PN Bangkinang Terapkan Keadilan Restoratif pada Kasus Penganiayaan Antar Tetangga

Langkah ini diambil sesuai amanat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana.
Terdakwa dan korban berpelukan di persidangan, setelah Majelis Hakim mengupayakan keadilan restoratif. Foto : Dokumentasi PN Bangkinang
Terdakwa dan korban berpelukan di persidangan, setelah Majelis Hakim mengupayakan keadilan restoratif. Foto : Dokumentasi PN Bangkinang

MARINews, Bangkinang– Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam perkara penganiayaan yang melibatkan dua warga Desa Muara Mahat Baru, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. 

Langkah ini diambil sesuai amanat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 tentang penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana.

Kasus tersebut melibatkan terdakwa Syahrial Als Iyan Bin Agus (alm) yang didakwa melakukan penganiayaan terhadap tetangganya, Yudo Achmad Firdaus Als Yudo Bin Abu Mahbulah (alm). 

Berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, peristiwa bermula ketika korban menegur kegiatan karaoke yang dilakukan di depan rumah terdakwa pada malam hari. Tidak terima ditegur, terdakwa keluar rumah dan membenturkan kepala ke arah korban hingga korban mengalami luka di bagian dahi.

Akibat perbuatannya, korban mengalami luka berat dan tidak dapat bekerja sementara waktu sebagai penjual bibit sayuran. Atas dasar itu, terdakwa didakwa dengan Pasal 351 ayat (2) atau ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Robin Pangihutan, S.H., terdakwa mengakui seluruh isi dakwaan dan tidak mengajukan keberatan. 

Majelis hakim kemudian mengupayakan penerapan keadilan restoratif dengan mempertimbangkan bahwa tindak pidana yang dilakukan memiliki ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara sebagaimana diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2024.

Hakim memberikan penjelasan mengenai konsep keadilan restoratif kepada terdakwa dan korban di hadapan persidangan. 

Setelah memahami maksudnya, kedua pihak sepakat untuk berdamai. Terdakwa meminta maaf atas perbuatannya, sementara korban menerima permintaan maaf tersebut. Momen haru pun terjadi ketika keduanya berpelukan dan meneteskan air mata di ruang sidang.

Korban hanya memberikan satu syarat, agar terdakwa tidak lagi membuat kebisingan saat berkaraoke di malam hari. 

Syarat itu disetujui oleh terdakwa di hadapan majelis hakim. Kesepakatan damai ini menjadi pertimbangan penting bagi jaksa dalam tuntutan serta bagi majelis hakim dalam menentukan putusan akhir perkara.

Melalui pendekatan keadilan restoratif ini, majelis hakim berharap tercipta pemulihan hubungan sosial antara terdakwa dan korban. 

“PN Bangkinang memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan keadilan tidak hanya ditegakkan secara hukum, tetapi juga membawa manfaat dan kedamaian bagi masyarakat,” demikian disampaikan dalam sidang yang digelar Kamis (23/10).

Upaya penerapan keadilan restoratif ini menunjukkan komitmen pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang humanis dan berorientasi pada pemulihan sosial, bukan semata pada penghukuman.

Penulis: Andy Narto Siltor
Editor: Tim MariNews