Hukum lingkungan hidup berkembang dengan perkembangan zaman dan teknologi serta kondisi nyata lingkungan hidup menyebabkan kompleksitas penerapan dan penegakan hukum.
Dalam konteks penegakan hukum lingkungan hidup yang semakin kompleks, diperlukan pendekatan yang lebih dari sekadar penerapan undang-undang secara kaku.
Materi pelatihan Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup yang dipaparkan oleh Bambang H. Mulyono, Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar, pada 18 November 2025, menegaskan pentingnya judicial activism sebagai kelengkapan hakim dalam memberikan putusan yang adil dan bermakna bagi perlindungan lingkungan.
Judicial activism tidak dapat diartikan hakim melangkahi kewenangannya atau bertindak ekstrim tanpa batas.
Sebaliknya, tindakan ini harus dilakukan dengan mengedepankan pencarian kebenaran dan keadilan dalam koridor batasan undang-undang yang ada.
Dalam perkara lingkungan hidup, hakim perlu mempertimbangkan aspek yang lebih luas daripada sekadar kepentingan hukum positif dan ekonomi semata. Hakim dituntut untuk memiliki visi ekosentris, yakni menempatkan lingkungan sebagai pusat perhatian, bukan hanya manusia atau aspek ekonomi.
In dubio pro natura atau ‘ketika ragu, demi alam’ dalam terjemahan harafiahnya merupakan asas utama yang menjadi batasan primer bagi hakim dalam melaksanakan judicial activism dalam perkara lingkungan hidup.
Artinya, hakim harus mendasarkan pelaksanaan pemeriksaan dan mengadili perkara lingkungan hidup menggunakan pendekatan ekosentris dan demi kepentingan terbaik bagi lingkungan hidup.
Pendekatan ekosentris ini penting karena isu lingkungan hidup bukan hanya soal kepatuhan pada aturan, melainkan juga soal keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan.
Judicial activism memungkinkan hakim untuk menggali konteks sosial, ekologis, dan filosofis dari kasus yang mereka tangani.
Dengan begitu, putusan yang dihasilkan tidak hanya memenuhi formalitas hukum, tetapi juga mendorong perlindungan lingkungan yang nyata dan berkelanjutan.
Bambang menegaskan judicial activism dalam perkara lingkungan hidup bukanlah sekadar penegakan hukum (law enforcement) yang bersifat mekanis.
Ini adalah upaya memperluas cakrawala penegakan hukum dengan menempatkan keadilan lingkungan sebagai tujuan utama.
Hakim sebagai penafsir undang-undang harus memiliki keberanian dan kebijaksanaan untuk mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan oleh norma hukum agar keadilan lingkungan dapat benar-benar terwujud.
Pengadilan dalam konteks judicial activism bertindak aktif mencari fakta dan menilai secara mendalam dampak lingkungan dari setiap perkara yang dihadapi.
Ini sangat penting mengingat lingkungan hidup merupakan sumber kehidupan bersama dan jika dibiarkan rusak, akan berdampak luas bagi masyarakat dan generasi mendatang.
Dengan demikian, judicial activism bukan hanya sebuah metode atau strategi, melainkan sebuah kelengkapan esensial bagi hakim lingkungan hidup.
Melalui judicial activism, hakim dapat menjalankan fungsi peradilan secara optimal dengan mengedepankan keadilan substantif yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup.
Hal ini merupakan langkah maju yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan yang semakin kompleks dan mendesak saat ini.





