Dari Ruang Sidang ke Pasar: Putusan Hakim Menggerakkan Ekonomi Bangsa

Hakim bukan sekadar pemutus sengketa antara dua pihak. Putusan mereka adalah pesan yang dibaca oleh investor, pelaku usaha, dan masyarakat luas
Ilustrasi hukum dan ekonomi : Foto : Freepik.com
Ilustrasi hukum dan ekonomi : Foto : Freepik.com

Di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian, Indonesia berusaha meneguhkan pijakannya melalui kombinasi kebijakan fiskal dan penguatan institusi hukum. 

Presiden Prabowo Subianto sejak awal masa pemerintahannya, menekankan pentingnya disiplin fiskal, pengelolaan devisa hasil ekspor, serta paket kebijakan ekonomi yang diarahkan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan menarik investasi. 

Namun, kebijakan ekonomi yang ambisius ini tidak akan berjalan mulus tanpa fondasi hukum yang kokoh. Di sinilah peran hakim menjadi krusial. Dari ruang sidang, mereka mengirimkan sinyal ke pasar tentang keadilan, kepastian, dan kemanfaatan aturan hukum Indonesia.

Hakim bukan sekadar pemutus sengketa antara dua pihak. Putusan mereka adalah pesan yang dibaca oleh investor, pelaku usaha, dan masyarakat luas. Saat hakim menegakkan hukum dan keadilan dengan konsisten, maka pasar merespon dengan kepercayaan. 

Hakim dengan putusannya, mampu melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan, akan berdampak terhadap daya beli masyarakat yang meningkat. 

Ketika hakim memberikan putusan terhadap kasus korupsi dengan tegas, maka stabilitas fiskal yang dicanangkan Presiden Prabowo, akan memperoleh legitimasi. Dapat dikatakan ruang sidang hakim, adalah panggung awal dari pergerakan ekonomi bangsa.

Kebijakan Presiden Prabowo yang mewajibkan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) di dalam negeri, yang dituangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, hanya akan efektif bila ada kepastian hukum yang menegakkan aturan tersebut. 

Hakim independen memastikan pelanggaran terhadap kebijakan DHE SDA tersebut, ditindak dengan tegas dan adil dalam putusannya, sehingga investor asing melihat komitmen serius Indonesia menjaga stabilitas moneter.
 
Begitu pula kebijakan fiskal yang menargetkan defisit anggaran tetap terkendali di bawah 3% dari PDB. Tanpa hakim yang mampu menegakkan aturan pajak dan menyelesaikan sengketa fiskal secara tegas, kebijakan ini akan kehilangan daya dorongnya.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan pentingnya stabilitas sistem keuangan nasional. 

Ia mendorong insentif fiskal bagi daerah yang berhasil menekan angka stunting, serta menyiapkan kerangka kebijakan guna menjaga ketahanan fiskal jangka panjang.
 
Insentif fiskal ini, hanya akan benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bila hakim mampu memberikan putusan yang tegas terhadap kasus penyelewengan insentif fiskal daerah. 

Putusan yang tegas terhadap penyalahgunaan insentif fiskal, akan memperkuat kepercayaan publik bahwa kebijakan fiskal benar-benar berpihak pada rakyat, bukan sekadar angka di atas kertas.

Kesejahteraan hakim sendiri menjadi faktor penentu dalam rantai sebab-akibat ini. Negara-negara Skandinavia menunjukkan kesejahteraan hakim yang tinggi, berbanding lurus dengan rendahnya tingkat korupsi dan tingginya kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
 
Indonesia, dengan ambisi kebijakan ekonomi yang besar di bawah kepemimpinan Prabowo dan koordinasi fiskal Purbaya, perlu memastikan bahwa hakim memiliki kesejahteraan yang layak, agar putusan mereka benar-benar menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi.

Efek domino dari putusan hakim yang adil sangat nyata. Putusan yang berkeadilan akan meningkatkan kepercayaan publik, kepercayaan publik menciptakan stabilitas sosial, stabilitas sosial menarik investasi, investasi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Dari ruang sidang ke pasar, rantai ini bergerak tanpa henti. 

Kebijakan fiskal Presiden Prabowo yang dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti paket stimulus ekonomi, akan lebih efektif bila masyarakat percaya bahwa kebijakan dijalankan tanpa diskriminasi hukum. 

Begitu pula kebijakan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyiapkan insentif fiskal bagi daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hanya akan berhasil bila hakim memberikan putusan yang tegas dan berkepastian hukum, terhadap penyelewengan dana insentif fiskal tersebut, sehingga pada akhirnya dana insentif fiskal dari Pemerintah Pusat, akan digunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat.

Perbandingan internasional memperkuat argumen ini, juga diperlihatkan Singapura, dengan sistem hukum yang kuat dan hakim yang sejahtera, berhasil menjadi pusat investasi global. 

Indonesia, dengan kebijakan ekonomi yang sedang diperkuat, memiliki peluang besar untuk menapaki jalur yang sama, asalkan reformasi hukum berjalan seiring dengan kebijakan fiskal dan moneter.

Tantangan Indonesia memang tidak kecil. Namun, reformasi yang mengintegrasikan kebijakan ekonomi dengan penguatan hukum dapat menjadi jalan keluar. 

Program strategis Kementerian Keuangan yang dirancang untuk periode 2025–2029, misalnya, dapat disinergikan dengan program kesejahteraan hakim. Dengan begitu, rule of law tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi.

Pada akhirnya, benang merahnya jelas, yakni kebijakan ekonomi Presiden Prabowo dan kebijakan fiskal Menteri Keuangan Purbaya, hanya akan mencapai tujuan bila didukung oleh putusan hakim yang berkeadilan, memiliki kepastian hukum, dan bermanfaat. 

Dari ruang sidang ke pasar. Hukum yang kuat dan hakim yang sejahtera adalah jembatan menuju kesejahteraan masyarakat. 

Tanpa itu, kebijakan ekonomi hanya akan menjadi angka di atas kertas. Dengan itu, angka berubah menjadi kesejahteraan nyata bagi bangsa. 

Putusan Hakim yang adil, dan berkepastian hukum, akan melahirkan kepercayaan, kepercayaan menstabilkan pasar, pasar menarik investasi, investasi mengangkat produksi dan pendapatan, pendapatan mengalir ke kesejahteraan masyarakat. 

Singkatnya, dari pasal-pasal, menuju ruang sidang, kemudian dirasakan pasar, hingga sampai ke piring-piring makan masyarakat.