Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 yang dapat disebut dengan KUHP, mulai berlaku 3 tahun setelah diundangkan, tepatnya pada tanggal 2 Januari 2026, mengakhiri berlakunya KUHP lama yang merupakan Wetboek van Strafrecht berasal dari zaman Hindia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
Pidana Denda berupa pembayaran sejumlah uang oleh pelaku tindak pidana kepada negara sebenarnya telah ada sebagai bagian pidana pokok pada KUHP lama tetapi dalam KUHP baru, pidana denda miiliki warna dan corak khas baru.
Dalam KUHP baru pidana denda muncul sebagai salah satu pidana pokok pada Pasal 65 ayat 1 bersama dengan pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial.
Jika tidak ditentukan adanya minimum khusus, pidana denda paling sedikit dikenakan sejumlah Rp50.000,00 sedangkan paling banyak dibagi menjadi delapan kategori dengan kategori I paling banyak sejumlah Rp1.000.000,00 dan kategori VIII dengan nilai paling banyak sejumlah Rp50.000.000.000,00.
Dengan melihat naik turunnya nilai mata uang, besarnya pidana denda dapat dilakukan perubahan nantinya dengan adanya Peraturan Pemerintah.
Hal ini membuat pidana denda lebih fleksibel melihat perubahan yang terjadi di masyarakat dan negara tanpa menunggu adanya perubahan undang-undang dan nilai denda akan terus relevan seiring berjalannya waktu.
Dalam penjatuhan pidana denda, ikut dipertimbangkan indikator kesanggupan dari terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran nyata dari terdakwa sehingga dapat ditentukan jangka waktu tertentu untuk pemenuhannya.
Hal ini terdengar lebih humanis karena melihat juga kemampuan dari pelaku tindak pidana untuk memenuhi kewajiban pidananya. Pembayaran denda dapat pula dilakukan dengan cara mengangsur yang apabila tidak dibayarkan maka harta kekayaan maupun pendapatan dari terpidana dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk memenuhi pidana tersebut.
Apabila masih tidak terpenuhi maka dapat diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan atau pidana kerja sosial dengan ukuran yang setimpal dan sepadan. Pidana denda juga dapat dijatuhkan kepada korporasi dengan paling sedikit kategori IV sejumlah Rp200.000.000,00, yang apabila tidak dibayar maka dilakukan juga sita dan lelang terhadap kekayaan atau pendapat korporasi dan jika masih tidak memenuhi maka dapat dijatuhi pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi.
Standar pidana denda yang dikenakan, menjadi indikator penjatuhan pidana pokok lainnya seperti pada penjatuhan pidana kerja sosial, pidana ini dapat dijatuhkan jika terdakwa diancam pidana penjara kurang dari 5 tahun dan dijatuhi pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II sejumlah Rp10.000.000,00.
Pidana pengawasan dapat pula dijatuhkan jika seseorang telah berulang kali dijatuhi pidana denda dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Pidana denda juga menjadi pidana pengganti bagi pidana lainnya. Pada pidana penjara, jika pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana di bawah 5 tahun tanpa adanya korban atau ada korban tetapi tidak mempermasalahkan penjatuhan pidana denda atau bukan pengulangan tindak pidana dengan telah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan, maka tidak perlu dijatuhi pidana penjara dan dapat dijatuhi pidana denda.
Pada pidana tambahan berupa perampasan barang, jika barang yang dimaksud tidak dapat diserahkan maka diganti dengan sejumlah uang sebagaimana taksiran dari hakim sesuai dengan harga pasar, yang jika tidak dapat dibayarkan maka diganti dengan pidana denda.
Hal ini menunjukkan bahkan pada pidana tambahan, jenis pidananya dapat berubah menjadi pidana pokok. Begitu pula terjadi pada pidana tambahan berupa pengumuman putusan pengadilan, pembayaran ganti rugi kepada korban atau ahli waris, pemenuhan kewajiban adat, apabila biaya melaksanakan pengumuman dan ganti rugi tersebut tidak dapat dibayarkan oleh terpidana atau kewajiban adat yang tidak dipenuhi maka diganti dengan pidana denda.
Adanya ketentuan lain terkait denda yang juga menunjukkan karakteristik dari pidana denda ini seperti tindak pidana dengan pidana denda paling banyak kategori III sejumlah Rp50.000.000,00, tidak berlaku asas nasional aktif.
Percobaan melakukan tindak pidana yang ancamannya pidana denda paling banyak kategori II sejumlah Rp10.000.000,00, tidak dipidana. Penangkapan dan penahanan juga dapat mengurangi pidana denda.
Pembayaran pidana denda maksimum secara sukarela dapat menggugurkan kewenangan penuntutan yaitu hapusnya atau berakhirnya hak negara melalui penuntut umum untuk menuntut pidana terhadap pelaku tindak pidana, dengan syarat tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II sejumlah Rp10.000.000,00 atau dibayarkan maksimum denda kategori IV sejumlah Rp200.000.00,00, bagi tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III sejumlah Rp50.000.000,00.
Dapat disimpulkan bahwa pidana denda yang berperan sendiri maupun berperan terhadap jenis pidana lainnya dan tidak berlakunya suatu ketentuan dengan dijatuhkan dan dibayarkannya pidana denda menunjukkan bahwa penjatuhan pidana denda akan semakin masif lagi.
Selain ditujukan sebagaimana tujuan dari pemidanaan itu sendiri tetapi juga ditujukan untuk menambah pemasukan ke negara yang dapat digunakan untuk memperbaiki adanya kepentingan umum yang telah dilanggar oleh adanya tindak pidana, dengan jumlah pidana denda yang lebih dinamis dan tetap humanis.