PN Jeneponto Terapkan Restorative Justice terhadap Perdamaian Sebelum Sidang

Pendekatan RJ diharapkan dapat terus dioptimalkan ke depannya, sehingga memberi ruang pemulihan bagi korban sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan bagi semua pihak yang terlibat.
Gedung PN Jeneponto. Foto pn-jeneponto.go.id
Gedung PN Jeneponto. Foto pn-jeneponto.go.id

MARINews, Jeneponto-Pengadilan Negeri Jeneponto kembali menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dengan berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) yang tercatat dalam register perkara nomor 61/Pid.B/2025/PN Jnp atas nama Terdakwa Ismail alias Dg Nojeng.

Perkara ini berkaitan dengan tindak pidana pencurian sepeda motor. Terdakwa Ismail bersama rekannya, Erwin, lebih dulu merencanakan aksi dengan mencari sepeda motor yang terparkir di pinggir jalan. Keduanya berkeliling menggunakan sepeda motor milik Erwin hingga menemukan sebuah Honda Revo berwarna hijau hitam yang terparkir di depan rumah Rabania. Sepeda motor tersebut merupakan milik Kanang, dan tanpa izin, Ismail bersama Erwin kemudian membawa kabur kendaraan tersebut.

Dalam proses persidangan, Firdaus Zainal selaku Ketua Majelis, Olivia Putri Damayanti dan Andi Hardiyanti Sakti yang masing-masing selaku Hakim Anggota memberikan pemahaman kepada para pihak, mengenai penerapan PERMA Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Di mana, korban dapat memaafkan perbuatan terdakwa sehingga sepakat untuk berdamai dan hal tersebut lebih tepat dituangkan dalam bentuk kesepakatan damai dan dalam proses persidangan tersebut terungkap bahwa ternyata sebelum persidangan telah dibuat kesepakatan damai di antara para pihak dan dalam persidangan korban telah memaafkan perbuatan terdakwa.

Kemudian Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan dalam perkara tersebut pada Kamis (21/8) dengan pidana penjara selama dua bulan. Di mana, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut, perkara a quo telah memenuhi syarat untuk diterapkan pedoman mengadili berdasarkan keadilan restoratif. 

Sesepakatan perdamaian tersebut, dapat dijadikan alasan untuk meringankan hukuman terhadap terdakwa. Di samping itu, kesediaan terdakwa untuk bertanggung jawab atas kerugian dan/atau kebutuhan korban sebagai akibat tindak pidana pun, menjadi alasan yang meringankan hukuman. Tentunya, penerapan restorative justice (RJ) tidaklah dimaksudkan untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana.

Keberhasilan penyelesaian perkara melalui pendekatan RJ dalam kasus ini, maupun perkara sebelumnya, menjadi bukti nyata bahwa sistem peradilan di Indonesia-khususnya di Pengadilan Negeri Jeneponto-terus mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif.

Pendekatan RJ diharapkan dapat terus dioptimalkan ke depannya, sehingga memberi ruang pemulihan bagi korban sekaligus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan bagi semua pihak yang terlibat.

Penulis: Firdaus Zainal
Editor: Tim MariNews