Sistem peradilan pidana di Indonesia tengah menyongsong perubahan di tahun 2026. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP 2023 yang merupakan karya anak bangsa akan menggantikan keberlakuan KUHP lama peninggalan pemerintahan kolonial Belanda tepat saat pergantian tahun 2026. Perubahan ketentuan hukum pidana tersebut mengisyaratkan akan banyaknya perubahan mendasar.
Apalagi mengingat ketentuan KUHP lama yang telah mengakar dalam praktek peradilan sejak sebelum masa kemerdekaan. Bagi lembaga peradilan, kondisi tersebut menuntut perubahan paradigma aparatur peradilan khususnya hakim dalam memutus perkara pidana.
Pidana sebagai ultimum remedium, maka seyogianya pemidanaan sebagai hasil akhirnya ditegakkan dengan suatu tujuan tertentu. KUHP lama tidak mengatur mengenai tujuan pemidanaan atau falsafah pemidanaan tersebut. Paradigma Hakim dalam memutus perkara pada era KUHP lama dibentuk mengikuti praktek peradilan dan perkembangan teori pemidanaan (Hiariej, 2025).
Dalam literatur dikenal beberapa teori pemidanaan, di antaranya teori pembalasan/retributif, teori tujuan, dan teori gabungan, sampai dengan perkembangan teori pemulihan/keadilan restoratif.
Dalam KUHP 2023, pembentuk undang-undang menghendaki agar sistem peradilan pidana di Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan dan falsafah pemidanaan tertentu.
Pasal 51 KUHP 2023 menentukan secara limitatif 4 (empat) jenis tujuan pemidanaan di Indonesia. Pertama, pemidanaan bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat, kedua untuk memasyarakatkan terpidana dengan mengadalan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna, ketiga untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat tindak pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat, dan keempat untuk menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Persiapan menuju pemberlakuan KUHP 2023
Tujuan atau falsafah pemidanaan dalam KUHP 2023 sebenarnya bukan hal baru dalam praktik peradilan pidana Indonesia. Sejumlah peraturan di luar KUHP lama telah lebih dulu mengadopsi perkembangan teori pemidanaan.
UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), misalnya, memperkenalkan lembaga diversi sebagai perubahan mendasar menuju keadilan restoratif (restorative justice). Mahkamah Agung menindaklanjutinya melalui PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi di Pengadilan.
Dalam pemulihan hak korban, MA juga menerbitkan PERMA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Permohonan Restitusi dan Kompensasi. Terbaru, MA menggalakkan penerapan keadilan restoratif terintegrasi dengan proses persidangan melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menghadapi era perubahan ini, Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat mempersiapkan diri menyambut berlakunya KUHP 2023. Para hakim berupaya menghadirkan putusan berkeadilan dengan fokus pada pemulihan konflik. Hingga semester I-2025, PN Sungailiat telah menjatuhkan 44 putusan pidana berbasis keadilan restoratif sesuai PERMA 1/2024, setara 16,5% dari seluruh perkara pidana yang masuk pada periode yang sama.
Pencapaian ini menjadi langkah penting PN Sungailiat dalam mewujudkan peradilan pidana yang lebih humanis, berorientasi pada pemulihan, dan selaras dengan semangat KUHP 2023.
Pendekatan pemulihan dalam perkara terkait anak
Penyelesaian perkara pidana terkait anak dengan pendekatan pemulihan dan penyelesaian konflik juga menjadi salah satu prioritas hakim Pengadilan Negeri Sungailiat. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan berbagai ketentuan terkait secara konsisten dalam penyelesaian perkara terkait anak.
Dalam perkara Nomor 3/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl dan perkara Nomor 15/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl, hakim selaku fasilitator diversi berhasil mendamaikan konflik antara anak dengan korban tindak pidana dalam musyawarah diversi dengan berpedoman pada ketentuan UU SPPA dan PERMA 1 Tahun 2014.
Selanjutnya dalam perkara Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl, hakim anak menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan restitusi dari anak korban dengan membebankan kewajiban pembayaran sejumlah uang kepada orang tua anak pelaku dengan mendasarkan pada ketentuan PERMA 1 Tahun 2022.
Selain itu, dalam perkara Nomor 12/Pid.Sus-Anak/2025/PN Sgl hakim anak menjatuhkan putusan berupa pidana pelayanan masyarakat. Putusan ini diambil dengan dasar kepentingan terbaik bagi anak (best interest of child) yang bertujuan untuk menghindarkan anak pelaku dari pidana yang bersifat perampasan kemerdekaan sebagaimana amanat UU SPPA.
Ketua Pengadilan Sungailiat Melinda Aritonang, S.H., dalam keterangannya menegaskan, aparatur Pengadilan Negeri Sungailiat sudah harus membiasakan diri dengan penerapan penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan keadilan restoratif.
"Lebih khusus lagi bagi para hakim, penerapan KUHP 2023 yang sudah di depan mata menuntut kita untuk membiasakan diri untuk mengupayakan penyelesaian secara damai dalam setiap perkara pidana yang disidangkan, tanpa menunggu mulai berlakunya KUHP 2023 di 2026,” papar dia.
Dengan melakukan praktek pembiasaan tersebut, diharapkan Pengadilan Negeri Sungailiat sudah siap menerapkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP 2023 pada saatnya nanti.
Penutup
Tugas pengadilan dalam menghadirkan keadilan bagi para pencari keadilan bukanlah hal yang mudah dicapai. Namun bukan target yang mustahil untuk diraih. Untuk mencapai hal tersebut aparatur peradilan dituntut untuk mengubah perspektif mengikuti arus perubahan yang dilakukan melalui KUHP 2023.
2026 tinggal menghitung bulan kedatangannya. Untuk mencapai hal tersebut aparatur Pengadilan Negeri Sungailiat telah berupaya melakukan pembiasaan penerapan pendekatan pemulihan konflik dalam perkara pidana dan prinsip keadilan restoratif dengan berdasarkan aturan-aturan di luar KUHP lama yang sudah ada. Sehingga pada waktunya nanti diharapkan seluruh aparatur Pengadilan Negeri Sungailiat khususnya para hakim sudah mampu menerapkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP 2023 dengan sebaik-baiknya.
Sehingga, putusan-putusan yang dihasilkan juga mampu menghadirkan keadilan yang benar-benar hidup di tengah masyarakat pencari keadilan. Hal ini tentu akan berkontribusi positif dalam pencapaian visi Pengadilan Negeri Sungailiat yakni, “Terwujudnya Pengadilan Negeri Sungailiat Yang Agung.”