MARINews, Jakarta-Menanamkan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap lembaga merupakan salah satu cara untuk mewujudkan visi Mahkamah Agung RI. Sense of belonging yang telah tertanam, bertumbuh, dan mengakar kuat, sejatinya ditandai melalui sikap dan perilaku dari aparaturnya yang enggan mencederai marwah lembaga tercinta.
Dalam upaya menanamkan sense of belonging terhadap lembaga kepada setiap hakim
dan aparaturnya, sebagaimana arahan dari Ketua MA Prof Sunarto, PN Purwokerto
selaku bagian kecil dari Mahkamah Agung RI senantiasa berbenah dan mengambil
salah satu action plan untuk menjaga integritasnya. Action plan dimaksud ialah dengan
membentuk Tim Kampanye Anti Gratifikasi.
Melalui Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 1022/KPN.W12.U5/SK.HK1.2.5/VI/2025 tentang Pembentukan Tim Kampanye Anti Gratifikasi pada Pengadilan Negeri Purwokerto, PN Purwokerto tengah giat melakukan kampanye antigratifikasi, yang bukan hanya kepada masyarakat sekitar, melainkan langsung kepada setiap pengguna layanan dan para pihak yang berperkara di
pengadilan seperti warga negara atau prinsipal, advokat, hingga kepada jaksa.
Kampanye antigratifikasi tersebut pada praktiknya tidak hanya dilakukan oleh sebagian
aparatur, namun dilakukan pula oleh seluruh hakim dan aparatur, tak terkecuali
pimpinan pada satuan kerja PN Purwokerto, yang secara keseluruhan dibagi dalam
beberapa tim dengan jadwal bergantian setiap minggunya.
Sebagaimana makna integritas-yang bukan sekadar kejujuran, melainkan juga kesatuan diri (inti moral, ucapan, dan perbuatan) yang utuh dan tidak terpecah, atau dengan kata lain tidak munafik-maka, dengan melibatkan seluruh personel, diharapkan setiap individu terdorong rasa malu apabila perilaku yang ditunjukkan ternyata bertentangan dengan komitmen yang telah berulang kali diungkapkan dalam keseharian.
“No left behind. Semua harus ikut aktif melakukan kampanye sebagai bentuk pengejawantahan dari sense of belonging terhadap lembaga tercinta. Pelan tetapi pasti, apa yang kita tanamkan akhir-akhir ini dan terus dilakukan ke depannya, niscaya akan tumbuh menjadi pemantik melalui alam bawah sadar masing-masing, baik hakim maupun aparatur, untuk tidak melakukan pelayanan bersifat transaksional yang berujung pada hilangnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan” terang KPN Purwokerto Eddy Daulatta Sembiring, Rabu (16/7).
Dilansir dari laman instagram resmi PN Purwokerto (pn_purwokerto), bertempat di ruang tunggu sidang dan ruang PTSP, substansi yang disampaikan dalam kampanye antigratifikasi tersebut pada pokoknya adalah sikap PN Purwokerto yang telah menerapkan budaya antigratifikasi dalam penyelenggaraan pelayanannya, sembari mengedukasi kepada pengguna layanan dan para pihak untuk tidak memberikan barang sesuatu berupa uang maupun barang, yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Di samping mengkampanyekan budaya antigratifikasi, tim kampanye turut menyampaikan bahwa PN Purwokerto sangat terbuka terhadap segala jenis aduan, sembari membagikan saluran pengaduan langsung kepada Ketua PN Purwokerto melalui nomor WhatsApp yang telah terpampang jelas di website resmi pengadilan.
Untuk melengkapi giat kampanye dan sebagai pembenahan, tim kampanye juga tak lupa meminta saran dan masukan terhadap pelaksanaan persidangan melalui pengisian survei, yang indikatornya menghindari persoalan menang atau kalah, melainkan terbatas pada penyelenggaraan persidangan meliputi: ada atau tidaknya biaya maupun pungutan di luar peraturan, ketepatan jadwal persidangan, kritik, serta harapan.
Respons positif atas kegiatan kampanye tersebut berdatangan dari berbagai elemen masyarakat yang menggunakan layanan dan pihak yang berperkara di pengadilan. Melalui kesan yang diberikan, para pengguna layanan dan para pihak menyatakan dukungannya untuk terus berbenah dalam pemberian pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan kampanye antigratifikasi pada prinsipnya tidak berfokus pada
predikat Zona Integritas semata, melainkan merupakan langkah konkret untuk
membangun kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang bersih, serta
memastikan layanan dan penanganan perkara tidak bersifat transaksional.
Untuk itu, meskipun belum berkesempatan mengikuti tahapan seleksi selanjutnya dalam pengusulan predikat ZI-WBK karena adanya indikasi riwayat pelanggaran integritas atau hukuman disiplin, PN Purwokerto tetap mengambil action plan dalam menumbuhkan sense of belonging terhadap lembaga dengan menjaga integritas dari segenap hakim dan aparaturnya.