MARINews, Lumajang-Kerusakan ekosistem di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) akibat ulah penanaman ganja menjadi sorotan utama dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur.
Tiga terdakwa, yakni Tomo bin (Alm) Sutamar, Tono bin Mistam, dan Bambang bin Narto, dalam berkas terpisah masing-masing dijatuhi pidana berat berupa pidana 20 tahun penjara dan denda masing-masing Rp1 miliar, karena terbukti menanam ganja secara terorganisir di lahan taman nasional.
Majelis Hakim menyatakan, tindakan para terdakwa tidak hanya tindak pidana narkotika yang merupakan kejahatan luar biasa, tetapi juga menyebabkan kerusakan ekologis serius.
"Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa memiliki peran masing-masing sebagai penanam, yang dimana bibit dan pupuk telah disiapkan oleh Saudara Edi (buron) sesuai dengan pengakuan terdakwa, dan ada pula yang berperan sebagai pengepul yang mana hal tersebut berdasarkan keterangan terdakwa lainnya, serta yang menyatakan ada pula penanam lainnya. Sehingga menurut Majelis Hakim tindakan tersebut sudah terorganisir dan terkualifikasi dalam sindikat peredaran gelap narkotika," ucap Hakim Ketua Redite Ika Septina dalam pertimbangannya.
Majelis Hakim menilai, perbuatan terdakwa yang menanam ganja di lokasi lahan TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) adalah, rusaknya ekosistem tanaman alami yang hidup pada lokasi tersebut. Ini karena tanaman yang berada di taman nasional itu adalah tanaman endemik. Sehingga, apabila ditanami tanaman ganja, maka hutan pasti rusak dan karena hal tersebut perlu adanya perbaikan dan pengembalian ekosistem dari Balai Besar TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru).
Untuk melindungi masyarakat, terutama generasi yang masih muda (social defense) dan juga untuk memberikan efek jera umum bagi orang-orang yang menjadi pelaku penyalahguna, termasuk orang yang menanam narkotika, baik saat ini maupun di masa yang akan datang yang juga merupakan bagian dari pelaksanaan Konvensi Internasional “United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988”.
"Sehingga, harus diberantas dengan cara yang luar biasa. Di mana, salah satunya Undang-Undang Narkotika mengatur tentang penjatuhan pidana mati maupun seumur hidup bagi pelaku tindak pidana narkotika tertentu," tegas Hakim Anggota I Gede Adhi Ganda Wijaya.
Meskipun Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut hukuman antara 7 hingga 12 tahun, Majelis Hakim memutuskan untuk menjatuhkan vonis lebih berat dengan mempertimbangkan dampak luar biasa terhadap masyarakat tetapi juga terhadap lingkungan hidup.
Persidangan sendiri berlangsung tertib dan masing-masing terdakwa bersama penasihat hukumnya menyatakan, akan mempelajari terlebih dahulu putusan tersebut.
Perkara ini menjadi salah satu contoh bagaimana kejahatan narkotika tidak hanya membahayakan manusia, tetapi juga mengancam kelestarian alam Indonesia. Sebagai penegak hukum, tidak boleh melihat suatu perkara secara parsial melainkan harus secara komprehensif dan visioner meneropong suatu perkara pidana khususnya narkotika yang juga berdampak besar terhadap lingkungan hidup.
Majelis Hakim dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Lumajang Redite Ika Septina sebagai Hakim Ketua. Sedangkan Hakim Anggota yakni, I Gede Adhi Ganda Wijaya dan Faisal Ahsan.