Lingkungan hidup yang baik, merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sehingga, setiap warga negara dapat memperjuangkan apa yang menjadi haknya, yaitu untuk memperoleh hak lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Di Indonesia, banyak sekali masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidupnya. Tetapi, jika melihat pada media pemberitaan, banyak sekali ditemukan berita terkait pejuang lingkungan yang dikriminalisasi.
Istilah pejuang lingkungan itu sendiri, awalnya muncul pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.
Kemudian, dipertegas kembali oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup dalam Pasal 48 ayat (1) yang menyebutkan, “Perlindungan hukum diberikan kepada setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”,
PERMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, juga menyebutkan pada Pasal 1 angka 17 yakni, “Perjuangan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat adalah perbuatan-perbuatan dalam bentuk antara lain, pernyataan pendapat lisan dan tulisan di ruang publik atau privat serta upaya litigasi yang dilakukan setiap orang, Organisasi Lingkungan Hidup, atau organisasi masyarakat dengan cara yang sesuai dengan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 66 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”.
Selain PERMA, pengaturan tentang pejuang lingkungan diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2024 tentang Perlindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik.
Pada Pasal 1 angka 1 aturan itu menyebutkan, “Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat yang selanjutnya disebut Orang yang Memperjuangkan Lingkungan Hidup adalah orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.
Selanjutnya, Pasal 4 menyatakan, “Perjuangan untuk mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kemandirian peradilan”.
Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pejuang lingkungan tersebut, adanya limitasi yaitu, “dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Jika melihat berita-berita yang tersebar, seringkali berita tersebut menjustifikasi pengadilan, pemerintah, kepolisian, tidak mendukung pejuang lingkungan dan mengkriminalisasi para pejuang lingkungan.
Faktanya, setiap pejuang lingkungan yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, tetap harus patuh dan menggunakan cara memperjuangkan lingkungan hidup yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hal ini sebagaimana diatur juga dalam ketentuan Pasal 48 ayat (3) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, yang memberikan kriteria perjuangan atas lingkungan hidup yang baik dan sehat meliputi:
- Penyampaian usulan atau keberatan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup baik secara lisan maupun tertulis;
- Penyampaian keluhan, pengaduan, pelaporan dugaan tindak pidana, gugatan administrasi atau perdata atau proses hukum lain yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
- Penyampaian pendapat, kesaksian atau keterangan di persidangan;
- Penyampaian pendapat di muka umum, lembaga pers, lembaga penyiaran, media social, aksi unjuk rasa, mimbar bebas atau forum lainnya, dan/atau;
- Komunikasi baik lisan maupun tertulis lainnya kepada lembaga Negara dan/atau lembaga pemerintah terkait hak atas lingkungan yang baik dan sehat;
Pejuang lingkungan, dapat diberikan perlindungan hukum dalam memperjuangkan lingkungan hidupnya, sepanjang perjuangan atas lingkungan yang baik dan sehat tersebut dilakukan dengan cara-cara yang benar menurut hukum atau sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Hal ini, diperjelas dalam penjelasan Pasal 66 tersebut, yaitu “Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.
Ketentuan pasal tersebut, hanya berlaku apabila perbuatan yang dilakukan pejuang lingkungan memiliki hubungan langsung dan tidak menyimpang dari upayanya dalam memperjuangkan lingkungan.
Hal itu dimaksudkan, untuk melindungi setiap pelapor dan/ tau korban yang menempuh cara hukum dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup untuk mencegah kemungkinan adanya tindakan balasan dari terlapor melalui pemidanaan ataupun gugatan perdata.
Mengacu pada PERMA Nomor 1 Tahun 2023, sebenarnya ada yang menjadi pengecualian.
Hal ini, diatur dalam Pasal 48 ayat (4) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, yang menyatakan, perjuangan untuk mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, kecuali dapat dibuktikan bahwa:
- tidak ada alternatif lain atau pilihan tindakan lain selain perbuatan yang telah dilakukan; dan
- perbuatan dilakukan dalam melindungi kepentingan hukum yang lebih besar untuk kepentingan masyarakat luas;
Pasal tersebut, menyiratkan dalam hal mendesak dan tidak ada jalan atau upaya lain, pejuang lingkungan dapat melakukan perbuatan lain di luar hukum yang berlaku.
Namun, perlu dipahami perbuatan tersebut tetap harus memiliki batasan bagi orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai pejuang lingkungan.
Tidak semata-mata karena seseorang pejuang lingkungan, maka ia dapat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum seperti membunuh, menganiaya, mencuri atau tindak pidana lainnya dengan dalil karena tidak ada alternatif lain.
Alternatif lain ini, memiliki sudut pandang yang berbeda dari setiap orang yang membacanya, sehingga disini kebijaksanaan hakim dalam memperhatikan bukti bahwa benar tidak ada alternatif lain sangatlah penting.
Mengingat, banyak alternatif hukum dalam hukum lingkungan yang dapat digunakan baik menggugat secara perdata, menggugat keputusan tata usaha negara apabila memang ada keputusannya.
Proses pidana, menjadi pilihan terakhir sejalan dengan konsep pidana adalah obat terakhir (ultimum remedium), sehingga seseorang yang memperjuangkan lingkungannya harus tetap dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebab, Negara Indonesia merupakan negara hukum dimana hukum harus dijunjung tinggi, tidak semata-mata dikarenakan seseorang mengatasnamakan dirinya pejuang lingkungan maka ia kebal terhadap hukum.
Oleh karena itu, sudah selayaknya dan sepatutnya seorang pejuang lingkungan dalam memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau sesuai dengan hukum yang berlaku, atau setidak-tidaknya perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum atau melawan hukum.




