Perdagangan atau jual beli dalam kehidupan masyarakat, adalah salah satu aktivitas keperdataan yang banyak dijumpai.
Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah perjanjian antar para pihak yang mengikatkan diri, guna menyerahkan suatu benda dan di sisi lain pihak lainnya membayar harga yang diperjanjikan.
Ikatan jual beli dinilai sudah terjadi antar kedua pihak, bilamana penjual dan pembeli mencapai kesepakatan mengenai benda yang dijual dan harganya, walaupun benda tersebut belum diserahkan dan harganya belum dibayar, sebagaimana ketentuan Pasal 1458.
Kepemilikan atas suatu benda, akan benar-benar beralih kepada pihak lain, setelah penyerahan secara langsung untuk benda bergerak dan benda tidak bergerak melalui suatu akta (vide Pasal 1459 KUHPerdata).
Penentuan harga atas benda yang diperjualbelikan, melalui ketetapan atau kesepakatan para pihak. Selain itu, dapat juga melalui penilaian (appraisal) pihak ketiga diluar penjual dan pembeli, sesuai Pasal 1465 KUHPerdata.
Dalam aktivitas jual beli di tengah masyarakat, tidak sedikit ditemukan jual beli yang menggunakan uji coba atau contoh.
Terhadap jenis jual beli dimaksud, barang yang akan dibeli dicoba terlebih dahulu, menggunakan contoh benda yang diberikan penjual. Pihak pembeli akan membeli benda tersebut, sesuai dengan contoh yang diberikan penjual.
Jual beli atas contoh atau percobaan, termasuk perjanjian yang dibuat dengan syarat tangguh, sesuai ketentuan Pasal 1463 KUHPerdata.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1263 KUHPerdata, perjanjian dengan syarat tangguh adalah perikatan yang digantungkan peristiwa atau kondisi yang akan datang dan masih belum tentu terjadi atau digantungkan pada suatu hal yang sudah terjadi, tetapi tidak diketahui kedua belah pihak.
Ketentuan tersebut, juga mengatur dalam syarat tangguh perikatan tidak dapat dilaksanakan sebelum peristiwa atau kondisi tertentu terjadi.
Terhadap perjanjian atas contoh atau uji coba terlebih dahulu, bagaimanakah bilamana benda yang diperjualbelikan ternyata tidak sesuai dengan benda contoh atau yang dicoba pembeli? Bagaimanakah kedudukan uang muka (panjar) yang sebelumnya telah dibayarkan pembeli kepada penjual?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menguraikan kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 668 K/Sip/1973, yang telah ditetapkan menjadi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, sebagaimana buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Seri II Hukum Perdata dan Acara Perdata.
Kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 668 K/Sip/1973, menjelaskan jual beli benda (in casu tembakau dalam perkara a quo) merupakan jual beli atas contoh atau uji coba, maka transaksi jual beli hanya mengikat kedua pihak, bilamana benda (tembakau) yang dilevering (diserahkan) cocok dengan contoh yang ditawarkan.
Dalam perkara a quo, tembakau yang diserahkan ditolak pembeli karena berbeda dengan contoh tembakau yang dijanjikan penjual, maka tuntutan akan pengembalian uang muka dikabulkan.
Sehingga, dapat ditarik kesimpulan jual beli atas contoh atau percobaan terlebih dahulu, yakni seandainya benda yang diserahkan tidak sesuai contoh atau hasil uji coba, perikatan tidak dapat dilaksanakan, karena tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sebagaimana perjanjian syarat tangguh dan jual beli percobaan, sesuai Pasal 1263 dan Pasal 1463 KUHPerdata.
Atas kondisi dimaksud, uang panjar dapat dikembalikan kepada pembeli sebagaimana kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 668 K/Sip/1973, yang telah ditetapkan menjadi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI.
Sebagai informasi, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 668 K/Sip/1973, diputus dalam persidangan terbuka untuk umum tanggal 8 Januari 1976, oleh Majelis Hakim Agung Dr. R Santoso Poedjosoebroto, S.H. (Ketua Majelis) dengan didampingi Sri Widojati Wiratmo Soekito, S.H. dan R. Z Asikin Kusumah Atmadja, S.H. (masing-masing Hakim Anggota).
Semoga artikel dimaksud, dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya, terutama Hakim dan para akademisi Hukum.