Akreditasi Penting Bagi Lembaga Yudikatif, Menjamin Mutu Dan Kepercayaan Publik

Akreditasi menjadi instrumen yang sangat penting bukan hanya sebagai penanda prestasi, tetapi sebagai mekanisme berkelanjutan untuk menjamin mutu pelayanan dan integritas institusi.
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA
Gedung Mahkamah Agung. Foto dokumentasi Humas MA

Lembaga yudikatif, yang di Indonesia diwakili oleh Mahkamah Agung (MA) dan seluruh badan peradilan di bawahnya (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Peradilan Agama, dan lainnya), memegang peranan vital sebagai benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan. 

Kualitas putusan dan layanan peradilan secara langsung memengaruhi kepastian hukum dan kepercayaan masyarakat. 

Dalam konteks ini, akreditasi menjadi instrumen yang sangat penting bukan hanya sebagai penanda prestasi, tetapi sebagai mekanisme berkelanjutan untuk menjamin mutu pelayanan dan integritas institusi.

Akreditasi: Lebih dari Sekadar Sertifikat

Akreditasi, khususnya dalam konteks peradilan seperti Akreditasi Penjaminan Mutu (APM) yang diterapkan oleh MA, adalah proses evaluasi eksternal yang dilakukan secara periodik untuk menilai apakah suatu lembaga peradilan telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan. 

Standar ini mencakup berbagai aspek, mulai dari manajemen perkara, kualitas sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, hingga transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.

Pentingnya akreditasi bagi lembaga yudikatif dapat dirangkum dalam tiga pilar utama: peningkatan mutu internal, peningkatan kepercayaan publik, dan penguatan integritas institusi.

Tiga Pilar Kepentingan Akreditasi

1. Peningkatan Mutu dan Efisiensi Internal

Akreditasi memaksa setiap satuan kerja peradilan untuk melakukan evaluasi diri yang komprehensif. Proses ini secara langsung mendorong peningkatan mutu di beberapa area kritis:

  • Manajemen Perkara: Lembaga peradilan harus membuktikan bahwa mereka mampu mengelola perkara secara cepat, tepat, dan efisien, mulai dari pendaftaran hingga eksekusi. Akreditasi menuntut sistem case management yang terstruktur untuk memangkas waktu tunggu yang tidak perlu.
  • Kualitas SDM: Akreditasi seringkali mencakup penilaian terhadap kompetensi hakim dan staf, menuntut adanya pelatihan berkelanjutan dan sistem evaluasi kinerja yang objektif. Hal ini krusial untuk memastikan putusan yang dihasilkan berkualitas dan berlandaskan hukum yang kuat.
  • Infrastruktur dan Digitalisasi: Standar akreditasi kini juga mencakup kesiapan teknologi, seperti sistem e-court, yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang modern, cepat, dan mudah diakses oleh masyarakat.

Dengan demikian, akreditasi berfungsi sebagai check-up berkala yang mengidentifikasi kelemahan operasional dan mendorong perbaikan yang terencana.

2. Peningkatan Kepercayaan dan Pelayanan Publik

Bagi masyarakat, akreditasi adalah tolok ukur objektif mengenai kualitas pelayanan yang akan mereka terima. Akreditasi yang berhasil memberikan sinyal kuat bahwa lembaga peradilan tersebut:

  • Transparan: Proses pelayanan, termasuk biaya perkara dan jadwal sidang, diumumkan secara terbuka.
  • Akuntabel: Ada mekanisme penanganan pengaduan yang efektif, di mana masyarakat dapat melaporkan jika terjadi penyimpangan layanan.
  • Fokus pada Pengguna: Standar pelayanan publik (seperti kejelasan informasi di meja informasi dan kenyamanan ruang tunggu) diprioritaskan, mengubah citra pengadilan yang semula dianggap birokratis menjadi institusi yang melayani.

Kepercayaan publik adalah modal utama lembaga peradilan. Ketika masyarakat merasa yakin bahwa pengadilan bekerja secara profesional dan transparan, tingkat kepatuhan terhadap hukum dan putusan pengadilan pun akan meningkat.

3. Penguatan Integritas dan Pencegahan Korupsi

Isu integritas seringkali menjadi sorotan utama dalam sistem peradilan. Akreditasi membantu mengatasi masalah ini dengan menciptakan sistem kontrol internal yang ketat. Standar yang ditetapkan dalam akreditasi seringkali mencakup:

  • Pengendalian Gratifikasi: Memperkuat mekanisme pencegahan suap dan korupsi di seluruh lini pelayanan.
  • Independensi: Memastikan bahwa proses pengambilan keputusan dan manajemen perkara bebas dari intervensi pihak luar yang tidak sah.

Sistem yang terstandarisasi dan diaudit secara eksternal melalui akreditasi secara efektif mempersempit ruang gerak bagi praktik-praktik ilegal, karena setiap tahapan kerja memiliki prosedur baku dan dapat dipertanggungjawabkan.

Akreditasi sebagai Jaminan Masa Depan

Mengingat kompleksitas perkara dan tuntutan masyarakat yang makin tinggi, lembaga yudikatif tidak bisa lagi hanya mengandalkan yurisprudensi dan integritas personal hakim. Mereka memerlukan sistem penjaminan mutu yang terlembaga. Akreditasi mengisi kekosongan ini, memastikan bahwa peradilan di Indonesia bergerak maju dari sekadar penegak hukum menjadi lembaga layanan publik yang modern, profesional, dan berintegritas. 

Proses ini merupakan investasi jangka panjang untuk membangun peradilan yang benar-benar dipercaya dan dihormati oleh rakyat.

Penulis: Fuadil Umam
Editor: Tim MariNews