Selayang Pandang Conflict of Interest Bagi Hakim

Kondisi ini mengancam integritas dan kinerja, karena kepentingan pribadi dapat menyingkirkan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Ilustrasi hakim agung. Foto : freepik.com
Ilustrasi hakim agung. Foto : freepik.com

Conflict of interest atau benturan kepentingan adalah sebuah kondisi dimana kepentingan pribadi seseorang atau kelompok berbenturan dengan tanggung jawabnya. Hal ini dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk bertindak secara objektif, tidak memihak, dan profesional. 

Kondisi ini juga menyebabkan risiko bahwa kepentingan pribadi akan mengalahkan kepentingan publik, organisasi, atau tanggung jawab profesional.

Beberapa penyebab antara lain gratifikasi, suap, rangkap jabatan, hubungan afiliasi (keluarga, teman), kepentingan pribadi yang mendalam, dan kelemahan sistem organisasi. 

Kondisi ini mengancam integritas dan kinerja, karena kepentingan pribadi dapat menyingkirkan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

Terjadinya conflict of interest dapat mengakibatkan keputusan yang tidak objektif dan bias, kerugian finansial bagi organisasi, risiko hukum dan sanksi, serta merusak reputasi dan citra profesional bahkan mengakibatkan kehilangan kepercayaan publik dan mitra. 

Conflict of interest bagi Hakim

Dalam menjalankan profesinya hakim tidak boleh berpihak atau menggunakan jabatan untuk manfaat pribadi atau orang lain. 

Untuk itu diperlukan pedoman perilaku bagi hakim melalui kebijakan internal dan kode etik atau melalui peraturan perundang‑undangan untuk memastikan objektivitas, integritas, dan akuntabilitas seorang hakim.

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah panduan nilai moral bagi setiap hakim, baik di dalam maupun di luar kedinasan. 

Sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 tanggal 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang menjadi panduan hakim dalam bertindak di manapun ia berada.

Mengacu pada Pasal 4 Peraturan Bersama MA dan KY, diuraikan 10 prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim, yang mencakup berperilaku adil, menjaga kejujuran, bertindak secara bijaksana, bersikap mandiri, memiliki integritas tinggi, bertanggung jawab, menghormati harga diri, memiliki disiplin yang kuat, rendah hati, dan bersikap profesional.

Pelanggaran terhadap ketentuan menyangkut adanya conflict of interest bagi hakim dapat dikenakan sanksi berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain yang berupa pembebasan dari jabatan, penurunan pangkat, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Dalam konteks tulisan ini, penulis hendak menguraikan salah satu prinsip kode etik hakim yaitu sikap profesional. 

Seorang hakim diwajibkan untuk memprioritaskan tanggung jawab yudisialnya di atas aktivitas lainnya dengan sangat profesional. Sebagai bagian dari profesi yang terhormat, dalam menyelesaikan perkara hakim harus mematuhi prinsip ini untuk menerapkan hukum secara tepat dan menciptakan rasa keadilan bagi para pencari keadilan.

Seorang hakim harus menghindari konflik kepentingan saat menangani perkara, termasuk konflik yang berkaitan dengan aspek pribadi dan keterkaitan keluarga. 

Dalam KEPPH ditetapkan bahwa keluarga hakim mencakup sanak famili sedarah atau semenda hingga tingkat ketiga, termasuk hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai.

Contoh Kasus

Hakim A memiliki ikatan keluarga dengan B yang tinggal di wilayah hukumnya. Suatu ketika Hakim A menangani suatu perkara dimana B terlibat sebagai pihak. 

Namun, selama proses administrasi pendaftaran perkara hingga persidangan, hakim A tetap menangani perkara tersebut sampai pada putusan akhir yang memenangkan B. 

Pihak yang kalah sebagai lawan dari B kemudian menyadari adanya hubungan keluarga antara B dengan hakim A yang menangani perkara tersebut. 

Akhirnya hakim A dilaporkan oleh pihak yang kalah karena tidak mundur dari kasus yang ditangani, dan karena laporan tersebut terbukti maka hakim A menerima sanksi.

Kesimpulan

Saran dari penulis pada kesempatan ini perlu ada kesamaan pandangan mengenai sejauh mana batasan-batasan conflict of interest dalam penanganan perkara oleh hakim. 

Selain itu penting bagi seorang hakim untuk memiliki ketelitian serta kecermatan dalam menangani perkara, agar dapat mengurangi kemungkinan munculnya masalah yang berkaitan dengan benturan kepentingan. 

Dengan hal ini diharapkan bisa mengurangi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan pada satuan kerja dan menciptakan saluran komunikasi yang efektif untuk mencegah kebingungan serta membangun budaya kerja yang lebih positif.

Penulis: Fuadil Umam
Editor: Tim MariNews