Di era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan (AI) kini mulai menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam dunia hukum. Di tengah lonjakan penggunaan teknologi, muncul pertanyaan penting: apakah mungkin suatu hari nanti, robot atau sistem berbasis AI dapat menggantikan hakim manusia dalam mengadili perkara?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami dua hal utama. Pertama, pengertian proses peradilan. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, proses peradilan adalah rangkaian kegiatan mulai dari pengajuan gugatan atau tuntutan hingga adanya putusan yang mengikat dan dapat dilaksanakan. Proses ini bukan hanya soal penerapan aturan hukum, tetapi juga soal rasa keadilan dan empati.
Kedua, penting memahami apa itu algoritma. Menurut Nick Bostrom, pakar AI dari Oxford University, algoritma adalah serangkaian instruksi logis dan matematis yang digunakan mesin untuk menyelesaikan masalah atau membuat keputusan. Meskipun algoritma dapat dianalisis dan diprogram, ia tidak memiliki nurani atau intuisi seperti manusia.
Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga yudikatif telah mengambil langkah bijak dengan menerapkan sistem teknologi informasi seperti e-court dan e-litigation. Langkah ini menunjukkan keterbukaan terhadap kemajuan teknologi, tanpa mengorbankan prinsip keadilan. MA memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi administratif, bukan untuk menggantikan tugas inti hakim.
Namun demikian, penggunaan AI dalam peradilan tetap menyisakan tantangan etis. Putusan hukum bukanlah semata hasil logika kaku. Hakim harus menimbang konteks sosial, latar belakang terdakwa, serta dampak sosial dari setiap keputusan. Di sinilah peran manusia tak tergantikan.
Dalam konteks ini, peran MA sangat krusial. Selain menetapkan regulasi tentang pemanfaatan teknologi peradilan, MA juga bertugas menjaga agar proses pengambilan keputusan tetap manusiawi dan tidak hanya didikte oleh sistem. MA perlu menyusun kebijakan etis terkait AI agar tidak disalahgunakan.
Harapannya, teknologi tetap menjadi alat bantu, bukan pengganti keadilan itu sendiri. AI memang bisa membantu meringankan beban administratif, namun sentuhan nurani tetap harus dimiliki oleh para hakim sebagai penjaga keadilan di tengah tantangan era digital.