Jelang Pemberlakuan KUHP Baru, ini kata Wakil Menteri Hukum

KUHP baru menempatkan hukum pidana dengan mengutamakan keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Foto: dokumentasi kemenkum.go.id
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej. Foto: dokumentasi kemenkum.go.id

MARINews, Jakarta-BPSDM Hukum Kementerian Hukum Republik Indonesia, menggelar sosialisasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP di Kampus Politeknik Pengayoman, pada Kamis, 30 Januari 2025.

Kegiatan dengan tajuk “Paradigma Modern dalam KUHP Baru” itu, juga diikuti dari kalangan hakim yang dilakukan secara daring.

Wakil Menteri Hukum Republik Indonesia Edward Omar Sharif Hiariej, yang bertindak sebagai keynote speaker, menyampaikan, paradigma hukum pidana modern, tidak lagi menjadi sarana balas dendam. Itulah sebabanya pada KUHP baru, menempatkan hukum pidana dengan mengutamakan keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.

Di mana, keadilan korektif ditujukan kepada pelaku. Keadilan restoratif ditujukan kepada korban. Sedangkan keadilan rehabilitatif ditujukan kepada keduanya, yakni pelaku dan korban. 

Selain visi tersebut, KUHP juga memiliki misi. Antara lain, misi demokratisasi yang menjamin kebebasan berdemokrasi, berekspresi, dan mengemukakan pendapat baik
secara lisan maupun tulisan dengan batasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Selanjutnya,  misi dekolonisasi yang mengubah paradigma peraturan kolonial menjadi peraturan layaknya negara merdeka.

Kemudian, misi harmonisasi, yaitu, menyesuaikan aturan pidana yang berserakan di berbagai perundang-undangan dengan ketentuan yang ada dalam KUHP baru.

Wamenkum yang akrab disapa Eddy itu, menyampaikan, KUHP baru, juga memiliki misi reintegrasi sosial. Hal itu untuk mencegah penjatuhan pidana penjara dengan waktu yang singkat.

Misi terakhir yaitu, modernisasi. Ini berarti KUHP harus up to date dan adaptif. Sehingga hukum senantiasa dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Omar Hiariej menegaskan, jika hakim menemukan pertentangan antara keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam penerapan KUHP baru, maka hakim wajib mengutamakan keadilan.

Para hakim harus memperhatikan pedoman pemidanaan dalam KUHP baru sebagai pegangan. Di mana, hakim mendapatkan kebebasan dalam mengadili, namun kebebasan
tersebut dibatasi dengan parameter tertentu dalam menjatuhkan sanksi.

Ia juga menegaskan kalau pidana penjara masih merupakan pidana pokok, namun sedapat mungkin hakim tidak menjatuhkan pidana penjara. Itu artinya, terjadi pergeseran paradigma dari pengutamaan penjatuhan pidana penjara, menjadi pengutamaan penjatuhan pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.  Di mana, pidana penjara hanya diperuntukkan untuk kejahatan yang serius atau yang berdampak bagi bangsa dan negara.

Sementara, Kepala BPSDM Hukum Kementerian Hukum Gusti Ayu Putu Suwardani berharap, kegiatan tersebut menjadi sarana strategis untuk memperkenalkan perubahan penting dalam hukum pidana. Termasuk norma baru dan mekanisme penegakan hukum.

Selain itu, dapat meningkatkan pemahaman masyarakat, aparat penegak hukum, dan
pemangku kepentingan terhadap aturan-aturan baru jelang pemberlakuan KUHP baru di awal 2026.