Philippines Judicial Academy (PHILJA) atau Pusat Pendidikan Hukum Yudisial Filipina memberikan pengalaman hukum mengenai studi komparisi hukum pidana dari Spanyol sebagai negara penjajah dari Filipina dan hukum pidana Filipina sebagai negara yang merdeka.
Sistem hukum pidana Spanyol dan Filipina memiliki kerangka teoretis berkaitan dengan penerapan teori hukum pidana yang dikemukakan oleh Profesor Jose Luis Diez Ripolles yang mengakar pada tradisi hukum kontinental Eropa.
Menurut analisis Profesor Ripolles, hukum pidana di Spanyol dan Filipina mengadopsi teori positif yang memandang tindak pidana sebagai fenomena sosial.
Pendekatan ini menekankan pada dua aspek krusial: perbuatan (actus reus) dan pelaku (mens rea). Karakteristik reformatif dan preventif hukum pidana kedua negara tersebut mencerminkan bahwa sistem peradilan pidana bukan hanya berfungsi sebagai instrumen pembalasan, melainkan sebagai mekanisme pemulihan dan pencegahan.
Yang menarik, individualisasi pemidanaan menjadi ciri khas sistem ini. Pendekatan ini memungkinkan hakim untuk mempertimbangkan konteks spesifik setiap perkara, latar belakang pelaku, dan dampak sosial dari tindak pidana yang dilakukan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dari Spanyol dan Filipina dibangun atas fondasi filosofis yang sama: postulasi kehendak bebas dan kebebasan memilih antara benar dan salah.
Prinsip ignorantia legis neminem excusat (ketidaktahuan hukum tidak membenarkan pelanggaran) diterapkan konsisten, menekankan tanggung jawab individual dalam memahami norma hukum yang berlaku.
Baik hukum pidana Spanyol dan Filipina menyandang asas legalitas, non-retroaktif, dan teritorial dalam hukum pidana Indonesia.
Penerapan nullum crimen sine lege (tidak ada kejahatan tanpa undang-undang) dan nulla poena sine lege (tidak ada pidana tanpa undang-undang) memastikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap kesewenang-wenangan.
Setiap tindak pidana harus diatur secara eksplisit dalam undang-undang, dan hukum pidana hanya berlaku prospektif. Prinsip-prinsip ini merupakan warisan dari tradisi hukum Romawi yang telah teruji selama berabad-abad.
Sistem hukum pidana Spanyol dan Filipina mengenal dua bentuk kesalahan: delitos (niat jahat) dan culpa (kelalaian).
Pembedaan antara dolo (kesengajaan) dan culpa (kealpaan) memberikan tingkat pertanggungjawaban yang proporsional dengan tingkat kesalahan pelaku.
Konsep delitos mencakup berbagai tingkatan kesengajaan, mulai dari dolo directo (kesengajaan langsung) hingga dolo eventual (kesengajaan tidak langsung).
Sementara culpa dibedakan antara culpa consciente (kealpaan dengan kesadaran akan risiko) dan culpa inconsciente (kealpaan tanpa kesadaran akan risiko). Tingkatan kesengajaan ini memungkinkan penerapan sanksi yang lebih adil dan proporsional.
Mengutip pemikiran Oliver Wendell Holmes, sistem hukum tidaklah semata-mata bersifat logis, melainkan produk dari pengalaman.
Hukum pidana Spanyol dan Filipina berkembang dari "kebutuhan yang dirasakan pada zamannya, teori moral dan politik yang berlaku, intuisi kebijakan publik, dan bahkan prasangka yang dimiliki hakim bersama masyarakatnya.
Kutipan pendapat hukum tersebut memberikan pelajaran berharga tentang universalitas prinsip-prinsip hukum pidana yang baik sekaligus pentingnya adaptasi terhadap konteks sosial lokal.