MARINews, Melonguane-Pengadilan Negeri Melonguane menerapkan keadilan restoratif dalam mengadili perkara penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa Adry Sepang pada Rabu (11/6).
Keberhasilan PN Melonguane ini, menambah catatan baik perkara yang berhasil diterapkan berdasarkan keadilan restoratif. Sehingga sepanjang 2025, PN Melonguane telah menerapkan keadilan restoratif pada lima perkara.
Perkara Nomor 9/Pid.B/2025/PN Mgn tersebut, diadili oleh Majelis Hakim yaitu Gilang Rachma Yustifidya selaku Hakim Ketua dengan Andi Ramdhan Adi Saputra dan Eka Aditya Darmawan sebagai Hakim Anggota.
Perkara ini bermula dari adanya korban dan terdakwa melakukan minum-minuman keras di tempat yang sama. Kemudian berujung saling melempar sindiran yang membuat terdakwa tersinggung dan akhirnya menampar korban sehingga korban terjatuh. Selanjutnya terdakwa mengangkat lalu mendorong korban dengan maksud agar keluar dari teras rumah milik terdakwa. Namun hal itu malah mengakibatkan korban terjatuh ke aspal membuat korban terluka dibagian dahi dan pelipis.
Atas perbuatan tersebut, kemudian terdakwa ditangkap dan dihadapkan ke muka persidangan dengan dakwaan tunggal melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Majelis Hakim dengan mempedomani Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, maka Majelis Hakim mendorong agar terdakwa dan korban dapat berdamai.
Meskipun dirasa sangat sulit karena awalnya korban meminta nominal yang cukup besar jika ingin berdamai. Namun Majelis Hakim tetap secara aktif mendamaikan para pihak. Kemudian Majelis Hakim mempertemukan kembali terdakwa dengan korban, yang akhirnya disepakati perjanjian antara keduanya. Di mana, mereka bersepakat berdamai dengan dibuatkan kesepakatan perdamaian serta terdakwa diwajibkan untuk membayar ganti rugi sejumlah uang.
Terdakwa bersedia menyanggupi persyaratan tersebut sehingga kedua belah pihak menandatangani Kesepakatan Perdamaian tertanggal 28 Mei 2025 dihadapan persidangan. Kemudian terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada korban saat itu.
Majelis Hakim mengapresiasi kepada semua pihak. Sekaligus mengingatkan kembali kepada seluruh pihak agar tidak mengkonsumsi minuman keras, di mana membuat dampak terjadinya persoalan ini;
Lebih lanjut dalam pertimbangan putusan tersebut, oleh karena antara pihak telah berdamai maka Majelis Hakim merasa tidak dibutuhkan lagi adanya hukuman yang memperlama pemidanaan bagi terdakwa. Ini karena perdamaian antara pihak tersebut menunjukkan telah tercapainya sejumlah tujuan mengadili perkara berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana PERMA 1 Tahun 2024;
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan pidana bersyarat kepada terdakwa dengan pidana penjara selama tiga bulan dengan masa percobaan selama enam bulan. Terdakwa, pengacara terdakwa dan keluarga mengucapkan terima kasih atas putusan Majelis Hakim.
Majelis Hakim menilai, hal ini dilakukan guna penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggung jawaban terdakwa. Adanya kesepakatan perdamaian tersebut sebagai alasan yang meringankan hukuman terdakwa dan kepada terdakwa perlu, tepat, dan adil diterapkan pidana bersyarat sebagai bentuk alternatif pemidanaan selain pidana penjara terhadap terdakwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 (a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 19 PERMA Nomor 1 Tahun 2024.