MARINews, Jakarta-Putusan pengadilan adalah mahkota. Oleh karena itulah, sebuah putusan harus dipatuhi dan dijalankan.
Begitu juga putusan pengadilan tata usaha negara yang selalu berkaitan dengan keputusan pejabat tata usaha negara.
Pejabat tata usaha negara yang keputusannya dibatalkan atau dinyatakan tidak sah oleh pengadilan, harus bersedia menjalankan putusan PTUN tersebut.
Lalu bagaimana jika pejabat tata usaha negara enggan menjalankan putusan PTUN yang amarnya memerintahkan tergugat mencabut KTUN dan wajib menerbitkan KTUN baru?
Menjawab pertanyaan di atas, Ketua Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang Berkekuatan Hukum Tetap Nomor: 01/KM.TUN/HK2.7/Juklak/VII/2024 pada tanggal 2 Juli 2024 (Juklak Eksekusi).
Juklak eksekusi ini memberi petunjuk lengkap mengenai pelaksanaan pengawasan eksekusi putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang telah berkekuatan hukum tetap.
Salah satu yang diatur dalam Juklak Eksekusi adalah prosedur eksekusi upaya paksa. Prosedur eksekusi upaya paksa digunakan untuk putusan PTUN yang amarnya memerintahkan tergugat mencabut KTUN dan wajib menerbitkan KTUN baru.
Permohonan eksekusi upaya paksa baru dapat diajukan jika setelah 90 hari kerja tergugat tidak melaksanakan putusan BHT.
Ketua pengadilan dapat memanggil para pihak termasuk atasan termohon eksekusi usai menerima permohonan jika diperlukan. Pemanggilan terhadap para pihak, dalam juklak eksekusi dinamakan pengawasan eksekusi.
Pengawasan eksekusi dilaksanakan paling lambat 14 hari kerja sejak penerimaan permohonan eksekusi.
Pengawasan eksekusi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat keadaan yang menyebabkan tergugat tidak dapat melaksanakan putusan pengadilan.
Jika saat pengawasan tidak ditemukan hambatan apapun, Ketua pengadilan menerbitkan surat peringatan agar tergugat segera melaksanakan eksekusi.
Tergugat wajib memberikan pemberitahuan tertulis kepada pengadilan dalam waktu 21 hari kerja, apabila setelah pengawasan eksekusi, tergugat bersedia melaksanakan putusan secara sukarela.
Apabila dalam waktu 21 hari kerja tidak ada pemberitahuan bahwa eksekusi sudah dilaksanakan, Ketua Pengadilan menerbitkan penetapan eksekusi.
Isi penetapan eksekusinya adalah perintah kepada termohon eksekusi untuk melaksanakan putusan. Apabila tidak dilaksanakan akan dikenakan upaya paksa (sanksi administratif dan/atau uang paksa), pengumuman media massa, dan pemberitahuan kepada presiden dan lembaga perwakilan rakyat.
Selain itu, penetapan tersebut juga harus berisi batas waktu kapan termohon eksekusi harus melaksanakan putusan tersebut.
Penetapan ini dikirimkan ke para pihak dan dikirimkan juga kepada kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta APIP pada kementerian/Lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan.
Menyangkut prosedur eksekusi upaya paksa dalam perkara kepegawaian diatur sedikit berbeda dalam juklak eksekusi.
Termohon eksekusi dalam perkara kepegawaian diberikan kewajiban memberitahukan secara tertulis jika terdapat kendala dalam menjalankan putusan pengadilan usai menerima pemberitahuan penetapan eksekusi.
Termohon eksekusi wajib memberitahukan secara tertulis kendala tersebut kepada Ketua Pengadilan dengan disertai bukti dan data dukung yang memadai dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak pemberitahuan penetapan eksekusi.
Apabila ketua pengadilan menilai, alasan termohon eksekusi beralasan hukum, Ketua Pengadilan dapat memanggil pemohon eksekusi dan termohon eksekusi beserta badan/pejabat yang terkait dengan pelaksanaan eksekusi untuk dilakukan pengawasan eksekusi lanjutan.
Apabila hambatan pelaksanaan putusan tersebut disebabkan adanya persyaratan administrasi yang belum dipenuhi pemohon eksekusi, ketua pengadilan menyampaikan secara langsung kepada Pemohon Eksekusi agar memenuhinya.
Apabila telah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah pengiriman penetapan eksekusi, namun termohon eksekusi tidak memberitahukan pelaksanaan putusan atau hambatan pelaksanaan putusan, termohon eksekusi dianggap belum melaksanakan putusan.
Terhadap kondisi tersebut di atas, ketua pengadilan mengirimkan surat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta APIP kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan agar mendorong termohon eksekusi untuk melaksanakan putusan dalam rangka pembinaan administrasi pemerintahan sebagaimana yang dimaksud Pasal 79 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Apabila dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah pengiriman surat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta kepada APIP kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan dan termohon eksekusi belum juga melaksanakan putusan pengadilan, ketua pengadilan mengeluarkan surat upaya paksa.
Surat upaya paksa tersebut berisikan permintaan agar pejabat yang berwenang memberikan sanksi administratif kepada pejabat pemerintahan yang tidak melaksanakan putusan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pejabat Pemerintahan serta dapat diumumkan di media massa cetak dan/atau elektronik dengan membayar biaya pengumuman atas biaya dari pemohon eksekusi.
Apabila dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah surat upaya paksa dikirimkan dan termohon eksekusi tetap tidak melaksanakan putusan, ketua pengadilan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dilaksanakannya eksekusi kepada presiden dan lembaga perwakilan takyat.