MARINews, Rangkasbitung – Upaya Restorative Justice berhasil diterapkan Pengadilan Negeri Rangkasbitung, Banten, dalam perkara dugaan pidana penggelapan atau penipuan Nomor 133/Pid.B/2025/PN Rkb.
Proses penyelesaian ini mempertemukan keluarga Anak Korban dengan Terdakwa dan disepakati dalam sidang yang berlangsung pada Kamis, 4 September 2025. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Rafi Maulana, S.H., M.H., dengan Anggota Majelis Hakim Murdian, S.H., M.H., serta Rahimulhuda Rizki Alwi, S.H., M.H.
Peristiwa bermula pada Kamis, 15 Mei 2025. Saat hendak berbelanja ke Pasar Gunungbatu menggunakan motor Honda Vario 2024 hitam milik abang kandungnya, Anak Korban bertemu Terdakwa di persimpangan gang Masjid Kampung Gunungbatu, Lebak.
Terdakwa lalu meminjam motor tersebut dengan alasan mengambil peralatan di rumah. Karena sudah mengenal Terdakwa, Anak Korban setuju dan menunggu di warung kopi dekat lokasi.
Belakangan terungkap, Terdakwa tidak benar-benar pulang untuk mengambil peralatan motor seperti yang dikatakannya. Alasan itu hanya akal-akalan untuk membuat Anak Korban percaya.
Bahkan, Terdakwa sudah tidak tinggal di rumah yang dituju karena berpisah dengan istrinya. Setelah sempat kembali menemui Anak Korban dan kembali meminjam motor dengan dalih membeli rokok, Terdakwa justru membawa motor itu ke rumahnya di Jampang, Sukabumi, Jawa Barat, untuk kepentingan pribadi.
Karena Terdakwa tidak kunjung kembali, Anak Korban melaporkan kejadian tersebut kepada abang kandungya.
Kasus ini kemudian diteruskan ke polisi hingga berujung pada penangkapan dan proses hukum yang kini disidangkan di PN Rangkasbitung.
Dalam jalannya persidangan, Majelis Hakim tidak hanya menggali fakta-fakta perkara, tetapi juga memberikan penjelasan mengenai prinsip restorative justice sebagaimana diatur dalam PERMA RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Penjelasan tersebut disambut positif oleh pihak keluarga Anak Korban, yakni abang kandungnya, serta oleh Terdakwa.
Di hadapan Majelis Hakim, Terdakwa menyampaikan permohonan maaf dan berjanji mengganti seluruh kerugian yang diderita Anak Korban beserta keluarganya.
Permintaan maaf tersebut diterima oleh pihak keluarga, yang juga menyatakan kesediaan menerima ganti kerugian.
Atas dasar itu, Majelis Hakim mengarahkan kedua belah pihak untuk membuat dan menandatangani surat pernyataan damai di ruang sidang.
Meski demikian, Majelis Hakim menegaskan bahwa perdamaian tidak otomatis menghapus pemidanaan terhadap Terdakwa apabila terbukti bersalah. Namun, kesepakatan damai tersebut dapat menjadi pertimbangan yang meringankan dalam penjatuhan putusan nantinya.
Ketua Majelis Hakim menegaskan, restorative justice tidak hanya sebatas perdamaian, melainkan juga sarana memulihkan hubungan sosial antara Korban dan Terdakwa agar tidak muncul dendam maupun kebencian. Kedua pihak menyatakan mengerti dan menerima penjelasan itu.
Sidang kemudian berlanjut pada agenda pembacaan tuntutan. Namun, Jaksa Penuntut Umum menyatakan belum siap menyampaikan tuntutannya.
Atas hal tersebut, Ketua Majelis Hakim memutuskan menunda persidangan guna memberi kesempatan kepada Jaksa untuk menyusun tuntutan, sekaligus menutup sidang.