MARINews, Dharmasraya-Pulau Punjung bukan sekadar menjadi jantung administratif Kabupaten Dharmasraya, tetapi juga simpul yang merajut dua akar budaya besar Melayu dan Minangkabau yang menyatu dalam satu tanah yang subur oleh nilai, adat, dan sejarah. Lebih dari letak geografis, Pulau Punjung menjadi ruang di mana hukum dan keadilan dihidupkan, dijaga, dan diperjuangkan.
Terletak di perbatasan antara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi, Dharmasraya memiliki posisi strategis sekaligus menyimpan tantangan tersendiri. Wilayah ini adalah gerbang tenggara Ranah Minang, tempat perlintasan budaya, ekonomi, dan masyarakat yang beragam. Di sinilah Pengadilan Negeri Pulau Punjung hadir sebagai institusi yang bertugas menjaga keadilan tetap relevan dan berpihak pada kebenaran.
Dharmasraya menyimpan catatan sejarah yang tak ternilai. Dahulu, wilayah ini merupakan pusat Kerajaan Malayapura, salah satu kerajaan Melayu yang berjaya pada abad ke-12 hingga ke-14. Kerajaan ini bahkan disebut-sebut memiliki hubungan erat dengan Sriwijaya dan pernah menjadi pusat kekuasaan penting di pulau Sumatera. Warisan kejayaan itu masih terasa hingga kini, dalam budaya, semangat, dan karakter masyarakatnya.
Menjalankan tugas di Pengadilan Negeri Pulau Punjung adalah suatu kehormatan dan pengabdian pada sejarah dan masyarakat. Di tanah yang pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan besar, keadilan bukan sekadar cita-cita dalam teks undang-undang, tetapi harus menjadi laku hidup yang nyata. Hanya dengan begitu, hukum akan bermakna dan kepercayaan masyarakat akan tetap terjaga.
Awal Berdiri: Antara Harapan dan Tantangan
Sebelum berdiri sendiri, pelayanan hukum di Kabupaten Dharmasraya dilaksanakan Pengadilan Negeri Muaro, yang juga membawahi Kabupaten Sijunjung. Pemisahan wilayah hukum ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2016, menjadikan Dharmasraya resmi memiliki pengadilan sendiri.
Pengoperasian 85 pengadilan baru, termasuk Pengadilan Negeri Pulau Punjung, diresmikan secara terpusat pada 22 Oktober 2018. Tak lama kemudian, pada 1 November 2018, Dessy Darmayanti, S.H., M.H. dilantik sebagai Ketua, bersama panitera, sekretaris, dan seluruh pejabat lainnya.
Sejak saat itu, pelayanan hukum di Dharmasraya sepenuhnya menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Pulau Punjung. Pengadilan hadir sebagai wujud tekad Mahkamah Agung untuk mendekatkan akses keadilan dan menjawab kebutuhan masyarakat akan lembaga hukum yang benar-benar hadir secara nyata, baik secara geografis maupun emosional.
Secara yuridiksi, Pengadilan Negeri Pulau Punjung mencakup 11 (sebelas) kecamatan di Kabupaten Dharmasraya yang berkedudukan dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Padang, di mana Pengadilan Negeri Pulau Punjung memiliki wilayah hukum sesuai dengan wilayah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat.
Sebagai satker yang baru berdiri dengan segala keterbatasan dari mulai personel yang minim, sarana prasarana yang belum lengkap, dan jarak tempuh yang jauh dari pusat provinsi menjadikan kami bertumbuh bersama harapan dan kerja keras layaknya batang pohon yang tumbuh dari tanah keras,.
Bahkan, empat dari enam hakim muda angkatan VIII MA-RI pada saat menjalani CPNS/Calon Hakim telah ditugaskan di Pulau Punjung sebelum pengadilan ini diresmikan sehingga perlu menginduk ke Pengadilan Negeri Muaro Kabupaten Sijunjung sambil menanti bangunan Pengadilan Negeri resmi berdiri.
Enam hakim pertama tersebut, kemudian resmi dilantik menjadi hakim pada 30 April 2020 bersamaan dengan masa paling berat ketika virus Covid-19 tengah merajalela dan melumpuhkan banyak sektor kehidupan. Dalam suasana pandemi yang penuh ketidakpastian, para hakim ini harus memulai tugas sebagai garda depan peradilan. Tak hanya harus menyesuaikan diri dengan tugas-tugas kehakiman yang kompleks, namun juga harus melakukannya dalam keterbatasan interaksi, risiko kesehatan, dan tekanan psikologis yang luar biasa.
Pemimpin Berganti, Pengabdian Tetap Menyala
Sejak berdiri, pengadilan ini telah mengalami tiga kali pergantian pucuk pimpinan. Saat ini, tongkat estafet dipegang oleh Ibu Diana Dewiani, S.H., M.H. sebagai Ketua dan Bapak Bangun Sagita Rambey, S.H., M.H. sebagai Wakil Ketua. Duet kepemimpinan ini memberi warna baru yakni dengan pola komunikasi yang terbuka, responsif terhadap tantangan, serta fokus pada hasil kerja nyata sehingga para hakim juga dilibatkan untuk terus memberi yang terbaik.
Dinamika di Balik Toga Merah
Lima tahun bukan waktu yang sebentar. Para hakim menjalani pengabdian dalam sunyi yang jarang disorot, tumbuh bersama sebagai satker yang baru dari nol, bahkan hal sederhana seperti kebersamaan dengan rekan-rekan sejawat yang sudah seperti keluarga merupakan hal yang patut disyukuri, terlebih lagi merasakan kepuasan batin ketika hukum ditegakkan secara adil dan bermartabat.
Namun, jalan pengabdian ini juga penuh ujian. Ada di antara para hakim yang pernah diteror, didatangi ke rumah oleh pihak yang tak terima atas putusan. Rumah dimasuki maling hingga mobil pernah dicoret-coret tanpa alasan, karena berstatus sebagai hakim.
Untuk sekadar pulang ke kampung halaman, sebagian dari para hakim harus menempuh perjalanan tiga hari tiga malam melalui jalan darat yang penuh tantangan. Ketika istri melahirkan, ada yang harus pulang kampung karena tidak adanya fasilitas kesehatan memadai di sini. Bagi yang ingin melanjutkan studi pascasarjana, harus menunda, sebab tak ada kampus S2 Hukum di wilayah ini. Para hakim dihadapkan pada pilihan sulit yakni jarak jauh dengan segala keterbatasannya, atau meninggalkan tugas demi kuliah tatap muka.
Para hakim menjalani semua itu dalam diam sebagai sebuah pengabdian dengan harapan integritas dalam menjalankan tugas dengan segala dinamika dan keterbatasan akan menjadikan mental para hakim layaknya emas yang dimurnikan sehingga siap untuk menjalankan tugas selanjutnya tentunya dengan tantangan yang berbeda.
Bukti Bahwa Kami Bisa
Hari ini, kami bersyukur. Berdasarkan data EIS Badilum periode Januari hingga Mei 2025, PN Pulau Punjung menempati peringkat pertama untuk kategori pengadilan kelas II se-Sumatera Barat. Ini adalah kado dari kerja kolektif kami dari hakim, kepaniteraan, kesekertariatan, hingga tenaga PPNPN.
Namun, pencapaian ini bukan sekadar angka. Di baliknya ada deretan upaya nyata dalam membangun pelayanan publik yang inklusif, adaptif, dan berbasis teknologi. Kami menghadirkan berbagai inovasi untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat, di antaranya:
Pertama, menghadirkan PTSP Online yang memungkinkan masyarakat mengakses layanan pengadilan tanpa harus hadir secara fisik, memberikan kemudahan di tengah keterbatasan jarak dan waktu.
Kedua, meluncurkan layanan cek denda tilang online, yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui informasi perkara tilang secara cepat dan akurat.
Ketiga, melalui E-Lisan (Elektronik Salinan Putusan), mempercepat distribusi salinan putusan secara digital agar para pihak dapat segera memperoleh kepastian hukum.
Keempat, mengembangkan Sipandi (Sistem Informasi Pelayanan Mandiri), yaitu sistem informasi otomatis berbasis WhatsApp yang menyediakan penjelasan mengenai prosedur dan persyaratan layanan di Pengadilan Negeri Pulau Punjung. Masyarakat cukup mengirim pesan dan akan langsung mendapat balasan sesuai kebutuhan, mulai dari informasi permohonan, pendaftaran perkara, hingga syarat administrasi lainnya.
Kelima, membangun Ependi (Elektronik Personal Disabilitas), sebuah layanan berbasis kesetaraan yang memberikan akses informasi dan pendampingan kepada penyandang disabilitas, agar mereka juga dapat merasakan keadilan yang ramah dan manusiawi.
Inilah wajah pengadilan modern yang kami perjuangkan.
Semua inovasi ini adalah bentuk kesungguhan dalam membuktikan bahwa meski berada di wilayah perbatasan, kami tidak tertinggal dalam semangat perubahan. Pengadilan kecil ini telah menjelma menjadi ladang subur bagi tumbuhnya semangat besar, semangat untuk melayani dengan hati, berinovasi tanpa henti, dan membuktikan bahwa dedikasi tak ditentukan oleh lokasi, melainkan oleh jiwa yang setia pada pengabdian.
IKAHI dan Asa Kami
Masih dalam semangat memperingati HUT ke-72 IKAHI tahun ini, momen ini menjadi semacam kado moral bagi kami para hakim yang bertugas jauh di perbatasan. Sebuah pengingat bahwa setiap tetes pengabdian tetap punya arti dalam sejarah lembaga ini.
Mari kita dukung Mahkamah Agung dan para hakim di seluruh Indonesia untuk senantiasa loyal kepada masyarakat dalam menegakkan keadilan. Saatnya para hakim berdiri tegak melawan segala bentuk ancaman penyelahgunaan wewenang yang berpotensi mencederai asas-asas keadilan.
Dalam perjalanan ini, tumbuh pula harapan akan solidaritas yang lebih kuat di antara sesama hakim. Dengan semangat kolegial yang sehat menjadi dukungan moral dalam menjaga marwah peradilan. Sebagaimana yang terjadi pada Pengadilan Negeri Pulau Punjung, bahwa di tempat yang jauh sekalipun, keadilan tetap menyala jika dijaga dengan ketulusan.
Menjemput Babak Baru dalam Pengabdian
Lima tahun telah berlalu, Pulau Punjung mengajarkan arti ketangguhan, kesabaran, dan pengabdian dalam bentuknya yang paling sunyi. Dari ruang sidang yang hening hingga lembar demi lembar berkas perkara, kami belajar menjadi hakim yang menimbang dengan hati, menjaga nurani, dan mengabdi dalam senyap.
Berbekal karya nyata tersebut para hakim menatap ke depan dengan harapan dapat membawa pengalaman ini ke medan pengabdian selanjutnya yaitu menjadi hakim yang arif, bijaksana, matang di tengah badai opini tanpa melupakan akar kami di Pulau Punjung, tanah pertama tempat mengabdi dalam nama hukum dan keadilan.