TUADA TUN Tekankan Hakim Tinggi Bina Hakim Junior Lewat Putusan

Dalam arahannya, Yulius menekankan pentingnya peran hakim senior di pengadilan tinggi untuk membimbing para hakim junior.
Ketua Muda Tata Usaha Negara MA memberikan pembinaan di PN Medan. Foto : Istimewa
Ketua Muda Tata Usaha Negara MA memberikan pembinaan di PN Medan. Foto : Istimewa

MARINews, Jakarta – Independensi peradilan merupakan prinsip yang harus dijaga. Oleh karena itu, pembinaan terhadap hakim junior sebaiknya dilakukan oleh hakim tinggi atau hakim senior melalui putusan, bukan melalui tindakan di luar jalur hukum.

Penegasan itu disampaikan Ketua Muda Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., saat memberikan arahan dalam pembinaan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) se-Indonesia melalui zoom meeting dari PTTUN Medan, Jumat (29/8/2025).

Peran Hakim Senior

Dalam arahannya, Yulius menekankan pentingnya peran hakim senior di pengadilan tinggi untuk membimbing para hakim junior.

“Tolong lah perbaiki kalau adik-adiknya salah,” ujar Yulius.

Namun, ia mengingatkan agar perbaikan tersebut dilakukan dengan cara yang benar, yakni melalui putusan.

“Jangan diintervensi mereka (hakim junior). Saudara boleh intervensi mereka lewat putusan. Jangan lewat tindakan hukum di luar putusan. Itulah hakikat independensi peradilan,” tegasnya.

Menurut Yulius, putusan berkualitas merupakan sarana pembinaan terbaik, karena lahir dari proses persidangan di tingkat pertama yang paling dekat dengan fakta.

Yulius menekankan agar setiap hakim berani membuat putusan berdasarkan teori hukum yang kuat dan fakta yang akurat. 

Hal ini penting karena putusan harus menjadi cerminan realita yang terjadi di persidangan.

“Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding adalah judex factie. Peran utama judex factie ialah membuat terang benderang fakta dalam sebuah perkara,” jelasnya.

Ia menambahkan, Mahkamah Agung tidak memiliki kewenangan untuk menggali fakta dalam perkara kasasi, sehingga hal tersebut sepenuhnya didelegasikan kepada pengadilan tingkat pertama dan banding.

“Kejadian di Larantuka, hakim agung di Jakarta tidak tahu. Oleh karena itu didelegasikan kepada pengadilan tinggi dan tingkat pertama untuk menggambarkan secara realita mengenai apa yang terjadi, dan tolong gambarkan dalam putusan saudara,” pesan Yulius.

Lebih lanjut, Yulius mengingatkan kesalahan hakim tingkat pertama atau banding dalam menggambarkan fakta dapat berakibat fatal pada proses penegakan hukum di tingkat kasasi.

“Kalau salah gambaran yang diberikan, kacau balau lah karena kami (hakim agung) akan salah memilih hukumnya,” tegasnya.

Ia menambahkan, undang-undang melarang Mahkamah Agung untuk memperbaiki atau menilai ulang fakta di tingkat kasasi. 

Oleh karena itu, tanggung jawab besar berada di tangan hakim tinggi dalam memastikan fakta benar-benar tergambar dengan tepat.

“Jadi hakim tinggi tolong, kalau faktanya kurang tepat, tolong perbaiki,” tutup Yulius.