Landmark Decision: Tidak Dapat Diterima Banding Atas Penolakan Permohonan Pembatalan Putusan Arbitrase

Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Artinya, putusan tidak dapat diajukan banding atau kasasi di pengadilan.
Gedung Mahkamah Agung. Foto: dokumentasi MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto: dokumentasi MA

Selain penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan, para pihak dapat menyelesaikannya dengan gunakan alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution), salah satunya lewat forum arbitrase. 

Arbitrase sendiri memiliki pengertian salah satu langkah penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum dan didasarkan pada iktikad baik, sebagaimana disepakati para pihak bersengketa dalam suatu perjanjian, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 dan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Kesepakatan menyelesaikan secara arbitrase, dapat berupa perjanjian tertulis yang ditandatangani para pihak atau dalam bentuk pertukaran surat, baik secara konvensional atau elektronik, harus disertai suatu catatan penerimaan para pihak, sesuai Pasal 4 Ayat 1 sampai dengan 3 Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Jenis sengketa yang dapat diselesaikan melalui mekanisme arbitrase, yakni sektor perdagangan dan mengenai hak menurut hukum atau peraturan perundang-undangan, yang dikuasai sepenuhnya oleh pihak bersengketa, sebagaimana Pasal 5 Ayat 1 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Sidang arbitrase bersifat tertutup dan para pihak diberikan hak yang sama, untuk menyampaikan pendapatnya masing-masing, termasuk ajukan alat bukti seperti saksi dan ahli, sesuai Pasal 27, Pasal 29 dan Pasal 49 Ayat 1 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Artinya, putusan tidak dapat diajukan banding atau kasasi di pengadilan.

Namun demikian, pembatalan putusan arbitrase tetap dimungkinkan dalam keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU yang sama. Permohonan pembatalan dapat diajukan apabila:

- Terdapat dokumen yang digunakan dalam pemeriksaan arbitrase terbukti palsu atau dinyatakan palsu setelah putusan dijatuhkan;

- Ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan sebelumnya disembunyikan oleh pihak lawan;

- Putusan diambil berdasarkan tipu muslihat atau rekayasa yang dilakukan oleh salah satu pihak selama proses pemeriksaan sengketa.

Dengan demikian, meskipun bersifat final, putusan arbitrase tetap dapat dibatalkan dalam kondisi luar biasa yang melibatkan penipuan, manipulasi, atau bukti baru yang krusial. Hal ini menjadi mekanisme penting untuk menjaga integritas dan keadilan dalam proses arbitrase.

Permohonan pembatalan putusan arbitrase sendiri diajukan dalam jangka waktu 30 hari, melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri (vide) Pasal 71 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 

Ketentuan Pasal 72 Ayat 4 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelaskan, terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung. Namun, ketentuan dimaksud, tidak jelas apakah seluruh putusan negeri yang mengadili permohonan pembatalan putusan arbitrase dapat diajukan banding atau hanya putusan pengadilan negeri yang mengabulkan pembatalan putusan arbitrase?

Guna menjawab hal tersebut, penulis akan menguraikan kaidah hukum pertimbangan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 211 B/Pdt.Sus-Arbt/2018, yang telah menjadi landmark decision dan dapat diakses melalui Kompilasi Kaidah Hukum dalam Direktori Putusan MA RI.

Kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 211 B/Pdt.Sus-Arbt/2018, yang diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada 25 Januari 2018, menjelaskan, putusan Pengadilan Negeri yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase nasional, tidak dapat diajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Permohonan banding ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri, yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase, harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 211 B/Pdt.Sus-Arbt/2018 tersebut, selaras Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016, yang menerangkan terhadap putusan Pengadilan Negeri menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase, tidak tersedia upaya hukum, baik banding maupun peninjauan kembali. Dalam hal putusan pengadilan pegeri membatalkan putusan arbitrase, tersedia upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Atas putusan banding, Mahkamah Agung memutus pertama dan terakhir, sehingga tidak ada upaya hukum peninjauan kembal   
 

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews