Apakah keadilan sudah hadir sejak awal proses pidana, atau baru dimulai ketika perkara masuk ke ruang sidang? Pertanyaan ini relevan ketika masih ditemukan dugaan penyalahgunaan kewenangan aparat penegak hukum.
Data KontraS menunjukkan ratusan peristiwa kekerasan oleh aparat, ratusan korban luka, dan puluhan korban meninggal.indikasi bahwa pengawasan efektif sejak dini sangat dibutuhkan.
Di Indonesia, KUHAP menyediakan mekanisme praperadilan, tetapi sifatnya reaktif. hakim hanya bergerak bila ada permohonan. Di saat yang sama, izin/penetapan pengadilan atas tindakan tertentu (misalnya penggeledahan atau penyitaan) sudah menghadirkan kontrol yudisial, meski tidak maksimal.
Model Italia: Giudice per le Indagini Preliminari (GIP)
Giudice per le Indagini Preliminari atau GIP adalah hakim independen yang mengawasi legalitas tindakan penyidik pada tahap penyelidikan/penyidikan.
GIP akan menentukan langkah-langkah pencegahan (misure cautelari) yang perlu diambil, seperti menentukan apakah tersangka harus ditahan di dalam penjara, dan memberikan izin kepada jaksa dengan meninjau permintaan kejaksaan yang bisa menahan atau merampas kebebasan sipil dari seseorang, seperti penyadapan.
Padanan GIP di Indonesia: Fondasi Sudah Ada, Tapi Terpisah-pisah
Meskipun tidak sama, Indonesia memiliki beberapa mekanisme yang hampir mirip kewenangannya dengan GIP. Antara lain:
- Praperadilan. Menyediakan kontrol yudisial terhadap penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan/penuntutan, dan—setelah perluasan oleh putusan MK—aspek tertentu dari penetapan tersangka. Namun sifatnya by motion dan ex post, sehingga kurang preventif.
- Izin/Penetapan atas Upaya Paksa. KUHAP mewajibkan persetujuan pengadilan untuk tindakan tertentu seperti penggeledahan dan penyitaan. Ini adalah embrio kontrol yudisial, tetapi masih fragmentaris dan belum terintegrasi menjadi pengawasan berkesinambungan.
- Hakim Pengawas dan Pengamat (Hawasmat). Berperan di tahap pemidanaan/eksekusi, bukan penyidikan. Disebut untuk menghindari kekeliruan istilah dengan figur hakim pengawas penyidikan yang dibahas di sini.
Dari hal tersebut bisa disimpulkan belum ada satu figur hakim yang mengintegrasikan pengawasan sejak awal penyidikan secara berkesinambungan.
Titik Singgung dengan RKUHAP
Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) Tahun 2010 ditemukan adanya ketentuan mengenai hakim komisaris.
Menurut Pasal 1 angka 7 RUU KUHAP, “Hakim komisaris adalah pejabat yang diberi wewenang menilai jalannya penyidikan dan penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam KUHAP.”
Menurut Penjelasan RUU KUHAP, hakim komisaris akan menggantikan lembaga praperadilan yang selama ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Penjelasan RUU KUHAP juga menyebutkan bahwa hakim komisaris pada dasarnya merupakan lembaga yang terletak antara penyidik dan penuntut umum di satu pihak dan hakim di lain pihak.
Istilah Hakim Komisaris dalam RUU KUHAP tahun 2012 berubah menjadi “Hakim Pemeriksa Pendahuluan”. Namun, konsep tersebut dihapuskan dalam RUU KUHAP 2025 ini.
Mengapa Praperadilan Saja Tak Cukup?
Ada beberapa alasan mengapa saat ini mekanisme praperadilan kurang maksimal. Pertama, praperadilan bersifat reaktif, bukan preventif.
kedua, terdapat disparitas praktik karena standar pembuktian dan timeframe pemeriksaan beragam. yang terakhir, cakupan terbatas. tidak semua tindakan awal tercakup secara efektif.
Opsi Kebijakan untuk Indonesia
Berdasarkan hal tersebut, maka bisa saja Indonesia menerapkan GIP dengan kebijakan:
- Perkuat mekanisme yang ada: (i) standar tunggal izin penggeledahan/penyitaan (checklist & alasan hukum), (ii) tenggat pemeriksaan keberatan cepat (mis. 3×24 jam), (iii) perluasan cakupan praperadilan untuk tindakan awal tertentu.
- Bentuk hakim tahap awal (model GIP): mulai pilot terbatas (anak/korban rentan), dukung SOP & pelatihan, integrasi e-Court untuk permohonan elektronik, dan evaluasi dampak sebelum perluasan.
Prasyarat Implementasi
Tentunya Kebijakan tersebut memiliki beberapa ketentuan yang harus diterapkan agar dapat berjalan maksimal, misalnya menetapkan kuota formasi dan pelatihan khusus bagi hakim, melakukan integrasi dengan e-court untuk permohonan izin elektronik; template reasons dan checklist penilaian serta koordinasi antar lembaga. SOP bersama Kepolisian, Kejaksaan, dan Peradilan, termasuk standar dokumentasi permohonan/pro justitia.
Penutup
Pengawasan yudisial sejak tahap penyidikan adalah kunci menyeimbangkan kewenangan negara dan hak warga. Indonesia telah memiliki fondasi melalui praperadilan dan kewajiban izin pengadilan untuk upaya paksa, serta gagasan hakim tahap awal dalam RKUHAP.
Belajar dari Italia, adopsi model pengawasan yang lebih proaktif, baik melalui penguatan mekanisme yang ada maupun pembentukan hakim khusus—layak dipertimbangkan untuk meningkatkan keadilan dan akuntabilitas proses pidana.
Sumber Referensi:
Praperadilan di Indonesia: Teori, Sejarah, dan Praktiknya , ICJR, 1 Februari 2014
Eksistensi Hakim Komisaris Dalam Sistem Peradilan Pidana, Puteri Hikmawati, 16 Maret 2013
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUUXII/2014 yang memperluas kewenangan Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP tidak hanya sebatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, tetapi termasuk juga penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan;
https://kontras.org/laporan/laporan-hari-bhayangkara-2024-reformasi-polisi-tinggal-ilusi
https://icjr.or.id/sembilan-masalah-dalam-ruu-kuhap/