Hukum sering dianggap sebagai sesuatu yang rumit dan hanya dipahami oleh kalangan tertentu. Padahal hukum adalah denyut kehidupan sehari-hari, hadir di setiap transaksi, perjanjian, bahkan dalam interaksi sederhana di ruang sosial.
Ketika masyarakat tidak memahami hukum, celah terjadinya ketidakadilan terbuka lebar. Di sinilah pendidikan hukum menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi bagi kehidupan bersama yang tertib dan adil.
Pendidikan hukum bukan berarti semua orang harus menjadi ahli hukum. Lebih dari itu, pendidikan hukum adalah bekal kesadaran untuk mengenali hak dan kewajiban.
Tanpa pemahaman ini, masyarakat mudah terjebak dalam praktik manipulasi. Dengan pendidikan hukum, setiap orang diberi cahaya untuk berjalan di jalan hidup yang sesuai aturan.
Hukum ibarat pagar yang menjaga kebun kehidupan. Bilamana tidak ada pengetahuan tentang pagar itu, kebun bisa diterobos, dirusak, atau dimanfaatkan oleh pihak yang lebih kuat.
Pendidikan hukum memastikan pagar itu dipahami, dihormati, dan dijaga bersama. Dengan begitu, hukum dapat menjadi rumah perlindungan bagi semua pihak.
Pendidikan hukum, adalah cara membangun kesadaran kritis. Kesadaran ini menuntun manusia untuk tidak hanya patuh pada aturan, tetapi juga memahami mengapa aturan itu ada.
Pemahaman ini menumbuhkan sikap dewasa dalam bernegara, taat hukum bukan karena takut sanksi, melainkan karena sadar bahwa hukum adalah jembatan menuju keadilan.
Masyarakat yang tercerahkan oleh pendidikan hukum, akan lebih mandiri dalam menyelesaikan persoalan. Tidak mudah diprovokasi, gampang ditipu, dan cepat menyerahkan nasib kepada pihak luar.
Pendidikan hukum membentuk daya kritis sekaligus daya tahan, sehingga masyarakat mampu menjadi subjek yang aktif dalam kehidupan hukum, bukan sekadar objek kebijakan.
Dalam konteks sosial, pendidikan hukum memperkuat solidaritas. Pemahaman hukum melahirkan kesadaran, bahwa hidup bersama menuntut kesepakatan kolektif. Dengan mengetahui aturan, masyarakat dapat menegakkan keadilan tanpa harus selalu menunggu intervensi lembaga formal.
Hukum pun hidup, tidak hanya di ruang sidang, melainkan juga di ruang publik sehari-hari.
Tanpa pendidikan hukum, kesenjangan antara rakyat dan hukum akan semakin lebar. Hukum hanya tampak sebagai bahasa elit, sementara masyarakat awam tertinggal dalam kebingungan.
Jurang ini berbahaya, karena melahirkan ketidakpercayaan pada sistem hukum. Pendidikan hukum hadir untuk menjembatani, agar hukum tidak menjadi menara gading, melainkan sumber daya yang bisa diakses semua orang.
Filsafat politik mengajarkan bahwa keadilan lahir dari partisipasi yang sejajar. Pendidikan hukum memberi ruang agar masyarakat bisa berpartisipasi secara setara dalam sistem hukum.
Partisipasi tanpa pengetahuan hanyalah ilusi. Dengan pendidikan hukum, masyarakat bisa menyuarakan kepentingannya secara sahih, sekaligus mengawasi jalannya kekuasaan.
Selain itu, pendidikan hukum membentuk budaya taat aturan yang sehat. Taat aturan bukan berarti kaku, melainkan memahami bahwa keteraturan adalah syarat kebebasan.
Dalam masyarakat yang sadar hukum, kebebasan tidak menginjak hak orang lain, dan keteraturan tidak mengekang kebebasan. Keduanya bertemu dalam keseimbangan yang harmonis.
Urgensi pendidikan hukum tidak hanya untuk melindungi diri, tetapi juga untuk membangun peradaban yang baik. Peradaban besar tidak hanya ditopang oleh ekonomi dan teknologi, melainkan oleh kesadaran hukum warganya.
Tanpa itu, kemajuan bisa runtuh oleh praktik ketidakadilan. Pendidikan hukum memastikan kemajuan berjalan beriringan dengan keadilan.
Dengan demikian, pendidikan hukum bagi masyarakat publik adalah kebutuhan mendasar.
Wujudnya bukan sekadar program sosialisasi, melainkan upaya mencerdaskan bangsa dalam dimensi paling dalam yakni kesadaran akan keadilan.
Pendidikan hukum menjadikan masyarakat lebih kuat, kritis, dan manusiawi. Di sanalah letak urgensinya, yaitu sebagai cahaya yang menerangi jalan peradaban, agar hukum benar-benar menjadi rumah bersama bagi semua.