Landmark Decision: Perintah Lisan Atasan Bukan Alasan Lepas dari Tanggung Jawab

Perintah lisan tidak serta merta membebaskan bawahan dari tanggung jawab hukum. Hal ini ditegaskan melalui Putusan Kasasi No. 60 K/MIL/2013, yang menjadi salah satu landmark decision dari Kamar Militer Mahkamah Agung pada 2013.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Kepemimpinan adalah sebuah proses dalam mengarahkan atau memengaruhi kegiatan terkait sebuah organisasi atau kelompok demi mencapai tujuan tertentu.

Di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI), kepemimpinan merupakan menjadi bagian penting dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Di dalam kepemimpinan, maka akan ada perintah yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya, bentuk perintah tersebut dapat berupa perintah tertulis dan lisan.

Keputusan cepat dan tepat seringkali dibutuhkan di lapangan. Kehadiran komandan memungkinkan mereka untuk menilai situasi secara langsung dan membuat keputusan yang lebih akurat, memberikan keunggulan taktis.

Terdapat putusan kasasi yang menjadi landmark decision pada 2013 dari Kamar Militer MA yang memutus perkara pidana militer dengan nomor perkara 60 K/MIL/2013 dengan Majelis Hakim Dr. H. M. Imron Anwari, S.H., Sp.N.,M.H. sebagai Hakim Ketua, Dr. Drs., H. Dudu Duswara Machmudin, S.H.,M.Hum. dan Drs. Burhan Dahlan, S.H., M.H., sebagai Hakim Anggota.

Ringkasan Posisi Kasus

Terdakwa Sertu Abdul Haris Simamora, berdasarkan perintah lisan Komandan Batalyon 113/JS menjabat sebagai pengurus koperasi/sebagai bendahara. Terdakwa kemudian mengadakan kerja sama pembiayaan kredit kendaraan bermotor roda dua dengan Bank Syariah Mandiri KCP Bireun.

Selanjutnya, terdakwa mengajukan permohonan pertama pembiayaan sepeda motor sebanyak 15 anggota dengan total Rp278.000.000,- namun oleh terdakwa, hanya dibayarkan kepada pihak pemasok sepeda motor yaitu showroom TVS sebanyak enam unit sepeda motor sebesar Rp106.000.000,-  . Sedangkan sisa uang Rp165.000.000,- oleh terdakwa digunakan sendiri. 

Perbuatan terdakwa mengajukan kredit pembiayaan sepeda motor secara  berulang sampai 14 kali dengan memasukkan nama-nama anggota Batalyon 113/JS tanpa sepengetahuan yang bersangkutan dan dengan memalsukan tanda tangan anggota yang akan diajukan tersebut, hingga total kredit sebesar Rp4.000.000.000,- (empat miliar). 

Atas perbuatannya tersebut, terdakwa didakwa dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Selanjutnya Oditur Militer I-01 Banda Aceh mengajukan tuntutan agar terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan kualifikasi  “korupsi” dan memohon menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), subsider enam bulan penjara dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer cq TNI AD. 

Selanjutnya Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh dalam putusannya Nomor 127-K/PM.I-01/AD/VII/2012 tanggal 09 Oktober 2012 menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan yang ada padanya karena jabatan, yang dapat merugikan keuangan negara”, oleh karenanya terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama delapan tahun, denda sebesar Rp100.000.000; (seratus juta rupiah) subsider enam bulan kurungan dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer serta membayar uang pengganti kepada Bank Syariah Mandiri KCP Bireun sebesar R200.000.000,- dalam waktu satu bulan dst. 

Pada pemeriksaan tingkat banding, Pengadilan Militer Tinggi I Medan Nomor 110-K/PMT-I/BDG/AD/VI/2012 tanggal 27 November 2012 menyatakan, menerima permohonan banding yang diajukan oleh terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh. Selanjutnya mengadili sendiri dan menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan pada dakwaan alternatif  pertama.

Oleh karenanya terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama delapan tahun, denda sebesar Rp150.000.000,- (seratus lima puluh juta)  subsider enam bulan kurungan dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer. 

Terhadap putusan banding tersebut, Terdakwa mengajukan kasasi. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi terdakwa.

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung

Bahwa judex facti tidak salah menerapkan hukum, karena telah dipertimbangkan dengan cukup dan benar, dengan telah dibuktikannya tindakan-tindakan terdakwa yang sesuai dengan fakta di persidangan, yang ternyata telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut dalam dakwaan sesuai Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, alasan-alasan kasasi dari para pemohon kasasi/para terdakwa hanya merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, alasan-alasan semacam itu, tidak dapat dipertimbangkan/tidak tunduk dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi. Selain itu tentang berat ringannya hukuman adalah menjadi wewenang judex factie.

Walaupun dengan perintah lisan, tidak berarti terdakwa dapat melepaskan tanggung jawab begitu saja. Hal ini disebabkan terdakwa telah menyalahgunakan kewenangannya dengan melawan hukum  secara berlanjut dan telah menggelapkan uang pencairan kredit dari Bank Syariah Mandiri Bireun dengan cara merekayasa nama-nama yang mengajukan kredit, sehingga perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur yang sesuai dengan dakwaan Oditur Militer.
 

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews