Kepala BSDK MA: Hakim itu Berpikir bukan Sekedar Menghafal Pasal

Ia juga mengingatkan terkait mengedepankan restorative justice dengan penjatuhan  tindakan sedangkan penjara merupakan upaya terakhir.
Kepala BSDK MA membuka pelatihan SPPA
Kepala BSDK MA membuka pelatihan SPPA

MARINews, Bogor - Kepala Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (BSDK) Mahkamah Agung secara resmi membuka Pelatihan Sertifikasi Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Terpadu bagi Hakim Tingkat Pertama Peradilan Umum dan Aparat Penegak Hukum Seluruh Indonesia pada hari Senin (15/09/2025).

Dalam sambutannya Kepala BSDK, Syamsul Arief mengingatkan kepada seluruh hakim yang mengikuti diklat SPPA, untuk tidak berfokus pada teks undang-undang namun harus mendalami asas-asas yang terkandung dalam SPPA.

"Bahwa dalam mempelajari SPPA, tidak hanya sebatas menghafal isi undang-undang, namun juga hakim harus mempelajari tentang asas-asas sistem peradilan anak, terkait dengan restorative justice, dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik untuk tumbuh kembang anak," jelas Syamsul Arief.

Ia juga mengingatkan terkait mengedepankan restorative justice dengan penjatuhan  tindakan sedangkan penjara merupakan upaya terakhir.

"Aspek restorative justice dengan memperhatikan tumbuh kembang anak, dengan lebih banyak memutus perkara dengan tindakan, dan hukuman penjara itu menjadi pilihan terakhir," ucap mantan Kapusdiklat Teknis MA tersebut.

Syamsul Arief mengajak para peserta berpikir, dengan mengutip 3 perkara yakni seorang anak yang membunuh 1 keluarga di Penajam Paser Utara yang dihukum oleh hakim dengan 20 tahun penjara yang melebihi maksimal penjatuhan pidana pada anak, kemudian kasus di Palembang yang mana pelaku yang masih anak menyekap dan memperkosa seorang anak gadis hingga meregang nyawa dan divonis 10 tahun penjara, dan satunya lagi perkara Brenda Ann Spencer di California dimana seorang anak dihukum seumur hidup karena karena membunuh 2 orang yakni guru dan penjaga sekolah dan menyerang anak-anak yang akan bersekolah dengan senjata api.

“Dari kasus tersebut, hakim perlu berpikir bukan sekedar menghafal pasal-pasal, apakah hakim itu berfokus pada kepentingan anak sebagai pelaku atau anak sebagai korban”, tutupnya dalam sambutan tersebut.