Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI Ditunjau dari Perspektif Dogmatik Hukum

Rumusan ini berfungsi sebagai pedoman bagi hakim di seluruh Indonesia dalam memutus perkara yang sejenis,
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai puncak peradilan memiliki fungsi menjaga keseragaman penerapan hukum melalui rumusan hukum hasil rapat pleno kamar. 

Rumusan ini berfungsi sebagai pedoman bagi hakim di seluruh Indonesia dalam memutus perkara yang sejenis, sehingga tercipta kesatuan penerapan hukum (unity of jurisprudence).

Dari perspektif dogmatik hukum (rechtsdogmatiek), rumusan hukum tersebut merupakan bagian dari upaya membangun kepastian dan konsistensi hukum positif melalui interpretasi yudisial terhadap norma-norma hukum yang berlaku. 

Dengan kata lain, ia merupakan produk penalaran hukum (juridische redenering) dalam ranah ilmu hukum normatif.

Pengertian Dogmatik Hukum

Dogmatik hukum atau ilmu hukum normatif adalah cabang ilmu hukum yang membahas isi hukum positif, menafsirkan, dan menata kaidah hukum agar dapat diterapkan secara sistematis.

Menurut Paul Scholten, dogmatik hukum bertugas menafsirkan dan mensistematisasi hukum yang berlaku agar dapat diterapkan secara konsisten dalam praktik peradilan.( Paul Scholten 1974: 18).

Sedangkan Hans Kelsen menegaskan bahwa dogmatik hukum mempelajari hukum sebagai “a system of norms”, bukan sebagai gejala sosial.( Hans Kelsen  1967 : 10)

Tujuan utama dogmatik hukum adalah mewujudkan kepastian hukum (rechtssicherheit) melalui penerapan norma yang jelas dan rasional.

Kedudukan Rumusan Hukum dalam Sistem Peradilan

a. Dasar Hukum dan Tujuan

  1. Rumusan hukum hasil pleno kamar diatur dalam:
  2. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 213/KMA/SK/X/2014 tentang Pemberlakuan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi di Kamar-Kamar Mahkamah Agung,
  3. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik (yang turut menegaskan kedudukan yurisprudensi).

Tujuannya adalah:

  • Menyeragamkan penerapan hukum,
  • Memberi kepastian hukum bagi masyarakat,
  • Menghindari disparitas putusan antarperkara sejenis.

b. Sifat dan Kekuatan Mengikat

Secara formil, rumusan hukum bukan sumber hukum dalam arti legislatif, namun dalam praktik memiliki otoritas normatif kuat (soft binding force) karena dikeluarkan oleh lembaga puncak peradilan.

Dalam konteks dogmatik hukum, ini menunjukkan fungsi kreatif yurisprudensi, di mana hakim tidak sekadar menerapkan hukum tertulis, tetapi juga mengembangkan hukum melalui interpretasi dan formulasi norma baru.

Analisis Dogmatik Hukum terhadap Rumusan Hukum MA

a. Sebagai Produk Penalaran Normatif

Rumusan hukum merupakan hasil dari proses dogmatisasi norma, yakni:

  • Menemukan kaidah hukum dari peraturan perundang-undangan,
  • Menganalisis yurisprudensi yang berkembang,
  • Menyusun norma operasional sebagai pedoman penerapan.

Hal ini sejalan dengan fungsi dogmatik hukum, yaitu menafsirkan hukum positif agar dapat diterapkan secara konsisten (rechtsvinding).

Contoh konkret:

Rumusan Hukum Pleno Kamar Pidana Tahun 2022 menyatakan bahwa “Dalam perkara tindak pidana korupsi, Terdakwa  yang telah dijatuhi pidana mati atau penjara seumur hidup dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaan uang pengganti tanpa subsider penjara, tidak bertentangan dengan Pasal 67 KUHP ”.

Rumusan ini memperjelas Pasal 67 KUHP  yang menimbulkan penafsiran berbeda, sehingga fungsi dogmatik hukum di sini adalah menegaskan normatif pidana tambahan pembayaan uang pengganti dan menjamin kepastian penerapan pasal tersebut.

b. Menjembatani Kekosongan atau Kekaburan Hukum

Dogmatik hukum berperan untuk mengisi kekosongan (leemten in het recht) dan menafsirkan kekaburan hukum (vage normen).
Rumusan pleno kamar menjadi mekanisme sistematis dalam menjembatani kekosongan tersebut tanpa harus menunggu perubahan undang-undang.

Sebagai contoh:

Rumusan Hukum Kamar Perdata Tahun 2019 berupa Rumusan menyelesaikan ambiguitas dalam praktek penegakan hukum yang menegaskan bahwa ”dengan berlakunya Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum  oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan  (Onrechtmatige Overheidsdaad) sengketa yang bersifat keperdataan dan/atau bersumber dari perbuatan cidera janji (wanpestasi) oleh penguasa tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan peradilan umum”,  menunjukkan fungsi dogmatik hukum sebagai penjaga sistematisasi norma.

c. Menjaga Kepastian dan Konsistensi

Dogmatik hukum berorientasi pada kepastian hukum (rechtssicherheit).

Rumusan hukum berperan sebagai pedoman interpretatif yang memastikan keseragaman penerapan norma hukum pidana, perdata, tata usaha negara, maupun agama di seluruh Indonesia.

Dengan demikian, rumusan hukum merupakan instrumen dogmatisasi yang memperkuat kesatuan sistem hukum nasional.

Rumusan Hukum sebagai Cermin Dialektika Teori dan Filsafat Hukum

Walaupun fokusnya pada aspek normatif, rumusan hukum juga mencerminkan interaksi antara dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum:

  • Dari filsafat hukum, rumusan hukum harus selaras dengan nilai keadilan dan kemanfaatan.
  • Dari teori hukum, ia menjadi bentuk konkret penemuan hukum (rechtsvinding) dan pembentukan hukum oleh hakim.
  • Dalam dogmatik hukum, ia menjadi hasil sistematisasi hukum positif yang menjaga kepastian.

Maka, rumusan hukum adalah bentuk praktik reflektif dari ketiga tingkat ilmu hukum secara bersamaan.

Kesimpulan

Ditinjau dari dogmatik hukum, rumusan hukum hasil rapat pleno kamar Mahkamah Agung merupakan:

  1. Produk penalaran hukum normatif yang menafsirkan dan mensistematisasi hukum positif,
  2. Sarana untuk mencapai kepastian hukum dan keseragaman yurisprudensi,
  3. Instrumen pengembangan hukum melalui tafsir yudisial,
  4. Cerminan fungsi kreatif hakim dalam sistem hukum Indonesia.

Dengan demikian, rumusan hukum tersebut memiliki nilai dogmatis yang tinggi karena memperkuat integritas dan koherensi sistem hukum nasional tanpa harus mengubah peraturan perundang-undangan. Sekian dan terima kasih, semoga bemanfaat.

Senarai rujukan

  • Hans Kelsen. Pure Theory of Law. Berkeley: University of California Press, 1967.
  • Paul Scholten. Algemeen Deel der Rechtswetenschap. Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink, 1974.
  • Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2011.
  • Jimly Asshiddiqie. Peradilan dan Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Konstitusi Press, 2017.
  • Mahkamah Agung RI. Kompilasi Rumusan Hukum Kamar Mahkamah Agung RI Tahun 2012–2024. Jakarta: MA RI.
  • Sudikno Mertokusumo. Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2010.
  • Marsudin Nainggolan, dkk, Kebijakan Kepatuhan Hakim Agung Atas Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung , Kencana, 2023.