Pendidikan adalah katalisator kemajuan peradaban bangsa. Lewat pendidikan kemiskinan dapat dihentikan. Selain itu, pendidikan dapat meninggikan derajat, para penempuh pendidikan, keluarga dan negerinya. Dengan demikian, hak untuk mengakses pendidikan yang layak, wajib setara atau nondiskriminatif.
Hak setiap insan memperoleh pendidikan, bagian dari Hak Asasi Manusia, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Ayat 1 Kovenan tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Right). Aturan internasional tersebut, ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 16 Desember 1966.
Indonesia sendiri telah mengadopsi dan meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005. Bahkan, jaminan untuk dapatkan pendidikan yang layak, diatur konstitusi Indonesia.
Berdasarkan Pasal 28C dan 28E UUD NRI 1945, ditegaskan hak untuk mengakses pendidikan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Selain itu, tanggung jawab negara menyelenggarakan pendidikan diatur khusus, dalam Bab pendidikan dan kebudayaan, pada UUD NRI 1945.
Negara Indonesia sendiri, mengalokasikan anggaran pendidikan dengan nominal yang besar, yakni 20% dari total anggaran pendapatan belanja negara dan daerah, sesuai Pasal 31 Ayat 4 UUD NRI 1945.
Secara teknis, penyelenggaraan pendidikan, diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sedangkan pengelolaan pendidikan tinggi, melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Ketentuan Pasal 6 Ayat 1 dan Pasal 17 Ayat 2 UU Sisdiknas, menjelaskan anak berusia tujuh sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, di mana pendidikan dasar untuk sekolah berbentuk SD dan MI atau bentuk lain sederajat, serta SMP dan MTS atau bentuk lainnya sederajat.
Penyelenggaraan pendidikan, menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah, serta publik dapat berkontribusi, sebagaimana ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 11 UU Sisdiknas.
Berlakunya politik etis era penjajahan Belanda di Nusantara, memberikan dampak positif, salah satunya berupa akses atas pendidikan masyarakat, walaupun awalnya difokuskan bagi anak keturunan bangsawan atau priyayi bumiputera.
Sebagai contoh terdapat Europeesche Lagere School (sekolah dasar), yang awal pendiriannya 1817, diperuntukan bagi anak Eropa. Namun pada 1903, anak golongan priyayi bumiputera dan Tionghoa dapat menempuh pendidikan di sekolah dimaksud.
Umumnya anak-anak kaum bumiputera, tidak menempuh pendidikan formal. Gelisah atas nasib pendidikan bangsanya yang tidak setara, Ki Hadjar Dewantara (tokoh dan pahlawan nasional) berusaha mendirikan sekolah Taman Siswa. Namun, Taman Siswa dan sekolah kaum bumiputera lainnya, dinilai sebagai sekolah liar.
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijakan diskriminatif yang membatasi pendirian sekolah swasta untuk kaum bumiputera dan melabelinya sebagai sekolah liar. Kebijakan hukum tersebut, diatur Wildeschoolen Ordonantie (Ordonansi Sekolah Liar) pada 1932.
Ordonansi Sekolah Liar 1932, ditenggarai sebagai upaya menghambat sekolah Taman Siswa dan sekolah swasta bumiputera lainnya. Pemerintah kolonial menilai sekolah-sekolah tersebut, menularkan semangat nasionalisme dan antipenjajahan.
Ketentuan hukum Ordonansi Sekolah Liar 1932, mewajibkan penyelenggaraan pendidikan harus seizin pemerintah kolonial dan para guru diwajibkan membuat laporan kepada pemerintah kolonial, bilamana tidak mematuhinya dikenakan pidana penjara selama 8 hari atau denda 25 gulden.
Ki Hadjar Dewantara melakukan penolakan Ordonansi Sekolah Liar 1932 dan mengirimkan surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, seandainya Ordonasi tidak dicabut, akan melakukan pembangkangan.
Protes atas Ordonansi Sekolah Liar 1932 terus meluas, baik dari kalangan nasionalis atau organisasi Islam seperti Muhammadiyah, mengakibatkan pemerintah kolonial mencabutnya, pada Oktober 1933.
Sumber Referensi:
- https://www.historia.id/article/ki-hajar-dan-sekolah-liar
- https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/06/080000979/europeesche-lagere-school-els-dan-perkembangannya
- https://koransulindo.com/sekolah-liar-perlawanan-pribumi-atas-diskriminasi-pendidikan-era-kolonial
- https://tirto.id/betapa-susah-orang-pribumi-masuk-sekolah-elite-zaman-kolonial
- UUD NRI 1945
- Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Right)
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi