MARINews, Lampung Utara-Terdakwa Mulkantoro, pemuda berusia 32 tahun, menikamkan pisau ke leher korban, sekitar November 2024. Ketika diperiksa di penyidikan, baru terkuak motif terdakwa melakukan perbuatan tersebut, karena tersinggung akibat perkataan korban.
Terdakwa Mulkantoro dihadirkan di persidangan Pengadilan Negeri Kotabumi, berdasarkan dakwaan subsideritas yakni dakwaan primair Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kemudian dakwaan subsidair Pasal 338 KUHP. Majelis Hakim yang menangani perkara, Muamar Azmar Mahmud Farig, S.H., M.H. selaku Ketua Majelis, beserta Annisa Dian Permata Herista, S.H., M.H., dan Sheilla Korita, S.H., menemukan fakta, korban menyampaikan bahasa isyarat yang menyinggung, sebelum terdakwa menusukkan pisau ke leher korban.
Sebelum melancarkan aksinya, terdakwa berkesempatan pulang terlebih dahulu, mengambil pisau dan pergi ke rumah korban, untuk langsung melakukan penusukan leher korban dimaksud.
Pada persidangan pembuktian, terdakwa mengakui khilaf saat melakukan penusukan pisau ke leher korban, karena tersinggung atas perkataan korban. Semakin ditelusuri, diketahui korban adalah tuna wicara, sehingga tidak memungkinkan untuk mengucapkan perkataan secara verbal dari mulutnya. Kondisi keterbatasan tersebut, seharusnya jadi suatu permakluman dan membutuhkan perlakuan khusus. Lawan bicara juga, wajib mempraktikkan kesabaran ekstra. Namun, peristiwa sudah terjadi dan dampak tidak terelakkan.
Berdasarkan fakta persidangan, disertai pertimbangan hukum, Majelis Hakim perkara nomor 62/Pid.B/2025/PN Kbu menemukan benarnya pembuktian penuntut umum terhadap dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selanjutnya, Majelis Hakim memandang perbuatan terdakwa setelah bertikai dengan korban dan pulang membawa pisau, serta kembali menemui korban untuk menusukkan pisau ke leher korban adalah tindakan berencana.
Lebih lanjut, Majelis berpandangan, bagian leher, merupakan organ vital dan rawan membahayakan jiwa, bilamana dilakukan tindakan kekerasan dan dilukai. Majelis hakim kemudian. menyatakan dakwaan penuntut umum telah terbukti.
Pascapembuktian dan tuntutan, terdakwa dalam putusan perkara tersebut, diganjar hukuman pidana penjara selama 18 tahun. Semoga kejadian dimaksud, menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar lebih berlapang dada dan toleransi, ketika hidup bermasyarakat, khususnya terhadap penyandang disabilitas.