Mengenal Prosedur Eksekusi Kompensasi Ketika Putusan PTUN Menyangkut Rehabilitasi Tidak Dapat Sempurna Dilaksanakan

Eksekusi dengan kompensasi dilakukan jika putusan yang menyangkut rehabilitasi tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna dilaksanakan.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Dalam upaya memastikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dapat dilaksanakan secara tuntas, telah ditetapkan prosedur terperinci mengenai eksekusi dengan kompensasi.

Eksekusi dengan kompensasi dilakukan jika putusan yang menyangkut rehabilitasi tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna dilaksanakan. 

Prosedur ini memberikan kepastian hukum dan melibatkan peran juru taksir (appraiser) profesional serta menetapkan mekanisme keberatan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).

Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang Berkekuatan Hukum Tetap Nomor: 01/KM.TUN/HK2.7/Juklak/VII/2024 pada tanggal 2 Juli 2024 (Juklak Eksekusi).

Proses ini dimulai ketika tergugat menyampaikan pemberitahuan kepada Ketua Pengadilan tingkat pertama (dengan tembusan kepada Penggugat) bahwa putusan rehabilitasi tidak dapat dilaksanakan secara sempurna. 

Pemberitahuan paling lambat disampaikan 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap diterima. 

Selanjutnya, penggugat (Pemohon Eksekusi) memiliki tenggang waktu 30 hari setelah menerima pemberitahuan tersebut untuk mengajukan permohonan eksekusi kompensasi.

Ketua Pengadilan kemudian memimpin musyawarah kompensasi yang wajib dihadiri para pihak, didahului dengan pengawasan eksekusi yang dilaksanakan paling lambat 14 hari kerja sejak permohonan diterima. 

Dalam musyawarah, para pihak didorong untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besaran kompensasi. Jika diperlukan, para pihak dapat menghadirkan juru taksir profesional untuk membantu menghitung besaran kompensasi.

Jika kesepakatan tercapai, Ketua Pengadilan akan menerbitkan Penetapan Kompensasi. Namun, jika musyawarah gagal mencapai mufakat, Ketua Pengadilan akan menetapkan kompensasi setelah mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak dengan memperhatikan kerugian materiil yang diderita Pemohon Eksekusi dan/atau pertimbangan taksiran dari juru taksir profesional (jika ada).

Pihak yang keberatan terhadap penetapan kompensasi oleh Ketua Pengadilan tingkat pertama diberikan kesempatan untuk mengajukan Penetapan Kembali kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) paling lambat 30 hari sejak penetapan tersebut diterima.

Permohonan Penetapan Kembali ini harus segera dikirimkan oleh Pengadilan tingkat pertama kepada Mahkamah Agung paling lambat 7 hari kerja sejak permohonan diterima. Berkas yang dikirimkan harus lengkap, mencakup:

Putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Penetapan Kompensasi Ketua Pengadilan tingkat pertama.
Permohonan Penetapan Kembali oleh Pemohon yang berkeberatan.
Jawaban pihak lawan terhadap permohonan.
Dokumen relevan lainnya.

Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Penetapan Kembali paling lambat 21 hari kerja sejak permohonan diterima. 

Penetapan Mahkamah Agung tentang besarnya kompensasi bersifat final dan wajib ditaati para pihak. 

Penetapan ini akan ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung atau dapat dilimpahkan kepada Ketua Muda Tata Usaha Negara. 

Panitera Pengadilan pengaju wajib mengirimkan salinan penetapan MA kepada para pihak paling lambat 5 hari kerja sejak penetapan diterima.

Prosedur ini menegaskan komitmen dalam menjamin pelaksanaan putusan PTUN yang adil, meskipun rehabilitasi tidak dapat dipenuhi secara utuh, dengan memberikan jalur yang jelas bagi penetapan dan keberatan atas besaran kompensasi.