Setiap manusia berhak atas kesehatan, sebuah prinsip yang terpatri dalam The Universal Declaration of Human Rights, yang dirilis 10 Desember 1948. Pada dokumen tersebut, dijelaskan 30 pasal terkait hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia.
Dari 30 pasal tersebut, terdapat satu pasal, yaitu pasal 25 yang menyebutkan bahwa, “Setiap manusia berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya atau keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, menyandang disabilitas, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah dalam keadaan yang berada di luar kendalinya”.
Kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia yang paling fundamental, dan dalam konteks negara Indonesia, hal ini juga diatur konstitusi negara. Menurut Pasal 28 H Ayat 1 UUD 1945, setiap warga negara berhak mendapatkan fasilitas dan akses kepada pelayanan Kesehatan.
Namun, di balik prinsip ini, perjuangan untuk merealisasikan hak tersebut jauh dari kata sederhana. Sebagai profesi di garis depan pelayanan kesehatan, dokter memainkan peran vital dalam menjamin hak asasi manusia ini, namun tidak luput dari konflik.
Konflik dapat terjadi, karena adanya ketidakpuasan dari hubungan kontraktual terapi antara dokter dengan pasien. Seringkali dokter mengalami intimidasi oleh pasien maupun keluarga pasien, saat memberikan pelayanan.
Baru saja Agustus lalu, viral video berdurasi 1 menit 5 detik di media sosial yang menggambarkan eorang dokter spesialis diintimidasi keluarga pasien, dengan melontarkan kalimat tidak sepatutnya dan diduga berisi ancaman terhadap dokter, serta memaksa dokter tersebut membuka masker di hadapan pasien wanita yang tengah terbaring di RS Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
Menjadi sebuah pertanyaannya, sejauh mana para dokter, dengan segala keterbatasan dan tantangan memberikan pelayanan kepada pasien?
Menurut KBBI, dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya, sementara itu dokter spesialis memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam di bidangnya masing-masing.
Sebelum menjadi seorang dokter, terdapat beberapa tahap yang perlu dilewati seperti menyelesaikan pendidikan sebagai dokter serta ujian khusus. Seorang dokter akan banyak berinteraksi dengan pasien, mendiagnosis masalah medis, dan merawat sebuah penyakit atau cedera.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 29 Tahun 2004, menjelaskan bahwa praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya Kesehatan.Tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya praktik kedokteran yang baik.
Kemudian, lebih lanjut Pasal 49 menjelaskan setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi, wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
Dokter dalam melaksanakan praktiknya tentu mempunyai Hak dan kewajiban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 dan Pasal 51 UU No 29 Tahun 2004.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :
- memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
- merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
- merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
- melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
- dan
- menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Merujuk pada Pasal 51 tersebut, dokter memberikan pelayanan medis berdasarkan ilmu pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya dan mengikuti standar profesi, serta SOP yang ditetapkan oleh organisasi profesi dan/atau institusi pelayanan Kesehatan.
Namun, jangan lupa seorang dokter juga memiliki hak perlindungan hukum, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 50, yaitu
- Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
- memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
- memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
- memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
- dan menerima imbalan jasa.
Berdasarkan Pasal 50 ayat (a) dan (b), dokter berhak memiliki perlindungan hukum apabila telah melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan prosedur operasional kepada Pasien.
Perlindungan hukum ini, bertujuan memberikan rasa aman kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, selama dilakukan dengan itikad baik dan profesional.
Kesimpulan pasien perlu menghormati setiap hak-hak dokter dalam memberikan pelayanan medis, begitu pula dokter perlu menghormati setiap hak-hak pasien.
Pasien perlu mempercayakan keselamatannya pada dokter, dan juga dokter perlu untuk menjaga kepercayaan pasien dengan cara memberikan pelayanan medis yang sesuai dan bertanggung jawab.