Di Balik Tirai Santun: Mengungkap Fakta Miris KDRT dan Kunci Mewujudkan Keluarga Sakinah

Sebagai negara yang dikenal santun, Indonesia menghadapi kenyataan pahit bahwa kekerasan rumah tangga (KDRT) masih menjadi isu serius.
Ilustrasi KDRT. Foto Pixabay
Ilustrasi KDRT. Foto Pixabay

Keluarga sering digambarkan sebagai sebuah bahtera yang berlayar di samudra kehidupan. Ayah sebagai nahkoda, ibu dan anak-anak sebagai awak kapal. Kelancaran pelayaran ini sangat bergantung pada kebijaksanaan sang nahkoda. Namun realitanya, tak sedikit bahtera rumah tangga yang oleng, terombang-ambing, bahkan karam. Korban utamanya tak lain adalah para awak kapal: istri dan anak-anak.

Sebagai negara yang dikenal santun, Indonesia menghadapi kenyataan pahit bahwa kekerasan rumah tangga (KDRT) masih menjadi isu serius. Data terbaru menunjukkan, santun hanyalah topeng sosial, sementara di balik pintu, kekerasan tak jarang menjadi bagian dari dinamika keluarga. Kekerasan ini tidak hanya merusak harkat dan martabat manusia, tetapi juga menjadi penghinaan terhadap kemanusiaan.

Data terbaru dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2024 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Selama kurun waktu 2023, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 339.782 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan di ranah privat, termasuk KDRT, mendominasi dengan total 16.656 kasus.

Analisis lebih mendalam menunjukkan bahwa Kekerasan Terhadap Istri masih menjadi kasus paling menonjol, mencapai 7.300 kasus atau 43,8% dari total KDRT. kekerasan terhadap anak perempuan, dan kekerasan seksual juga menyumbang angka yang signifikan, menunjukkan bahwa lingkaran kekerasan tak hanya terjadi dalam pernikahan.

Bentuk kekerasan yang paling sering terjadi adalah kekerasan fisik (38%), diikuti kekerasan seksual (30%), psikis (23%), dan ekonomi (9%). Data ini memperjelas bahwa KDRT adalah kejahatan berbasis gender, dengan perempuan sebagai korban utama. Fakta ini juga sejalan dengan temuan studi global yang menunjukkan bahwa perempuan yang secara finansial bergantung pada pasangannya dan memiliki tingkat pendidikan rendah lebih rentan menjadi korban.

Islam dan Keadilan: Meluruskan Ayat tentang KDRT

Agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, secara tegas mengajarkan pentingnya membangun keluarga yang harmonis, dilandasi sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ajaran ini menekankan bahwa keluarga adalah anugerah Ilahi yang harus disyukuri.

Islam sangat memuliakan perempuan dan melarang keras kekerasan. Suami diperintahkan untuk bergaul dengan istri secara patut, bahkan jika ada ketidaksesuaian. Rasulullah SAW bersabda, "Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya." (HR. Tirmizi). Ini adalah peringatan tegas bahwa suami yang melakukan kekerasan bukanlah bagian dari umat yang baik.

Penting untuk meluruskan pemahaman terhadap surah An-Nisa ayat 34 tentang "nusyuz" (pembangkangan istri) dan kata "wadhribuhunna" yang sering disalahartikan sebagai justifikasi untuk memukul istri. Para ulama modern dan ahli tafsir bersepakat, kata tersebut memiliki makna yang sangat luas dan dalam konteks mendidik istri yang nusyuz, makna pukulannya adalah pukulan yang tidak melukai dan hanya bersifat simbolis. Lebih dari itu, langkah-langkah persuasif seperti menasihati dan pisah ranjang harus didahulukan.

Pada intinya, KDRT tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam yang mengedepankan kasih sayang dan kedamaian. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juga sejalan dengan prinsip ini, mendefinisikan KDRT sebagai perbuatan yang menyebabkan penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran.

Membangun keluarga yang utuh dan bahagia membutuhkan komitmen untuk mengikuti ajaran agama dan hukum negara. Hanya dengan begitu, bahtera keluarga dapat berlayar dengan aman, menciptakan generasi yang tangguh, dan mewujudkan Indonesia yang benar-benar santun.

Penulis: M. Yanis Saputra
Editor: Tim MariNews