Penerapan Mendez Principle dalam Wawancara Investigatif terhadap Anak

Mendez Principles merupakan prinsip wawancara berbasis sains dan hak asasi manusia yang dirancang untuk memastikan praktik pengumpulan informasi berlangsung adil, transparan, dan menghormati martabat manusia.
Kuliah Umum Prodi Linguistik Sekolah Pascasarjana UPI bersama Prof Rachelle Lintao. Foto : Dokuemntasi Pribadi
Kuliah Umum Prodi Linguistik Sekolah Pascasarjana UPI bersama Prof Rachelle Lintao. Foto : Dokuemntasi Pribadi

Dalam melakukan wawancara dengan Anak, aparat penegak hukum selaku pewawancara perlu memperhatikan beberapa prinsip sebagai acuan dalam melakukan wawancara. 

Prinsip yang digunakan terkait dengan wawancara investigatif yaitu Mendez Principles on Effective Interviewing atau yang lebih dikenal dengan Mendez Principles.

Mendez Principles merupakan prinsip wawancara berbasis sains dan hak asasi manusia yang dirancang untuk memastikan praktik pengumpulan informasi berlangsung adil, transparan, dan menghormati martabat manusia. 

Mengingat pentingnya Mendez Principles, Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia mengadakan kuliah umum yang berjudul Safeguarding Young Voices: The Mendez Principles and Child Interviewing pada hari Senin, 8 September 2025 dengan narasumber Prof. Rachelle Lintao dari University of Santo Tomas, Manila, Filipina. 

Di dalam kuliah umum tersebut, Prof. Rachelle Lintao menjelaskan terdapat 6 (enam) prinsip utama dalam melakukan child interviewing. Prinsip pertama, On Foundations menekankan bahwa wawancara harus berlandaskan sains, hukum, penghormatan pada martaban manusia, keadilan, dan pencarian kebenaran. 

Dalam konteks anak, pewawancara wajib menggunakan bahasa sederhana, netral, dan sesuai dengan perkembangan kognitif, agar anak dapat memahami pertanyaan tanpa merasa ditekan. 

Prinsip kedua, On Practice menekankan perlunya teknik wawancara yang ramah anak seperti pertanyaan terbuka, mendengarkan aktif, dan menciptakan suasana aman. Pertanyaan yang menuntun atau terlalu kompleks harus dihindari karena berpotensi memengaruhi jawaban anak. 

Kemudian, prinsip ketiga On Vulnerability, menekankan anak merupakan kelompok yang rentan. Kerentanan tersebut muncul dari keterbatasan memori, perkembangan bahasa, pengalaman traumatis, dan relasi kuasa dengan yang melakukan wawancara. 

Oleh sebab itu, dalam melakukan wawancara harus peka terhadap tanda-tanda linguistik maupun non-verbal yang menunjukan kebingungan, ketakutan, atau tekanan.

Selanjutnya prinsip keempat yaitu On Training. Prinsip ini, menegaskan pentingnya pelatihan khusus bagi para profesional yang bertugas mewawancarai anak. 

Pelatihan khusus ini mencakup pemahaman aspek psikologis dan linguistik anak, cara menghindari bias konfirmasi, serta keterampilan menyusun pertanyaan yang mendorong anak untuk bercerita dengan kata-kata mereka sendiri. 

Prinsip kelima yaitu On Accountability yang menegaskan praktik wawancara harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dokumentasi yang lengkap melalui rekaman audio atau video menjadi bukti autentik suara anak yang memungkinkan evaluasi terhadap kualitas pertanyaan dan interaksi. 

Selanjutnya prinsip terakhir On Implementation menekankan semua prinsip ini harus diinstusionalisasikan dalam bentuk pedoman, kebijakan, atau prosedur resmi agar tidak berhenti pada tataran ideal melainkan benar-benar diwujudkan dalam praktik sehari-hari dalam institusi penegak hukum atau perlindungan anak. 

Di dalam kuliah umumnya, Prof. Rachelle Lintao menegaskan lagi Mendez Principles merupakan kerangka atau framework yang komperhensif, dalam melakukan wawancara investigatif dengan tujuan untuk melindungi suara anak. 

Dengan mengacu pada Mendez Principle, wawancara terhadap anak tidak hanya berfungsi mencari kebenaran, namun juga sebagai wujud penghormatan terhadap martabat, kerentanan, dan hak anak sebagai individu yang suaranya harus didengar dan dijaga.