Belakangan ini, media sosial ramai memperbincangkan sebuah putusan pengadilan yang dianggap “tak biasa”.
Putusan tersebut viral dan memancing reaksi publik yang beragam, mulai dari dukungan hingga kecaman.
Tak jarang, muncul pertanyaan: apakah hakim boleh memutus perkara di luar ketentuan yang sudah diatur oleh Mahkamah Agung (MA)? Siapa yang sebenarnya paling berkuasa dalam menentukan arah keadilan?
Sebelum menjawabnya, mari kita pahami dulu bahwa sistem hukum di Indonesia menganut asas legalitas dan hierarki norma.
Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif tertinggi memiliki kewenangan untuk menerbitkan aturan berupa Surat Edaran MA (SEMA) atau Peraturan MA (PERMA) yang menjadi pedoman bagi para hakim di seluruh Indonesia. Tujuannya sederhana: agar terjadi keseragaman dalam menerapkan hukum dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua hakim mengikuti pedoman ini secara kaku. Ada kalanya seorang hakim membuat terobosan hukum (judicial breakthrough) dengan alasan rasa keadilan, kondisi sosial tertentu, atau dinamika hukum yang berkembang.
Di sinilah letak tarik-menarik antara independensi hakim dan kepatuhan terhadap pedoman MA. Hakim memang memiliki kebebasan memutus, tetapi kebebasan itu tetap harus bertanggung jawab dan berdasar pada hukum yang berlaku.
Mahkamah Agung sendiri berperan sebagai pengawas tertinggi. Ketika terjadi penyimpangan atau perbedaan tafsir, MA dapat mengoreksi melalui upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali.
Selain itu, Komisi Yudisial juga berwenang mengawasi perilaku hakim, meskipun tidak dapat mencampuri substansi putusan.
Fenomena putusan viral sebenarnya mencerminkan adanya ruang diskusi dalam hukum. Ia menunjukkan bahwa hukum bukanlah teks mati, tetapi hidup dan berdialog dengan masyarakat.
Namun, viralitas tidak bisa dijadikan ukuran benar atau salahnya sebuah putusan. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana lembaga-lembaga terkait terus memperkuat mekanisme pengawasan, meningkatkan kapasitas hakim, dan memperbarui pedoman hukum sesuai kebutuhan zaman.
Independensi hakim dan regulasi dari MA selalu bersinergi untuk memberikan jawaban atas perkembangan hokum yang terjadi dalam kehidupan masyrakat.
Dengan begitu, publik tidak hanya melihat keadilan dari viral atau tidaknya sebuah putusan, tapi juga dari proses hukum yang transparan, adil, dan akuntabel.