MARINews, Kebumen – Di tengah sorotan publik terhadap inklusivitas layanan peradilan, Pengadilan Agama (PA) Kebumen muncul sebagai pionir dengan inovasi andalannya: Lanting Ketan (Layanan Disabilitas Hingga Kaum Rentan).
Program ini bukan sekadar janji di atas kertas, melainkan wujud nyata dari sebuah peradilan yang proaktif, bergerak keluar dari ruang sidang, dan secara langsung menjangkau warga yang paling membutuhkan.
Langkah PA Kebumen ini secara argumentatif menegaskan komitmen lembaga peradilan untuk mewujudkan keadilan substantif bagi seluruh lapisan masyarakat, sebuah prinsip yang tertuang dalam kebijakan peradilan nasional.
Inisiatif ini membuktikan akses terhadap keadilan (access to justice) bukan hanya slogan, melainkan kewajiban yang harus dipenuhi tanpa terkecuali.
Analisis Teori: Definisi dan Landasan Hukum Kaum Rentan
Tindakan Pengadilan Agama (PA) Kebumen yang proaktif mengantar dokumen hingga ke kediaman Termohon yang lumpuh adalah perwujudan nyata dari kewajiban konstitusional untuk melindungi kaum rentan (vulnerable groups).
Dalam kerangka hukum Indonesia, kaum rentan tidak lagi didefinisikan secara sempit; mereka adalah individu atau kelompok yang menghadapi hambatan signifikan dalam mengakses hak dan keadilan.
Keterbatasan ini bisa bersifat individual, seperti disabilitas fisik (anak dan lansia), atau sistemik, seperti kemiskinan dan status sosial-politik (korban kekerasan, termasuk perempuan berhadapan hukum).
Komitmen ini ditegakkan oleh serangkaian regulasi fundamental, mulai dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai landasan filosofis, hingga UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menjamin aksesibilitas dan layanan inklusif.
Selain itu, perlindungan terhadap kelompok spesifik diperkuat oleh UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan UU Perlindungan Anak.
Di tingkat peradilan, Mahkamah Agung (MA) merespons hal ini secara tegas melalui PERMA No. 3 Tahun 2017 mengenai Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan Hukum dan PERMA tentang Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas.
PERMA ini secara eksplisit mewajibkan mekanisme jemput bola atau layanan home care, yang kemudian diimplementasikan PA Kebumen melalui inovasi Lanting Ketan (Layanan Disabilitas Hingga Kaum Rentan).
Inovasi ini, yang juga didukung dan diselaraskan melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) tematik oleh Ditjen Badilag, membuktikan bahwa PA Kebumen telah berhasil mentransformasi kewajiban hukum menjadi aksi nyata kemanusiaan.
Implementasi di Lapangan: Keadilan yang Mendatangi Kelumpuhan
Komitmen PA Kebumen diperkuat melalui kolaborasi holistik, seperti ditandai dengan Memorandum of Understanding (MoU) dengan SLB Kabupaten Kebumen. Ini menunjukkan bahwa fokus PA Kebumen terhadap isu disabilitas adalah visi jangka panjang, bukan sekadar respons sesaat.
Momentum terbarunya terjadi ketika tim jurusita PA Kebumen secara proaktif bergerak menuju Desa Klopogodo, Gombong.
Peristiwa ini dipicu oleh permohonan keluarga seorang Termohon yang menderita kelumpuhan akibat saraf terjepit, menjadikannya mustahil untuk mengambil akta cerai dan salinan putusan ke gedung pengadilan.
Menggunakan mobil layanan khusus Lanting Ketan, tim jurusita menempuh perjalanan menuju lokasi.
Peristiwa serah terima dokumen yang terjadi di kediaman Termohon ini menjadi simbol kuat bahwa keadilan tidak lagi berdiam kaku di ruang sidang yang megah, tetapi bergerak menjangkau warganya dengan penuh empati.
Pihak keluarga menyampaikan apresiasi yang menyentuh.
“Kami sangat terbantu. Kondisi keluarga kami yang menderita kelumpuhan akibat saraf terjepit membuat kami kesulitan untuk datang ke pengadilan. Semoga layanan ini terus berlanjut dan menjadi contoh bagi semua,” tuturnya.
Kisah ini membuktikan argumentasi bahwa efisiensi, integritas, dan empati dapat berjalan beriringan.
Dengan niat tulus dan komitmen yang dilandasi regulasi kuat, setiap batasan fisik dan geografis dapat diatasi, menjadikan PA Kebumen sebagai model inspiratif bagi lembaga peradilan lain dalam mewujudkan peradilan yang berempati dan benar-benar adil bagi kaum rentan.