Kasus Kue Tart Beracun, Cetuskan Doktrin Dolus Eventualis

Salah satu bentuk kesengajaan yang paling menarik dikaji, adalah sengaja dengan sadar kemungkinan (voorwaardelijk opzet atau dolus eventualis).
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto  Unsplash
Ilustrasi putusan pengadilan. Foto Unsplash

Pasal 36 KUHP Nasional menyebutkan suatu tindak pidana hanya dapat dimintai pertanggungjawaban jika dilakukan dengan sengaja (opzet) atau kealpaan (culpa). 

Ketentuan ini merupakan penegasan prinsip tiada pidana, tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Menurut pasal tersebut, suatu tindak pidana selalu diasumsikan dilakukan dengan sengaja. Kesalahan dalam bentuk kealpaan hanya dapat dipidana, bilamana ditentukan secara tegas oleh peraturan perundang-undangan.

Salah satu bentuk kesengajaan yang paling menarik dikaji, adalah sengaja dengan sadar kemungkinan (voorwaardelijk opzet atau dolus eventualis). 

Artinya, pelaku dapat menyadari dan memperkirakan kemungkinan terjadinya suatu akibat, namun tetap melakukan perbuatan tersebut. 

Di Jerman, gagasan semacam ini disebut in Kauf nehmen, yang diterjemahkan Moeljatno sebagai apa boleh buat. 

Salah satu putusan di Belanda yang paling awal menerapkan doktrin voorwaardelijk opzet adalah Hoornse taart arrest (HR 19 Juni 1911, W 9203).

Di perkara ini, seorang pensiunan pegawai negeri bernama Beek (63) menyimpan dendam terhadap Markus, pedagang di Kota Hoorn. Pada 28 September 1910, ia membeli sebuah kue tart di sebuah toko di Kota Haarlem dan mencampurkan sejumlah racun tikus yang mengandung arsenik trioksida.

Keesokan harinya, Beek mengirimkan paket tart melalui kantor pos Amsterdam ke alamat Markus di Hoorn, yang diterima pada hari itu juga. 

Sorenya, kue tart tersebut dimakan oleh istri Markus yang bernama Musman. Ia lalu mulai menunjukkan gejala keracunan, sebelum akhirnya meninggal dunia pada 30 September 1910, akibat overdosis arsenik. 

Pengadilan Tinggi Amsterdam, kemudian mengadili perkara Beek dan menjatuhkan vonis penjara seumur hidup pada 9 Maret 1911. 

Menurut majelis, Beek telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan (moord) terhadap Musman, serta percobaan pembunuhan (poging tot moord) kepada Markus. Vonis ini sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Distrik Alkmaar tanggal 13 Desember 1910.

Beek kemudian mengajukan kasasi ke Hoge Raad (HR) dengan alasan judex facti tidak cukup memperhatikan terbuktinya unsur pembunuhan berencana. Padahal, paket tart beracun sebenarnya ditujukan kepada Markus, bukan Musman. 

HR lalu memberikan pertimbangan sebagai berikut:

  • Bahwa pada saat bersiap mengirim kue beracun, Terdakwa memiliki keyakinan siapa pun yang memakan kue itu akan mati akibat racun tikus yang terkandung di dalamnya;
  • Bahwa Terdakwa mengetahui Markus telah menikah dan tinggal dengan Musman di alamat tujuan pengiriman kue;
  • Bahwa dalam melaksanakan rencananya tersebut, Terdakwa juga telah memperhitungkan Musman;
  • Bahwa Terdakwa tidak melakukan apa pun untuk mencegah Musman ikut memakan kue bersama penerima yang dituju, yakni Markus, yang tinggal serumah dengannya;
  • Bahwa dalam pengiriman kereta dari Amsterdam ke Hoorn, Terdakwa memahami secara jelas dan memiliki harapan yang kuat bahwa Musman kemungkinan besar akan memakan kue tersebut;
  • Bahwa, meskipun masih ada waktu untuk menghindari hal itu, Terdakwa tetap tak melakukan apa pun untuk mencegah Musman memakan kue tersebut;
  • Bahwa dari keterangan-keterangan Terdakwa, Pengadilan Tinggi (Hof) dapat dan karenanya berhak menarik petunjuk-petunjuk untuk pembuktian, sekalipun motif Terdakwa semata-mata hanya ingin menyingkirkan Markus, namun rencana sebelumny,a juga mencakup pembunuhan terhadap orang-orang yang mungkin memakan kiriman kue untuk Markus, termasuk korban Musman yang telah meninggal dunia;”

Berdasarkan uraian sebelumnya, HR membenarkan penilaian Pengadilan Tinggi Amsterdam mengenai voorwaardelijk opzet. 

Artinya, meski tidak secara langsung menghendaki kematian Musman, Beek menyadari sepenuhnya kemungkinan ini dapat terjadi dan ia gagal melakukan pencegahan yang memadai, bahkan terkesan mengabaikan kemungkinan tersebut. 

Maka dari itu, Beek dianggap menyetujui risiko kematian Musman sebagai konsekuensi atas tindakannya mengirim tart beracun.

Kasus Sate Sianida

Pada tahun 2021, Pengadilan Negeri (PN) Bantul juga pernah mengadili perkara yang mirip dengan Hoornse taart arrest. 

Peristiwa dimaksud, karena Terdakwa menyimpan dendam terhadap Tomi Astanto, Terdakwa (25) mengirimkan dua kotak makanan berisi sate ayam yang telah dicampur garam sianida, melalui perantara tukang ojek bernama Bandiman. 

Namun, setelah tiba di alamat tujuan, istri Tomi menolak kiriman karena tidak mengenali pengirim. Sate tersebut akhirnya diberikan kepada Bandiman dan dibawa pulang. 

Sesampainya di rumah, keluarga Bandiman mengonsumsi sate ayam sebagai menu berbuka puasa. 

Malangnya, anak Bandiman yang berusia 10 tahun meninggal dunia karena keracunan sianida. 

PN Bantul menjatuhkan vonis 16 tahun penjara, menilai tindakan Terdakwa telah memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan berencana, meski kiriman sate sebenarnya ditujukan untuk Tomi.

Terhadap putusan ini, baik Terdakwa maupun penuntut umum tidak mengajukan upaya hukum.

Penulis: Romi Hardhika
Editor: Tim MariNews