Yurisprudensi MA: Pemalsuan Tanda Tangan dalam Perkara Peralihan Hak Atas Tanah Harus Dibuktikan dengan Pemeriksaan Laboratorium Kriminologi

Salah satu yurisprudensi dalam perkara perdata dapat ditemukan dalam Putusan Kasasi Nomor 1974 K/Pdt/2001 tanggal 29 September 2003.
Ilustrasi pemalsuan tanda tangan (Ilustrasi dibuat oleh Gemini AI)
Ilustrasi pemalsuan tanda tangan (Ilustrasi dibuat oleh Gemini AI)

Mahkamah Agung secara konsisten telah mempublikasi berbagai yurisprudensi, landmark decision dan kaidah hukum putusan, dengan harapan hal tersebut dapat menjadi acuan bagi hakim dalam penyelesaian perkara di pengadilan dan memiliki pengaruh penting dalam pembentukan sistem hukum di Indonesia.

Salah satu yurisprudensi dalam perkara perdata dapat ditemukan dalam Putusan Kasasi Nomor 1974 K/Pdt/2001 tanggal 29 September 2003. 

Yurisprudensi dimaksud termuat dalam buku berjudul Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, yang dalam akhir keterangannya tertulis, tanpa dilampirkan Putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Duduk sebagai Hakim Ketua dalam perkara tersebut yaitu, Ny. Chairani A. Wani, S.H., dengan didampingi para Hakim Anggota, Titi Nurmala Siagian, S.H.. Prof. Dr. Valerie J.L.K. S.H., MA.

Ringkasan Posisi Kasus

Penggugat memiliki tanah seluas 97.501 meter terletak di Kecamatan Serpong Tangerang, Jawa Barat sebagaimana disebut dalam gugatan. Sekitar 1990 dan 1992, tergugat I, II memalsukan tanda tangan penggugat untuk membuat akte jual beli dihadapan tergugat III dan IV sebagairnana tertera dalam gugatan.

Selanjutnya, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang telah menerbitkan sertifikat tanah atas nama tergugat I kemudian dialihkan tergugat I kepada Tergugat V dan tergugat V membangun Perumahan Bumi Eksekutif di atas tanah milik penggugat. 

Tergugat V tidak menanggapi somasi yang dibuat oleh penggugat agar pembangunan perumahan dihentikan, bahkan tergugat V menjualnya kepada orang lain.

Penggugat mendalilkan dalam gugatannya, tergugat I sampai dengan V telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan penggugat karena itu penggugat menuntut pembatalan akte jual beli tanah dan ganti rugi.
Pertimbangan Mahkamah Agung

Sebelumnya pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Bandung menyatakan tergugat I sampai dengan V dan turut tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Oleh karenanya, Majelis Hakim Banding menyatakan batal demi hukum seluruh jual beli atas tanah-tanah sengketa yang dibuat oleh tergugat III dan IV dan menyatakan cacat hukum, sehingga batal demi hukum peralihan hak milik atas tanah milik penggugat kepada tergugat I dengan alasan tanda tangan dipalsukan.

Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1974 K/Pdt/2001 kemudian mengadili sendiri perkara tersebut. Judex Juris menyatakan, putusan Pengadilan Tinggi Bandung tidak dapat dibenarkan karena salah menerapkan hukum.

Majelis Hakim Kasasi berpendapat, tanda tangan palsu atau tidaknya harus ada pemeriksaan dari laboratorium kriminologi, dan atau ada putusan yang menyatakan tanda tangan palsu. Adapun mengenai hal tersebut tidak dapat dibuktikan oleh penggugat.

Atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Kasasi kemudian mmebatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 445/Pdt/1999/PT Bdg dengan mengadili sendiri, menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Uraian mengenai yurisprudensi di atas semoga dapat memberikan pemahaman baru bagi para pembaca, khususnya para hakim yang memeriksa dan memutus perkara dengan tetap memperhatikan kekhususan pada masing-masing perkara yang ditanganinya.

Penulis: Nadia Yurisa Adila
Editor: Tim MariNews