Belajar dari Lebah: 4 Filosofi Hidup untuk Mengabdi pada Keadilan

Filosofi lebah bukan sekadar kiasan, tetapi panduan nyata bagi setiap insan peradilan. Dengan meneladani kerja keras, kerja sama, memberi manfaat, dan adaptasi, kita dapat bersama-sama mewujudkan peradilan yang agung, berintegritas, dan senantiasa melayani masyarakat dengan sepenuh hati.
Ilustrasi lebah. Foto istimewa
Ilustrasi lebah. Foto istimewa

Dalam Al-Qur'an, lebah tidak hanya disebut namanya, tetapi juga diabadikan dalam sebuah surat khusus, Surat An-Nahl. Ini bukan tanpa alasan. Hewan kecil ini menyimpan segudang pelajaran berharga yang dapat kita terapkan dalam kehidupan, terutama dalam ranah pengabdian di dunia peradilan. Filosofi hidup lebah menawarkan empat pilar utama yang patut kita teladani, membawa semangat baru bagi setiap insan Mahkamah Agung (MA) dalam mewujudkan peradilan yang agung.

1. Kerja Keras dan Disiplin: Pondasi Integritas Aparatur

Layaknya lebah yang tak kenal lelah mengumpulkan nektar dan membangun sarang, kita pun dituntut untuk bekerja keras dan disiplin dalam setiap tugas. Tantangan pekerjaan yang berat atau berbagai rintangan tidak seharusnya menjadi alasan untuk mengeluh atau bahkan melanggar aturan. Dedikasi tanpa henti adalah kunci.

Dalam konteks Mahkamah Agung, prinsip ini menjadi landasan utama bagi setiap pegawai. Setiap putusan, setiap administrasi, dan setiap pelayanan publik memerlukan komitmen tinggi. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah At-Taubah ayat 105:

"Katakanlah (Nabi Muhammad), 'Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.'"

Ayat tersebut, mengingatkan kita bahwa setiap usaha akan dilihat dan dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun di akhirat.

2. Kerja Sama dan Solidaritas: Pilar Agung Peradilan

Lebah hidup dalam komunitas yang sangat terorganisir, saling membantu dan mendukung untuk mencapai tujuan bersama. Setiap lebah memiliki perannya masing-masing, dan kolaborasi adalah kekuatan mereka. Filosofi ini sangat relevan dalam organisasi Mahkamah Agung.

Mewujudkan peradilan yang agung bukanlah pekerjaan individu, melainkan hasil dari kerja sama dan solidaritas seluruh elemen. Dari hakim hingga panitera, dari staf administrasi hingga juru sita, setiap satuan kerja membutuhkan sinergi untuk memberikan pelayanan terbaik. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 2:

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..."

serta surat Al-Hujurat ayat 10:

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Ayat-ayat tersebut menegaskan pentingnya kebersamaan dan persaudaraan dalam mencapai kebaikan.

3. Memberi Manfaat: Menjadi Pelayan Keadilan yang Berdampak

Lebah tidak hanya mengambil, tetapi juga menghasilkan madu yang berlimpah manfaat bagi kehidupan. Ini mengajarkan kita prinsip memberi manfaat. Di mana pun kita ditempatkan dalam lembaga peradilan, kita memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi terbaik yang berdampak positif bagi lingkungan sekitar dan masyarakat.

Menjadi pelayan keadilan berarti kita harus berorientasi pada kemaslahatan publik, memastikan setiap tindakan kita menghasilkan kebaikan dan mempermudah akses keadilan.

Prinsip ini selaras dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang berbunyi, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ath-Thabrani).

Pengabdian kita harus senantiasa menjadi sumber kebaikan bagi para pencari keadilan.

4. Adaptasi dan Fleksibilitas: Inovasi di Tengah Perubahan Zaman

Dunia terus bergerak, hukum berkembang, dan tantangan yang dihadapi peradilan kian kompleks. Lebah dikenal memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan. Sikap ini sangat krusial bagi aparatur peradilan untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Contoh nyata dari adaptasi ini terlihat pada inovasi di Mahkamah Agung. Sebelum 2019, absensi pegawai masih mengandalkan fingerprint. Namun, ketika pandemi Covid-19 melanda, kebutuhan akan solusi baru melahirkan aplikasi SIKEP yang memungkinkan absensi online melalui smartphone. Inovasi ini tidak hanya menjawab tantangan saat itu, tetapi juga terus digunakan hingga kini, membuktikan bahwa adaptasi melahirkan solusi dan efisiensi.

Hal itu juga sejalan dengan surah Ar-Ra'du (13): 11 yang menegaskan,

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah diri mereka sendiri."

Ayat tersebut menggarisbawahi peran aktif kita dalam melakukan perubahan dan perbaikan diri demi kemajuan institusi dan pelayanan keadilan.

Filosofi lebah bukan sekadar kiasan, tetapi panduan nyata bagi setiap insan peradilan. Dengan meneladani kerja keras, kerja sama, memberi manfaat, dan adaptasi, kita dapat bersama-sama mewujudkan peradilan yang agung, berintegritas, dan senantiasa melayani masyarakat dengan sepenuh hati.

Penulis: M. Yanis Saputra
Editor: Tim MariNews