Pendahuluan
Transformasi digital telah menyentuh hampir di seluruh aspek dan telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor kehidupan manusia termasuk dalam bidang hukum dan peradilan. Salah satu inovasi yang tengah menjadi perhatian dunia dari adanya transformasi digital ini adalah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Di Indonesia, Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi memiliki peran penting dalam memastikan tercapainya peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan. Dalam konteks itu, AI membuka peluang besar dalam mendukung efisiensi dan efektivitas kerja di lingkungan peradilan, dapat menjadi katalisator bagi modernisasi birokrasi dan percepatan penyelesaian perkara, khususnya dalam mendukung tugas-tugas asisten Hakim Agung dan panitera pengganti.
Panitera pengganti merupakan organ kelengkapan majelis hakim yang tugas utamanya membantu Majelis Hakim Agung dalam pencatatan jalannya persidangan. Panitera pengganti pada Mahkamah Agung diangkat dari hakim pengadilan tingkat pertama yang sudah memiliki masa kerja sebagai hakim minimal sepuluh tahun. Para panitera pengganti ini ditempatkan pada masing-masing Hakim Agung yang sekaligus berperan sebagai asisten dari Hakim Agung yang bersangkutan.
Panitera pengganti yang berperan sebagai asisten Hakim Agung mempunyai fungsi sebagai motor teknis yudisial yang mengolah, mengkaji, dan menyusun dokumen perkara sebelum diputuskan oleh Majelis Hakim Agung. Oleh karena itu, kehadiran teknologi seperti AI patut dipertimbangkan secara strategis untuk menunjang efektivitas kerja tanpa menggeser prinsip independensi dan integritas kekuasaan kehakiman.
A. Peran Strategis Asisten/Panitera Pengganti di Mahkamah Agung
Tugas Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung meliputi:
1. Melakukan pencatatan berkas perkara yang diterima dari panitera muda pada tim;
2. Mengetik konsep putusan hasil musyawarah majelis yang akan diucapkan;
3. Menyampaikan putusan yang telah selesai diketik untuk diteliti dan diperiksa atau koreksi oleh Hakim Agung pembaca pertama;
4. Melaksanakan minutasi atau penyelesaian perkara yang telah diputus Majelis Hakim Agung pada tim;
Tugas Asisten Hakim Agung antara lain:
1. Mempelajari berkas perkara dan menyusun resume perkara;
2. Mengidentifikasi isu hukum yang relevan dan krusial;
3. Menyusun pendapat hukum (adviesblaad) sebagai bahan musyawarah Majelis Hakim;
4. Asisten hakim dapat diminta untuk mengkoordinasikan kegiatan di lingkungan majelis hakim, seperti rapat-rapat atau persiapan persidangan.
5. Asisten hakim dapat melakukan riset hukum untuk mendukung hakim dalam memutus perkara.
6. Asisten hakim juga bertugas mengoreksi kesalahan ketik atau redaksional pada draf putusan sebelum putusan tersebut final.
Setiap tahun, jumlah volume perkara di Mahkamah Agung selalu mengalami kenaikan baik perkara kasasi maupun peninjauan kembali, sehingga demikian beban kerja teknis Hakim Agung dan kepaniteraan sangat tinggi.
Pengiriman berkas kasasi secara elektronik ke Mahkamah Agung (MA) sudah berlaku efektif mulai 1 Mei 2024. Pengiriman dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Perkara Pengadilan (SIPP). Berkas perkara fisik tidak perlu lagi dikirim melalui jasa ekspedisi pengiriman paket/pos. Hal ini telah membawa perubahan yang positif terhadap penanganan perkara menjadi lebih cepat dan efisien oleh karenanya diperlukan dukungan teknologi mutakhir agar kualitas penanganan perkara tetap terjaga.
B. Peluang Pemanfaatan AI dalam Mendukung Tugas Asisten/Panitera Pengganti
Beberapa bentuk pemanfaatan AI yang dapat diadopsi di Mahkamah Agung:
1.Otomatisasi Penyusunan Resume Perkara dan Adviesblaad
Dengan algoritma Natural Language Processing (NLP), AI dapat menelaah ribuan halaman dokumen perkara baik itu dalam bundel A maupun bundel B untuk disarikan menjadi resume atau Adviesblaad yang sistematis. Ini akan mempercepat proses awal yang biasanya sangat menyita waktu dan tenaga apabila dibaca dan disusun secara manual oleh asisten.
2. Pengenalan Pola dan penyusunan yurisprudensi
AI dapat menganalisis ribuan putusan yang telah diunggah ke Direktori Putusan Mahkamah Agung untuk mencari pola yurisprudensi. Sistem ini akan membantu asisten mengidentifikasi putusan-putusan mirip/sejenis yang relevan dengan perkara yang sedang diproses sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan agar dalam pengambilan putusan tidak terjadi disparitas antarputusan.
3. Deteksi Inkonsistensi atau Kesalahan Redaksional
AI mampu mendeteksi perbedaan pendapat antarputusan yang semestinya serupa secara normatif. Sistem ini bisa memberi sinyal kepada panitera pengganti atau Hakim Agung untuk mengantisipasi potensi ketidakkonsistenan dalam pendapat hukum atau putusan.
4. Penyempurnaan Tata Bahasa dan Ejaan Dokumen
AI dengan teknologi grammar-checking tingkat lanjut dapat membantu menyempurnakan redaksi pendapat hukum, baik dari sisi struktur, ejaan, maupun logika hukum yang digunakan sehingga lebih rapi, konsisten, dan sesuai dengan kaidah EYD serta bahasa hukum yang baku.
C. Tantangan Pemanfaatan AI di Mahkamah Agung
Walaupun menawarkan banyak manfaat, implementasi AI di Mahkamah Agung tidak bebas dari tantangan. Beberapa tantangan utama antara lain:
1. Etika dan Independensi Peradilan
AI tidak boleh menggantikan fungsi penilaian hukum yang menjadi domain eksklusif manusia. Keputusan hukum adalah hasil dari proses intelektual, etis, dan kadang moral, yang belum bisa dilakukan AI secara penuh. Penilaian dan pengambilan putusan tetap dilakukan kasus per kasus (case by case) tidak dapat disamaratakan. Pertimbangan tetap menjadi domain dari Hakim Agung, tidak boleh serta merta diserahkan kepada AI untuk mengambil keputusan;
2. Kerahasiaan dan Keamanan Data
Perkara yang ditangani oleh Mahkamah Agung seringkali melibatkan data rahasia negara, perkara anak, perkara perceraian, perkara yang memuat tindak pidana seksual atau informasi sensitif lainnya. Implementasi AI harus disertai sistem keamanan siber kelas tinggi untuk mencegah kebocoran data.
3. Keterbatasan Pemahaman Kontekstualisasi Hukum
Meskipun AI dapat membaca dokumen, namun pemahaman terhadap konteks sosial, budaya, nilai keadilan, serta prinsip-prinsip yuridis tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada mesin. AI belum mampu menafsirkan hukum secara normatif dan filosofis sebagaimana manusia.
4. Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur
Pemanfaatan AI membutuhkan infrastruktur teknologi yang andal dan SDM yang memiliki literasi digital tinggi. Mahkamah Agung perlu mempersiapkan pelatihan berkelanjutan dan anggaran untuk mendukung transformasi digital ini. Diperlukan pelatihan khusus bagi Asisten dan panitera pengganti agar dapat bekerja bersama AI secara efektif. Mahkamah Agung juga perlu berinvestasi dalam infrastruktur digital yang memadai karena untuk menggunakan AI yang bagus harus berbayar.
D. Rekomendasi Strategis
1. Penyusunan Roadmap Transformasi Digital Mahkamah Agung
Menyusun peta jalan (roadmap) implementasi teknologi AI secara bertahap dan terukur, disertai kebijakan etik yang mengikat termasuk meningkatkan/merevisi blue print Mahkamah Agung yang sudah ada di bidang pemanfaatan teknologi dan informasi.
2. Pelatihan dan Pendidikan Digital
Memberikan pelatihan intensif kepada asisten dan panitera pengganti agar memiliki literasi digital dan pemahaman teknis terhadap cara kerja AI sehingga dapat memanfaatkan AI dalam membantu pekerjaan sehari-hari utamanya terkait dengan penanganan perkara.
3. Pilot Project Terbatas
Menggunakan proyek percontohan dalam penanganan perkara (misal: perkara narkotika atau pajak atau perkara lain yang dominan seringkali menjadi perkara di Mahmaham Agung) misal dalam pembuatan resume perkara Narkotika, pembuatan petikan dan putusan, koreksi petikan dan putusan sebelum diimplementasikan secara luas.
4. Kemitraan Strategis
Menggandeng universitas, lembaga riset, dan pihak swasta untuk mengembangkan sistem AI berbasis kebutuhan hukum Indonesia untuk dapat diimplementasikan di Mahkamah Agung, bukan hanya adaptasi luar negeri.
5. Evaluasi dan Pengawasan Berkelanjutan
Membangun satuan pengawas internal yang bertugas mengevaluasi kinerja sistem AI agar tetap dalam batas fungsi bantuan, bukan pengambil keputusan.
Penutup
Pemanfaatan Artificial Intelligence dalam mendukung tugas Asisten Hakim Agung dan Panitera Pengganti di Mahkamah Agung merupakan peluang besar untuk mentransformasi proses peradilan yang lebih modern, efisien, dan adaptif terhadap perkembangan zaman, cepat, akurat dan meminimalisir kesalahan, baik teknikal maupun klerikal. Namun, di tengah potensi tersebut,
Mahkamah Agung juga harus bijaksana dalam menjaga keseimbangan antara efisiensi teknologi dan keadilan yang bersifat manusiawi terutama dalam hal pengambilan keputusan yang hanya bisa dijangkau oleh Hakim Agung bukan oleh teknologi.
AI bukan pengganti akal sehat, nurani, dan rasa keadilan para penegak hukum, tetapi mitra cerdas yang jika dikelola dengan baik, dapat mempercepat langkah Mahkamah Agung menuju peradilan berbasis digital yang berintegritas, modern, dan inklusif.