Landmark Decision: Perjanjian One Stop Schooling System dengan Menahan Ijazah

Dengan demikian, perjanjian one stop schooling system tersebut, dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Secara hukum keperdataan, lahirnya perikatan terdiri dari dua bentuk yakni perikatan berdasarkan persetujuan (perjanjian) dan undang-undang, sebagaimana ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata.

​Implementasi perikatan antara lain, tindakan untuk memberikan sejumlah uang, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (vide Pasal 1234 KUHPerdata).

​Berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, di mana syarat sah perjanjian atau persetujuan antara lain adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat perjanjian, adanya objek perjanjian dan tidak bertentangan dengan hukum/peraturan perundang-undangan mengenai objek yang diperjanjikan (klausula halal).

​Pasal 1329 KUHPerdata, menjelaskan prinsipnya setiap subjek hukum berwenang membuat perikatan, kecuali dinyatakan tidak cakap membuat perikatan. 

Adapun yang tidak cakap membuat perikatan antara lain anak yang belum dewasa dan pihak yang dibawah pengampuan, sesuai Pasal 1330 KUHPerdata.

​Perjanjian tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan sebab yang palsu atau yang dilarang tidak memiliki kekuatan hukum (vide Pasal 1335 KUHPerdata).

​Adapun sebab yang terlarang, antara lain bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, melanggar kesusilaan atau melanggar ketertiban umum, sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata.

​Apakah perjanjian one stop schooling system atau konsep pendidikan berkelanjutan yang dibuat dengan syarat menahan ijazah, diperbolehkan menurut ketentuan hukum perdata?

​Guna menjawab pertanyaan dimaksud, penulis akan menguraikan kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4019 K/Pdt/2024 yang telah diputus oleh Majelis Hakim Agung RI Prof. Dr. H. Hamdi, S.H., M.Hum (Ketua Majelis) dengan didampingi oleh Maria Anna Samiyati, S.H., M.H. dan Dr. Lucas Prakoso, S.H., M.Hum. (masing-masing sebagai Hakim Anggota), tanggal 14 November 2024.

​Kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4019 K/Pdt/2024, menjelaskan perjanjian one stop schooling system dengan menahan ijazah jenjang pendidikan sebelumnya, ketika akan naik tingkat/jenjang pendidikan, yang telah ditandatangani oleh para orang tua santri/siswa dengan pihak sekolah in casu Kepala Sekolah, meskipun dibuat dengan kesadaran para pihak, akan tetapi bertentangan dengan norma kemasyarakatan.

​Bertentangan tersebut, dikarenakan ijazah merupakan hak santri/siswa yang telah menyelesaikan jenjang sekolahnya, dan bertentangan dengan norma hukum, disebabkan satuan pendidikan dan dinas pendidikan, tidak diperkenankan untuk menahan dan tidak memberikan ijazah sebagaimana ketentuan Pasal 7 Ayat 8 Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, Teknis, Bentuk dan Tata Cara Pengisian Blangko Ijazah Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2020/2021.

​Maka kesepakatan, tentang program one stop schooling system, yang menahan ijazah jenjang pendidikan sebelumnya, ketika akan naik tingkat/jenjang pendidikan tersebut, dinyatakan batal.

​Lebih lanjut, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4019 K/Pdt/2024, menjelaskan kesepakatan (perjanjian) one stop schooling system yang dibuat para pihak berperkara, dengan menahan ijazah sekolah bilamana tidak melanjutkan jenjang pendidikan seterusnya di sekolah yang sama, bertentangan dengan ketentuan Pasal 1335 KUHPerdata.

​Dengan demikian, perjanjian one stop schooling system tersebut, dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum, serta perjanjian/kesepakatan tersebut, dianggap tidak pernah ada.  

Adapun Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, dipublikasi dalam jurnal Garda Peradilan Volume 1 Nomor 3.

Publikasi kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI melalui jurnal Garda Peradilan oleh Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, ditujukan untuk menyampaikan kaidah hukum penting (Landmark Decision) yang lahir dari Putusan Pengadilan.

Semoga artikel ini, dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi para pembacanya, bagi para hakim dan akademisi hukum​.

Penulis: Adji Prakoso
Editor: Tim MariNews