadi ancaman fisik maupun nonfisik.
Terlebih dalam era digital saat ini, ancaman ini semakin mengerikan. Pihak-pihak yang tidak puas bisa mencari-cari kesalahan hakim, bahkan menciptakan kesalahan yang tidak ada.
Ini karena hakim bukanlah dewa yang dibekali banyak kemampuan dan tidak memiliki cela, hakim adalah manusia yang berusaha menjaga marwah kemuliaan profesi nya, namun sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kekhilafan.
Kemudian, mereka akan melancarkan doxing (penyebaran informasi pribadi secara daring), propaganda, pembunuhan karakter, hingga tuduhan-tuduhan palsu melalui media sosial dan platform digital lainnya. Reputasi hakim bisa hancur dalam semalam, membuat mereka terisolasi dan berada di bawah tekanan mental yang luar biasa.
Dampak pada Kesehatan Mental Hakim dan Kepentingan Banyak Orang
Intrik semacam ini, yang dibumbui ancaman dan serangan digital, jelas berdampak sangat serius pada kesehatan mental hakim. Rasa cemas, paranoia, depresi, dan kelelahan mental adalah konsekuensi yang nyata. Bagaimana mungkin seorang hakim bisa fokus pada keadilan dan mengambil keputusan yang objektif jika ia terus-menerus hidup dalam bayang-bayang ancaman dan serangan pribadi?
Jika hakim menyerah pada tekanan ini, kepentingan banyak orang akan menjadi korbannya. Putusan yang seharusnya adil bisa berpihak, hukum bisa dibengkokkan, dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan akan runtuh. Pada akhirnya, masyarakat luas yang akan menanggung akibat dari pengadilan yang tidak berpihak pada keadilan.
Melindungi hakim yang berintegritas dari intrik semacam ini bukan hanya tanggung jawab institusi peradilan, melainkan juga masyarakat. Dengan mendukung dan melindungi hakim yang berani menolak intervensi, kita turut menjaga tiang keadilan agar tetap tegak demi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.